"Dihemat! jangan boros, biar cepat kaya."
Begitulah kalimat yang diucapkan Sutris ketika memberi dua lembar uang pecahan berwarna merah kepada Tutik.
Uang itu adalah jatah belanja Tutik selama satu minggu kedepan, kerap kali Tutik harus memutar otak ketika uang sudah habis di pertengahan minggu. Mertuanya, Mamak Sri. Sering meminta uang kepada Tutik untuk sekedar membayar arisan atau sekedar jajan.
Mungkin Tutik masih bisa bertahan dengan nafkah 200 ribu pemberian suaminya, namun bagaimana jika Tutik tau, Rezeki yang seharusnya menjadi hak keluarga justru diberikan kepada wanita lain yang bukan siapa-siapa?
Titik tertinggi dalam mencintai adalah mengihlaskan, begitupun dengan Tutik yang memilih mengihlaskan Suaminya untuk Wanita lain.
Saat Tutik memutuskan pergi untuk menata Dunianya yang jungkir balik, Sutris justru baru menyadari betapa berartinya Tutik dalam kehidupanya.
Lantas apakah Tutik mau menerima Sutris kembali? Atau justru tetap dengan pilihanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom alfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mamak Sri marah
Keesokan harinya, berita tentang Sugeng yang melamar Tutik telah tersebar di seantero Desa.
Ada yang menanggapinya dengan suka cita, namun tidak sedikit pula yang iri dengki.
Para gadis dan janda yang mengharapkan Sugeng menjadi suaminya kini sedang patah hati masal, namun ada juga yang masih belum menyerah, katanya sebelum janur kuning melengkung masih bisa ditikung, bahkan suami orang saja masih bisa ditukung. Astaghfirullah.. jangan Mbak!
Pagi itu Mamak Sri terlihat geram bukan kelapang, Wanita baya yang sedang memasak di dapur itu bahkan sampai membanting panci di hadapan anak laki-lakinya.
"Kau ini bodoh atau apa Tres?" mamak Sri berteriak memaki kebodohan putranya yang justru benar-benar melamar Mayang.
"Kau lihat itu si Tutik, setelah cerai sama kau dia justru dilamar sama Sugeng, juragan tanah kaya raya di kampung ini. Lalu kau apa? kau buang berlian terus terus pilih batu krikil. Kemana otak kau itu? mau taruh dimana muka mamakmu ini nanti?" mamak Sri ngoceh panjang lebar, sedangkan Sutris sepertinya tidak terpengaruh sama sekali. Cinta memang buta.
"Tapi aku cinta sama Mayang Mak." Sutris akhirnya bersuara.
"Cinta kau bilang? itu namanya bukan cinta, tapi bodoh itu namanya." Suara mamak Sri menggelegar hingga menggetarkan Bumi sampai lempeng terdalam.
"Sudahlah terserah kau saja kalau kau tidak bisa mamak bilangi ya sudah! tapi jangan pernah kau bawa dia ke hadapan Mamak!"
Mamak Sri beranjak pergi meninggalkan putra semata wayangnya di dapur.
Sedangkan di tempat lain. Warung Yuk Ton terlihat ramai oleh para Ibu-ibu pemburu gosip ter-update.
Yuk Tok terlihat bercerita dengan semangat empat lima sampai mulut berbusa, apa lagi jika bukan cerita mengenai lamaran Tutik dan Sugeng.
Marni yang mendengar kabar bahwa Tutik akan segera menikah dengan orang terkaya nomor satu di kampung itu sudah pasti hatinya terbakar hangus tidak karuan.
Perempuan yang selalu iri dengki dan meng-klaim Tutik sebagai saingannya. Tentu saja sudah ketar-ketir tidak karuan.
"Heh Marni, Tutik sebentar lagi mau menikah sama si Sugeng itu. Sudah pasti kau ini kalah segalanya dari Tutik. Gimana, apa bisa tidur nyenyak kau Mar?" Yuk Ton bertanya kepada Marni yang duduk disampingnya.
"Iya, betul itu. Sudah pasti kalah kasta lah kau ini Mar. Secara Tutik bakal jadi Istri Juragan. Sedangkan kau?" ucap ibu-ibu lain.
"Sudahlah Mar.. lebih baik kau sudahi dendammu yang tidak berdasar itu. Tutik tidak pernah mau merebut laki Kau. Sudah bukan seleranya Tutik lagi si Herman itu Mar." Yuk Ton kembali berbicara.
"Tetap tidak percaya aku Yuk Ton. Si Tutik itu depanya saja yang terlihat baik, sebetulnya hatinya busuk itu Yuk Ton. Pasti Juragan Sugeng dipelet itu sama Tutik, kalau tidak dipelet mana mungkin mau sama dia. Di kampung ini banyak gadis cantik Yuk Ton."
"Hei.. jangan Fitnah kau Mar, bilang saja kalau kau ini iri sama Tutik ya kan? kau merasa kalah saing sama Dia kan Mar? padahal Tutik gak pernah merasa kalau kau ini sainganya, kau saja yang buruk sangka Mar."
"Kalau kalian tidak percaya ya sudah! kalian lihat saja nanti, pasti bakal terbongkar itu kebusukanya si Tutik." Marni melenggang pergi meninggalkan warung Yuk Ton.
Sontak ibu-ibu yang lain menyoraki Marni "Huuuu.."
*****
Sutris terlihat sedang duduk melamun dibawah pohon karet, pikiranya sudah melayang entah kemana. Di sisi lain ia sudah berhasil meyakinkan Mayang untuk mau menikah denganya, namun di sisi lain ia justru mendapat penolakan dari mamaknya. Sutris benar-benar dilema.
Di tengah kebingunganya, HP Sutris berdering menampilkan nama Mayang disana. Sutris menerima akhirnya menerima panggilan dengan malas.
"Kok lemes kali suara Kang Mas ini aku dengar?" ucap Mayang dari sebrang telepon.
"Iya Dek, rindu sangat kang mas ini sama Adek. jadi lemes bawaanya Dek. Ingin ketemu." Dusta Sutris.
"Halah, gombal!"
"Betul itu Dek, kang mas kangeng sekali sama Adek. Sedang apa Adek sekarang?
"Sedang di toko perhiasan aku Kang Mas, lagi milih-milih perhiasan untuk seserahan nanti. Aku harus milih sendiri, kalau Kang Mas atau Mamak yang pilihkan nanti tidak sesua sama seleraku." ucap Mayang manja.
"Oo.. ya sudah, Adek pilih saja mana yang Adek suka, nanti Kang Mas yang bayar semuanya."
"Apa benar itu Kang Mas? Adek boleh pilih semua yang Adek Suka?" Mayang kegirangan.
"Iya Dek." ucap Sutris lesu.
"Adek sudah pilih ini Kang Mas, tinggal bayarnya saja yang belum."
"Oo.. benarkah itu Dek? kok cepat sekali Adek pilihnya. Ya sudah berapa total semuanya Dek, biar Kang Mas yang bayar."
"Totalnya 32 juta Kang Mas." ucap Mayang penuh semangat.
"Apa! 32 juta?" Sutris berteriak hingga membuat burung-burung berterbangan saking kagetnya.
"Kau beli emas atau toko emas itu dek? kok sampai 32 juta?" Sutris terlihat syok mendengar nominal yang disebutkan oleh Mayang.
"Ya Emas lah, kalau sama toko emasnya mana boleh harga segitu. Ya sudah kalau Kang Mas keberatan, tidak usah menikah saja kita. Batalkan saja!" ancam Mayang.
"Eh,Jangan Dek! iya-iya kang mas bayarkan."
"Nah.. gitu dong. Ya sudah, cepat Kang Mas Transfer uangnya, Adek sudah capek ini. Mau cepat-cepat pulang."
panas jobo Jero Tah piye
fiksi si fiksi
logika tetap penting untuk digunakan