NovelToon NovelToon
Tuan Muda Kami, Damien Ace

Tuan Muda Kami, Damien Ace

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / Romansa / Persaingan Mafia
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ferdi Yasa

Mereka bilang, Malaikat ada di antara kita.

Mereka bilang, esok tak pernah dijanjikan.

Aku telah dihancurkan dan dipukuli, tapi aku takkan pernah mati.

Semua darah yang aku tumpahkan, dibunuh dan dibangkitkan, aku akan tetap maju.

Aku telah kembali dari kematian, dari lubang keterpurukan dan keputusasaan.

Kunci aku dalam labirin.

Kurung aku di dalam sangkar.

Lakukan apa saja yang kalian inginkan, karena aku takkan pernah mati!

Aku dilahirkan dan dibesarkan untuk ini.

Aku akan kembali dan membawa bencana terbesar untuk kalian.

- Damien Ace -

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ferdi Yasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 Tidak Akan Mengganggu Kalian Lagi

Lost Night Bar.

Noah sudah ada di sini sejak sore sesuai atas kemauan Darren. Pria itu yang mengundangnya ke bar sore tadi, berkata kalau ada sesuatu yang ingin dia bicarakan.

Dia pikir itu mengenai apa, ternyata selama hampir setengah jam Darren hanya mengeluh mengenai Leana saja.

“Pantas dia tidak mau. Dia akan berpikir jika kau hanya mendekatinya karena kau yang tidak sabar kawin saja.” Noah menghentikan ucapan Darren dengan kesimpulan yang cepat.

“Ya memang. Maksudnya, ya, memang awalnya seperti itu, tapi semakin ke sini aku memang serius ingin mendapatkannya.” Darren menghembuskan napas lelah. “Aku sudah terang-terangan mendekatinya, memberikan dia bunga, mengajak dia makan malam, tapi dia tetap saja menolakku.”

“Sudah mengatakan kalau kau mencintainya?” Kedua alis Noah naik menatapnya.

“Itu … ayolah, apakah itu harus? Bukankah tanpa mengatakannya seharusnya dia sudah tahu itu?”

“Leana itu wanita, normal. Dia bukan cenayang yang bisa membaca pikiranmu. Pantas saja dia seperti menjaga jarak denganmu. Dia pasti berpikir kalau kau hanya ingin menikahinya saja tanpa mencintainya.”

“Jadi … aku harus mengatakan itu?”

Noah mendengus, “Menurutmu?”

“Bagaimana caranya?”

Noah menghela napas lagi, mengambil minumannya dan meneguknya sekali.

Jika saja Darren bukan temannya sejak lama, pasti dia sudah mendorong kepala pria ini ke tembok sekeras mungkin. Mungkin saja otaknya sudah bergeser.

Bagaimana ada seorang pria sebodoh ini dalam masalah percintaan? Bukankah para lelaki selalu memiliki insting sendiri dalam menghadapi wanita? Bahkan bagaimana cara mengatakan cinta saja harus dia pertanyakan.

“Katakan saja, ‘Leana, aku mencintamu’, apa yang susah?”

“Jika itu saja, kenapa aku harus bertanya padamu?”

“Lalu kenapa kau bertanya padaku?”

“Shit! Kau mempermainkanku? Kenapa kau pelit sekali? Kau sudah mendapatkan Eve dan Celline sekaligus, tapi kau bahkan tidak mau memberitahuku apa pun mengenai itu.” Darren mendengus kesal.

Tapi Noah menjawab dengan lebih datar, “Aku gagal dalam menjadi seorang pria di masa lalu. Apa kau mau mengikutiku juga?”

“Tapi kau sudah mendapatkan Celline lagi sekarang. Katakan padaku, bagaimana kalian bisa bersama lagi? Setidaknya ceritakan padaku sesuatu yang indah-indah.”

“Kau tahu, Darren? Aku benar-benar ingin membuka isi kepalamu sekarang. Apa hal sesederhana itu saja tidak bisa kau pikirkan sendiri? Apakah selama ini kau tidak pernah mendekati seorang wanita?”

“Pernah,” jawab Darren santai. “Aku pernah mendekati seorang wanita, tetapi dia justru menikah denganmu.”

Noah terdiam sesaat. Pikirannya perlahan bergulir kembali ke masa lalu.

Dulu, memang dia yang menikahi Eve—namun juga dia yang paling banyak menyakitinya. Akhirnya, pernikahan mereka berakhir dengan perceraian.

Sekarang, Eve telah menjalani kehidupan yang lebih baik bersama Alex, bahkan telah memiliki dua anak sekaligus. Hal itu luar biasa bagi Noah, dan ia menerima kenyataan tersebut dengan tulus.

Noah menggeleng pelan, mencoba mengembalikan fokus pembicaraan.

“Baiklah, lupakan hal itu. Kita sedang membahas Leana, bukan Eve. Jika Leana benar-benar tidak ingin kau dekati, maka satu-satunya cara hanyalah … beri dia alkohol.”

“Alkohol? Yang benar saja!” Mata Darren membulat, menatapnya tidak percaya.

“Sedikit alkohol dapat menimbulkan kekacauan,” sahut Noah dengan senyum tipis—seolah sedang menantang.

Darren masih mencerna ucapan itu, lalu wajahnya berubah kesal. “Brengsek! Tidak. Aku tidak akan melakukan hal semacam itu untuk mendapatkannya.”

“Bukankah itu cara yang lebih mudah?” balas Noah datar. “Satu malam yang keliru dapat mengubah segalanya. Jika dia hamil, dia tidak akan memiliki pilihan selain menikahimu.”

“Diam!” seru Darren, melempar kacang tepat ke arah wajah Noah. “Semakin banyak kau berbicara, semakin aku ingin menyumpal mulutmu.”

“Kau sendiri yang meminta saran, dan aku memberimu solusi yang paling cepat sekaligus menyenangkan,” balas Noah santai. “Lagipula, di zaman sekarang, mana ada pria yang masih bertanya bagaimana cara mendekati wanita? Remaja sekolah menengah pun sudah tahu lebih banyak darimu, dan kau masih saja berdiskusi dengan pria lain.”

“Teruskan saja meledekku! Aku akan memasukkan seluruh tagihan minumanmu ke dalam daftar pembayaran,” ancam Darren jengkel.

“Kau pikir aku peduli?” Noah menaikkan alisnya acuh tak acuh.

“Ck, kau ini benar-benar ….” Darren hendak melempar segenggam kacang lagi, namun Noah lebih dulu menahannya dengan satu gerakan tangan.

“Tunggu,” ucap Noah pelan, seraya mengambil ponselnya. Sebuah notifikasi baru muncul di layar—pesan dari Nic.

Ekspresi Noah perlahan berubah.

“Ada apa?” tanya Darren, menangkap perubahan itu.

“Nic ingin bertemu denganku,” jawab Noah singkat. “Nomor berapa ruang VIP ini?”

“Sepuluh. Kenapa? Sepertinya hal itu cukup serius,” sahut Darren, menatapnya penuh tanya.

“Aku juga ingin tahu tentang itu.”

Namun, satu jam setelah Nic mengirim pesan, pria itu tidak juga muncul. Noah dan Darren sudah mulai kehilangan kesabaran.

Lebih dari satu jam berlalu, barulah pintu ruangan mereka terbuka. Nic muncul di ambang pintu dengan ekspresi serius.

“Kau di sini juga, Darren?” tanyanya setelah duduk di sisi Noah, di atas sofa panjang.

“Tentu saja. Ini barku,” jawab Darren ringan.

Ah, Nic hampir melupakan hal itu.

“Apa aku perlu pergi?” lanjut Darren santai. “Tapi sebenarnya, aku juga tidak berniat melakukannya.” Ia malah bersandar lebih dalam, menyilangkan kaki, seolah menikmati posisinya.

Noah meliriknya kesal, kemudian menatap Nic dengan nada lebih serius. “Ada apa?”

Nic menautkan jemarinya di depan meja, suaranya tegas. “Apa kau tahu bahwa Celline kembali berhubungan dengan Laura?”

“Ya, aku tahu,” jawab Noah tenang.

Nic mengerutkan dahi. “Lalu mengapa kau membiarkannya? Apa kau sudah lupa apa yang dilakukan wanita gila itu di masa lalu?” Suaranya meninggi, dipenuhi emosi yang tertahan.

“Tunggu sebentar,” sela Darren, memandang mereka bergantian. “Laura … siapa Laura itu?”

Ia tampak berusaha mengingat. Nama itu terdengar tidak asing, namun ingatannya terasa kabur.

“Laura Owen,” jawab Noah datar. “Adik William. Kau tidak mungkin melupakan nama itu, bukan?”

Nama itu membuat Darren seketika terdiam.

William. Bagaimana mungkin ia melupakan nama tersebut?

Dialah yang dulu membebaskan William dari penjara, lalu mengirim pria itu untuk membunuh ibu kandung Alex.

Setelah misi itu berhasil, Alex mengejar William dan menghabisinya di pelabuhan, tepat sebelum pria itu sempat melarikan diri.

Ah, ya—ia mengingat semuanya sekarang. Ia mengingat Laura, dan juga dirinya sendiri … seorang pria b4jingan yang penuh dosa di masa lalu.

Laura, yang pernah menjadi svbmissive Alex, begitu terikat dan bergantung padanya hingga akhirnya kehilangan kewarasan.

Dan karena itu, Darren-lah yang memberi William kesempatan membalas dendam atas adiknya, membuka rantai permusuhan yang mengerikan di antara mereka.

Darren memejamkan mata sesaat. Tatapannya menajam, namun di baliknya, perasaan bersalah sebesar gunung kembali menghantam dadanya.

Meski kini hubungannya dengan Alex dan Eve telah membaik, rasa bersalah dari masa lalu itu tetap menghantuinya—tak pernah benar-benar hilang, hanya mengendap di tempat yang paling gelap dari hatinya.

“Jika kau masih mengingat apa yang pernah dilakukan Laura—hampir membakar Eve hidup-hidup—kenapa kau membiarkan Celline menemuinya?” Nada suara Nic terdengar tajam, menuntut jawaban yang masuk akal dari Noah.

Laura. Ya, bagaimana mungkin Noah bisa melupakan kejadian itu? Wanita itu sudah mengguyur tubuh Eve dengan bensin. Jika waktu sedikit lebih lambat, Eve mungkin sudah mati terbakar.

Noah menarik napas panjang sebelum menjawab pelan, “Nic, aku tidak sampai hati saat melihat dia memohon. Aku pikir ... dia hanya benar-benar ingin tahu tentang keponakannya—Eldy. Siang tadi dia datang ke rumah. Kau tahu, ibuku menggantung banyak foto Eldy di ruang tamu—sejak dia bayi sampai dia besar. Laura menangis, Nic. Dia bilang dia merindukan kakaknya, dan melihat wajah kakaknya di wajah Eldy.”

Noah menunduk sejenak, suaranya melembut. “Sebenarnya aku ingin mengatakan kalau Eldy sudah meninggal. Tapi dia tidak berhenti menangis. Celline juga tidak tega. Jadi kami memutuskan untuk memberitahu semuanya pelan-pelan setelah dia tenang. Celline membawanya makan malam tadi, dan berencana mengatakan yang sebenarnya. Lalu—”

“Lalu kami bertemu dengannya di restoran.” Nic memotong cepat. “Kau sadar apa artinya itu, Noah? Bagaimana kalau dia tahu bahwa jantung Eldy ada di tubuh Damien?”

“Nic, aku sudah memperhitungkannya,” jawab Noah segera. “Aku dan Celline sepakat untuk tidak membicarakan bagian itu pada Laura.”

“Kau yakin Celline bisa menjaga rahasia sebesar itu?” Suara Darren memotong di antara mereka, berat dan dingin.

Darren sebenarnya sudah berusaha melupakan masa lalu—terutama kejadian saat Celline hampir membuatnya meregang nyawa. Tapi kenangan itu tetap menempel, seperti luka yang belum benar-benar sembuh.

Bagaimana kalau semuanya terulang lagi?

Noah mengangkat wajahnya, memandang mereka dengan serius. “Aku mengenal Celline lebih baik dari kalian semua,” katanya tegas. “Ya, aku tahu masa lalu kami dan bagaimana keterlibatannya dulu. Aku juga bukan orang baik, tapi aku percaya dia sudah berubah. Celline hanya bersimpati pada Laura. Katanya, melihat Laura menangis mengingatkannya pada dirinya sendiri. Kami tidak bisa sepenuhnya melarang Laura, tapi kami masih bisa mengatur agar dia tidak tahu terlalu jauh.”

Nic menghela napas panjang, tapi keraguan tetap menggantung di matanya.

Laura bukan wanita yang mudah ditebak. Dia telah menyaksikan Alex membunuh William dengan matanya sendiri. Mustahil dia tidak menyimpan dendam pada Alex dan Eve.

Dan Laura pernah terobsesi ingin melenyapkan Eve dari muka bumi.

Jika sekarang Laura tahu Eldy telah tiada—dan jantung keponakannya berdenyut di tubuh Damien—siapa yang bisa menjamin apa yang akan dia lakukan?

Tiba-tiba Nic seperti teringat sesuatu. Tatapannya menajam, berpindah dari Noah ke Darren.

“Tunggu—bagaimana Laura bisa bebas dari penjara? Bukankah terakhir kali Alex sendiri yang mengirimnya ke sana?”

“Itu katanya karena saudaranya,” jawab Noah pelan. “Laura bilang dia bebas bersyarat.”

Nada suaranya terdengar berat, seperti ia sendiri tidak sepenuhnya yakin dengan kata-katanya.

Nic menggeleng pelan, wajahnya mengeras. “Laura bisa melakukan apa pun untuk mencapai tujuannya. Aku tidak bisa membiarkan ini begitu saja tanpa memberi tahu Alex. Jika Alex memutuskan untuk bertindak dan memaksa Laura pergi dari kota ini, aku harap Celline tidak mencoba menghentikannya. Sekalipun Laura tampak sudah sembuh, keberadaannya tetap berbahaya—apalagi jika dia tahu tentang transplantasi jantung Damien.”

Noah mengangguk mantap. “Aku mengerti. Aku tahu Celline hanya berusaha menjelaskan tentang kematian Eldy. Dia tidak bermaksud menahan Laura di sini, apalagi membongkar masalah itu.”

Nic menatapnya sebentar, lalu menghela napas. “Baiklah. Aku harap kau benar.”

Setelah memastikan jawabannya, Nic berbalik dan meninggalkan tempat itu.

Begitu pintu tertutup, Darren menatap Noah dalam diam sebelum berkata pelan, “Nic tidak salah. Kita tidak bisa membiarkan Laura tetap di sini. Sekalipun dia terlihat tenang, dia masih punya alasan kuat untuk melakukan hal-hal gila lagi. Mungkin memang lebih baik kalau dia jauh dari Damien.”

Noah menatap kosong ke arah meja di hadapannya, lalu mengangguk perlahan. “Aku tahu, Darren. Kau lupa, aku yang merawat Damien dan Daisy sejak mereka bayi. Mereka sudah seperti anakku sendiri. Tidak akan kubiarkan siapa pun—termasuk Laura—mengancam mereka.”

Ia meraih gelas di depannya, meneguk habis isinya dalam satu gerakan. “Aku harus pulang. Aku ingin memastikan semuanya baik-baik saja.”

Begitu keluar dari tempat itu, pikirannya tak bisa tenang. Nama Laura terus berputar di kepalanya.

Saat memasuki jalan menuju rumahnya, ia menambah kecepatan. Rasa cemas membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

Sesampainya di halaman rumah, langkahnya langsung melambat. Dari arah pintu, seseorang keluar—Laura.

Wajah wanita itu sembab, matanya bengkak seperti seseorang yang sudah menangis berhari-hari.

Tatapan mereka bertemu, dan untuk sesaat, Noah merasa ada sesuatu yang salah.

Ada dua kilatan aneh di mata wanita itu—seperti bara kecil yang sedang berusaha padam, tapi nyalanya justru semakin kuat.

Namun dalam sekejap, Laura tersenyum lembut dan membungkuk. “Terima kasih sudah merawat Eldy dengan baik selama ini,” katanya lirih. “Aku sudah mendengar semuanya … dan aku tidak akan mengganggu kalian lagi. Aku akan pergi dari sini.”

***

1
Dheta Berna Dheta Dheta
😭😭😭😭
Idatul_munar
Gimana ayah nya tu..
Arbaati
hadir Thor...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!