Ravka terbangun di sebuah kamar hotel disamping gadis tak dikenal hanya berbalutkan selimut. Belum sadar sepenuhnya, kedua orang tua Ravka beserta tunangannya menerobos masuk ke dalam kamar.
Pernikahan yang tinggal menghitung hari akan tetap dilaksanakan, tapi yang menjadi pengantin wanitanya bukanlah sang tunangan. Melainkan gadis yang telah menghancurkan hidupnya.
"Jangan harap aku akan menceraikanmu dengan mudah. Aku akan membuatmu merasakan penderitaan yang teramat sangat karena menjeratku dalam pernikahan brengsek ini," Kemarahan berkelabat di sorot mata Ravka, menghujam tepat ke manik mata gadis berparas ayu yang meringkuk ketakutan di atas ranjang pengantinnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tsabitah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PPA 20# Hadiah Mewah
Alea merentangkan tangan dan kakinya diatas kasur empuk di dalam sebuah executive room di Resor Pulau Bidadari. Acara lelang amal itu sungguh-sungguh menguras tenaganya. Dia memang hanya duduk manis selama acara berlangsung, hanya saja jantung dan hatinya yang masih sulit diajak berkompromi.
Melihat dari kejauhan keluarga besar Dinata terlibat langsung dalam acara tersebut, membuat Jantung Alea berdegup tidak beraturan. Begitu pula dengan hatinya yang seolah diremas benda tak kasat mata, menyadari bahwa dia bukanlah bagian penting dalam keluarga itu.
Bahkan saat Nino mengajak Alea menghampiri keluarga Dinata, dengan segera ditolak gadis itu. Dia belum sanggup bertatap muka dengan keluarga besar suaminya pada acara terbuka seperti tadi. Sehingga membuat gadis itu lebih memilih untuk menghindar. Apalagi keberadaan suaminya tidak pernah sedikitpun tertangkap oleh ekor matanya.
Sebuah ketukan di pintu kamar membuat Alea tersadar dari lamunannya. Bergegas ia membukakan pintu, melihat siapa yang datang selarut ini.
"Permisi Nona, apa betul ini kamarnya tuan Ravka?" Tanya seorang pria yang tampak familier di mata Alea.
"Iya betul. Ada apa?" Tanya Alea sembari menyipitkan mata memperhatikan pria dihadapannya. Ia mencoba mengorek memori di kepalanya untuk mencari tahu dimana ia mengenal pria tersebut.
"Saya datang kesini hanya ingin menyerahkan ini saja," Ucap Pemuda itu sembari menyerahkan sebuah kotak beludru berwarna hitam.
Hati Alea tersentak ketika melihat kotak beludru itu. Pikirannya melayang pada lelang sebuah kalung berlian yang menarik perhatiannya. sebuah kalung dengan design simple namun tampak elegan.
Membuat Alea tersadar dimana ia melihat laki-laki ini. Ia adalah orang yang tampak menggebu memenangkan lelang sebuah kalung berlian pada acara lelang amal tadi. Setiap ada yang menawar lebih tinggi selalu saja di lawannya dengan harga diatasnya. Belasan miliar rupiah akhirnya harus pria ini keluarkan hanya untuk harga sebuah kalung. Tidak pernah terbayangkan dalam benak gadis itu, bisa melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri betapa cantiknya perhiasan berharga fantaatis tersebut.
"Ini milik Mas Ravka?" Tanya Alea ragu.
"Iya Nona. Tuan Ravka meminta saya menawar kalung ini. Dan setelah itu ia meminta saya mengantarkan ke kamar ini. Hanya saja, sedari tadi saya mencoba menghubungi Tuan Ravka, tapi tidak tersambung. Jadi saya inisiatif untuk datang langsung kemari," Jawab pemuda itu seraya menyerahkan kotak beludru itu kepada Alea.
"Oh iya, terimakasih Mas. Nanti akan saya sampaikan kepada Mas Ravka," Ucap Alea masih tak lepas dengan senyum ramahnya.
"Kalau begitu saya permisi Nona" Ucap Pria itu kemudian berlalu dari hadapan Alea. Meninggalkan gadis itu dengan sejuta tanya di dalam kepala.
Setelah menutup pintu kamar, Alea sempat mengintip isi kotak beludru tersebut sebelum meletakkannya pada sebuah nakas di samping tempat tidur.
Benar saja sebuah kalung berlian sebesar tiga puluh karat berwarna coklat kekuningan berada di dalam kotak itu.
Jadi Mas Ravka yang beli kalung ini? Untuk siapa dia membeli kakung seindah dan semewah ini? - Benak Alea tidak berhenti menyakan hal itu. Meskipun ia menyadari bahwa ia tidak perlu memikirkan hal tersebut. Karena yang terpenting adalah bagaiman ia bisa memenangkan hati suaminya. Sebelum hal itu terjadi, ia sama sekali tidak boleh memberikan ruang bagi hatinya untuk merasakan sakit atas apapun yang dilakukan oleh Ravka.
Sebuah suara ketukan pintu lagi-lagi mengagetkan Alea. Memikirkan siapa lagi orang yang mengunjunginya selarut ini. Sempat berharap bahwa itu adalah suaminya. Namun ia tepis pikiran tersebut. Karena kalau Ravka yang datang, pria itu tidak akan mengetuk pintu. Ia memiliki kunci cadangan yang dibawa.
"Loh, Nino? Ada apa malam-malam kesini?" Tanya Alea heran saat melihat orang yang sedang berdiri di depan pintu kamar dengan wajah terperangah.
"Kenapa Lu ada disini?" Tanya Nino tidak bisa menutupi keheranannya akan keberadaan Alea di kamar atasannya.
"Yah kan ini kamar aku. Kamu ngapain kesini?"
"Kamar elu? Bukannya ini kamar Si Boss?"
"Iya ini kamar aku sama Mas Ravka. Kalau mau cari Mas Ravka dia belum balik. Habis mengganti pakaian setelah acara dia pergi lagi, dan belum balik sampai sekarang," Ucap Alea menebak tujuan Nino mendatangi kamarnya karena tak kunjung mendapat jawaban dari Nino atas pertanyaannya.
"Kamu kok bisa satu kamar sama Ravka?" Tanya Nino lagi tidak menggubris perkataan Alea.
"Iya bisalah. Kalau enggak, mana mungkin aku bisa ada disini. Udah buruan, kamu mau ngapain? Udah malem, aku mau istirahat," Ucap Alea mulai tidak sabaran.
"Gue kesini disuruh Si Boss ambil kotak berisi kalung berlian yang tadi dilelang," Jawab Nino perlahan. Kepalanya masih memutar pertanyaan yang berkelabat meminta jawaban.
"Ooh, tunggu sebentar," Ucap Alea beranjak ke dalam kamar.
Sementara di depan pintu kamar, Nino merangkai berbagai skenario mengenai keberadaan Alea di kamar ini.
Tapi bukankah Alea memang diminta oleh Bu Dilla buat mendekati Ravka? Dia juga tadi yang ngasih kunci kamar. Tapi masa iya, sampe disuruh sekamar segala kalau ga ada apa-apa diantara mereka? - Nino bergumam dalam hatinya.
Dia sangat menyadari bahwa rasanya tidak mungkin gadis itu berusaha merayu Ravka dengan cara-cara murahan. Akan tetapi terasa aneh juga bila Orang tua Ravka yang justru mendorong gadis itu berbuat nekad. Mengingat bagaimana orang tua Ravka memegang prinsip teguh dalam ajaran agama, sehingga tidak mungkin mereka akan menjerumuskan anaknya dalam lembah dosa.
"Nih," Seru Alea seraya menyerahkan kotak beludru hitam ke tangan Nino, mengembalikan kesadaran pemuda itu kepada kenyataan. "Ada lagi?"
"Lu ada hubungan apa sih sama Ravka?" Sambar Nino cepat tidak bisa menahan rasa penasarannya.
"Tanya langsung sama Mas Ravka deh. Males aku, kamu nanya itu mulu,"
"Yah habis gue belum dapet jawabannya kan,"
"Udah ga penting," Timpal Alea sebelum Nino kembali melayangkan pertanyaan terkait hubungannya denga Ravka. "Oia, ini beneran Mas Ravka yang beli?" Tanya Alea kepada Nino menanyakan hal yang mengusik pikirannya sejak tadi kepada Nino.
"Ya iya, Ravka yang beli. Emang kenapa?"
"Gapapa. Dia beli kalung semahal ini buat siapa?"
"Buat hadiah katanya,"
"Hadiah semahal ini?" Tanya Alea tidak percaya.
Alea memang bukanlah orang yang memiliki lingkaran pergaulan kelas atas, hingga membuat dia tidak mengetahui bahwa kakek suaminya memasuki jajaran sepuluh orang terkaya di Asia. Tentu saja kekayan yang dimiliki keluarga suaminya itu tidak akan habis tujuh turunan meski anak cucunya hidup dengan berfoya-foya.
Bahkan mungkin saja bisa membuat gadis itu pingsan melihat digit angka simpanan beserta aset yang dimiliki keluarga suaminya. Sehingga tidak heran kalau Ravka seperti sudah terbiasa menggelontorkan angka fantastis dari dalam sakunya. Apalagi ia juga memegang jabatan penting di perusahaan raksasa seperti Dinata Group.
"Ini mah belum seberapa kali buat Ravka. Emang lu ga gau tau apa? Kalu duitnya Ravka itu ga ada serinya?" Ucap Nino semakin membuat Alea terperangah.
sebenarnya kata2 yg diucapkan ravka yg seperti ini sudah jatuh talak satu loh thor iya ngak sih kalau dlm agama? karna dia mengatakan melepaskan?
mana udah dibelikan kalung milyaran sm ravka
alex sm ravka bisa di bodoin uler