Sandra adalah anggota Andrafana.
Andrafana sendiri adalah keluarga terkaya nomor dua dengan masing-masing anggota keluarga yang terkenal dan memiliki bakat yang hebat.
Hanya Sandra sendiri yang menjadi seorang guru, membuatnya sering dihina anggota keluarga lainnya.
Tapi diam-diam Sandra juga adalah seorang detektif yang terkenal, dia menjadi detektif untuk menemukan pelaku pembunuh orang tuanya.
Apa yang seberapa terjadi?
Bersama Hainry dan Tim YK71 mampukah Sandra menguak segala mister dalam hidupnya? Akankah Keluarga Andrafana tau kalau Sandra gadis yang berbakat?
Yuk simak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini IR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
****
Tangan Sandra bergetar saat dia memegang surat itu, surat yang berisi kesepakatan perjanjian antara pama dan bibinya, soal rencana pembunuhan orang tuanya, sungguh ini benar-benar diluar dugaan Sandra.
Meski Sandra tau paman dan bibinya bukan orang baik, Sandra tidak pernah menyangka bahwa mereka akan setega ini melakukan perencanaan itu. Mereka bertindak terlalu jauh dan begitu keji.
Padahal ayah Sandra adalah adik mereka, adik kandung yang se-darah. Bagaimana bisa mereka melakukan hal itu?
Surat perjanjian itu mereka berdua buat, untuk diri mereka sendiri agar bisa saling menyimpan rahasia, dan bersepakat akan membagi harta itu bersama. Masing-masing dari Leon dan Claudia memiliki surat ini.
Entah surat siapa yang Sandra pegang saat ini.
"Ada apa Mbak?" Rafael yang kaget melihat Sandra gemetar langsung mendekatinya, dia ingin memanggil Hainry, tapi Sandra menghalanginya.
"Aku butuh laptop sekarang, Rafael. Dan lakukan ini diam-diam."
"Baik Mbak." Rafael langsung pergi mengambil laptop pribadinya.
Kepala Sandra rasanya kosong, badannya membeku, pelaku yang dia cari selama ini ternyata adalah paman dan bibinya. Sandra pikir pelakunya adalah orang luar, orang-orang yang iri dengan kesuksesan bisnis Andrafana.
Sandra butuj laptop, karna di dalam kotak itu bukan hanya ada surat perjanjian, tapi juga sebuah flashdisk. Sandra ingin tau apa isi di dalamnya.
Rafael datang dengan laptopnya.
Hening.
Sandra terburu-buru memasukkan flashdisk-nya, dia tidak sabar apa yang sebenarnya terjadi, rahasia apa yang ada di balik semua ini, apa hanya paman dan bibinya saja yang terlibat?
"Cuma ada satu video, Mbak." Rafael meng-klik video itu, sampai akhirnya Sandra bisa melihatnya.
Jantung Sandra berdegup begitu kencang, dia penasaran, tapi dia juga takut. Takut bahwa fakta yang dia temukan lebih mengerikan dari yang dia bayangkan. Dia takut bahwa ada banyak orang-orang yang dia sayang dan percaya ikut terlibat di dalamnya.
Video itu diputar.
Sandra sudah melihat Video itu sampai habis, dengan badannya yang kaku, bibirnya kelu, dadanya sesak, tekanan atmosfer berat yang tidak bisa dia kendalikan, segala ketakutan itu muncul dalam dirinya.
Video itu hanya menampilkan dua orang, Leon dan Claudia yang menulis surat perjanjian, dan berjanji akan saling setia dan tidak mencoba mengkhianati satu sama lainnya. Karna mereka berada di pihak yang sama, pihak yang membenci ayah Sandra, dan pihak yang ingin ayah Sandra mati, serta mereka juga dipihak yang sama, merealisasikan keinginan mereka dengan menyabotase mobil milik keluarga Sandra malam itu.
Dalam sekejap,
Mood Sandra menjadi buruk, menemukan bukti-bukti baru, mengingatkannya akan kejadian yang sudah lama terjadi, tapi masih tersimpan hangat di dalam ingatan.
"Mbak, minum dulu." Rafael memberikan Sandra air mineral. Rafael tau bahwa kaptennya sedang tidak baik-baik saja, kondisinya sedikit tidak normal.
Sandra menarik napasnya dalam-dalam, mengatur detak jantungnya agar stabil, menata kembali saraf kewarasannya yang sempat goyah.
Sandra tidak menangis.
Dia kuat?
Tidak
Dia hanya pura-pura kuat, dan Sandra tidak terbiasa menangis di depan anggotanya.
Mungkin jika ada Hainry disini akan lain cerita, Sandra mungkin akan menangis sebebas-bebasnya di dalam pelukan orang itu, pelukan hangat yang kapan saja selalu bisa memberikan Sandra kehangatan.
Sandra mengambil flashdisk itu beserta suratnya, dia masukkan kembali dalam kotak.
Sandra butuh waktu, untuk menenangkan diri dan pikirannya.
...----------------...
Sandra bergeletak di kasurnya, terlihat kotak hitam yang tadi dia bawa dan dia letakkan di sebelahnya. Sandra sedang ada di rumahnya, berleha-leha?
Tidak
Dia sedang menata kembali kewarasannya yang nyaris saja hilang.
Dia tidak ingin menangis di markas, pilihannya adalah menangis sendirian di rumahnya.
Yang Sandra pikirkan, entah sesedih apa ayahnya jika dia tau saudara yang selama ini dia lindungi dan banggakan malah tega merencanakan pembunuhan terhadapnya, bahkan mereka sampai bekerjasama.
Bukankah ini lebih dari iblis?
Sandra tau, darimana Levan mendapatkan gen iblisnya, ternyata dari sang ayah yang jauh melebihi dirinya.
Sandra mengingat lagi kenangan bersama ayahnya, kenangan yang memaksa menerobos masuk ke dalam ingatan.
Kenangan yang sulit dilupakan, terlalu indah untuk dikenang, sangat sakit untuk kembali ke kenyataan.
*plakk
Sandra menampar dirinya sendiri dengan keras.
"Ayo sadar Sandra! Jangan nangis! Jangan cengeng! Masih banyak yang harus aku lakuin."
Sandra mengusap air matanya perlahan-lahan, hatinya sudah lebih tenang, dia sudah bisa berpikir lebih jernih.
"Kalau aku laporin ini ke polisi, gimana? bukti ini nggak valid, nggak ada matrai dikertas yang mereka tanda tangani, dan soal video itu, mereka bisa berdalih kalau ini palsu. Aku butuh bukti yang lebih kuat. Paman Leon dan Bibi Claudia harus bertanggung jawab atas dosa yang mereka lakuin sama ayah."
Sandra mengerti itu. Dia kurang bukti, bukti ini tidak begitu valid, dia juga tidak punya saksi, kalau mau mengangkat kembali kasus yang sudah lama sekali berlalu, Sandra harus punya bukti yang kuat, apalagi kasus itu sudah ditutup dengan kesimpulan sebuah kecelakaan karna sang supir mabuk.
Kejadian belasan tahun lalu tidak mudah untuk diungkap, teknologi belum se-canggih sekarang.
Kejadian itu sudah berlalu, kalau Sandra mencoba mengajukan pembukaan kasus lagi, dia harus punya bukti valid yang bisa mendukungnya agar dia tidak hanya membuka kasus, tetapi mengungkapkan kebenaran dari kasus itu.
"Pertama-tama, aku bakal awasin bibi Claudia sama Paman Leon dulu, mereka pasti punya bukti lain yang lebih valid kan."
"Kalem Sandra, tenang, semuanya bakal baik-baik aja."
"Perlahan-lahan aja, jangan buru-buru, jangan rusak semua yang udah berjalan sampai sekarang."
Sandra menarik napasnya, untuk lebih tenang. Kesabaran adalah kunci, itu yang ayahnya ajarkan. Dan saat ini, itu yang sedang coba Sandra lakukan.
Ting!!
"Suara Bel?"
Sandra bangkit dari kasurnya, dia mengusap bersih air matanya, dia melangkah menuju pintu luar saat telinganya menangkap suara bel rumah yang akrab dengan dirinya.
Sandra mengintip siapa tamu-nya, dari kaca kecil di pintu.
"Ada apa Hain?" Sandra membuka pintunya saat dia kenal betul siapa manusia yang mengunjungi rumahnya.
Dia adalah Hainry. Sama sekali tidak membahayakan untuk Sandra.
"Gawat!" Teriak Hainry dengan wajah khawatir.
"Apa?" Tanya Sandra santai, wajahnya kalem, dia tidak ikut panik. Soalnya Sandra belajar satu hal seiring berjalannya waktu, bahwa paniknya Hainry terkadang menimbulkan gombalan receh dan aneh. Jadi tidak perlu dikhawatirkan.
"Kaget dong."
"Males."
Hainry menghela napasnya. "Mau nggak makan malam sama ayah ku? Datang sebagai calon istri, kalau nggak gitu dia bakal tiap hari jodohin aku, oke?"
Sandra diam sebentar, selama ini banyak hal yang tidak Sandra ketahui soal Hainry, mungkin ini salah satu jalan agar Sandra bisa tau sisi lain Hainry?
"Hmmm ..."
"Ayolah San."
authorny jg keren