NovelToon NovelToon
Peluang Pulih

Peluang Pulih

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Misteri / Romansa Fantasi / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:631
Nilai: 5
Nama Author: jvvasawa

"Hai, aku gadis matematika, begitu Sora memanggilku."

Apa perkenalan diriku sudah bagus? Kata Klara, bicara seperti itu akan menarik perhatian.

Yah, selama kalian di sini, aku akan temani waktu membaca kalian dengan menceritakan kehidupanku yang ... yang sepertinya menarik.

Tentang bagaimana duniaku yang tak biasa - yang isinya beragam macam manusia dengan berbagai kelebihan tak masuk akal.

Tentang bagaimana keadaan sekolahku yang dramatis bagai dalam seri drama remaja.


Oh, jangan salah mengira, ini bukan sekedar cerita klise percintaan murid SMA!

Siapa juga yang akan menyangka kekuatan mulia milik laki-laki yang aku temui untuk kedua kalinya, yang mana ternyata orang itu merusak kesan pertamaku saat bertemu dengannya dulu, akan berujung mengancam pendidikan dan masa depanku? Lebih dari itu, mengancam nyawa!


Pokoknya, ini jauh dari yang kalian bayangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jvvasawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 3 | DIA

Harap bijaksana dalam membaca, karya ini hanya lah fiksi belaka, sebagai hiburan, dan tidak untuk ditiru. Cukup ambil pesan yang baik, lalu tinggalkan mudaratnya. Mohon maaf atas segala kekurangan, kecacatan, dan ketidaknyamanan, dan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas segala dukungan; like, vote, comment, share, dan sebagainya, Jwasawa sangat menghargainya! 💛

Selamat menikmati, para jiwa!

...

Orang ini, dia, kan?

"Kau – si gadis matematika yang pernah kutanyakan akun media sosialnya untuk 'berteman' itu, kan? Postinganmu sering lewat di berandaku. Apa kau masih ingat aku?"

Aku? Mengingatmu? Tentu saja! Aku bahkan baru memikirkanmu bulan lalu.

Aku masih terperangah.

Wah, tidak kusangka kita bertemu di sini, dan dia juga masih mengingatku!

Begitu otakku yang biasanya hanya diisi ribuan angka ini akhirnya sukarela memproses apa yang sedang terjadi, baru lah untaian-untaian dalam benakku saling terhubung, menangkap sinyal dengan jelas. Jadi, yang dari tadi bersamaku; mengangkutku, memapahku, menggendongku, membawaku kemari, itu dia?

Tanpa diperintah, mulutku terbuka dengan sendirinya, bentuk reaksi dari pikiranku sendiri. Telingaku pun tiba-tiba terasa panas, merambat sampai ke leherku. Orang yang menyerempet dan membuatku jatuh tadi, benar dia?

Orang yang menggendongku tadi ... dia?

Sebentar, sebentar, jantungku tiba-tiba berhenti berdetak. Jangan mati dulu, aku!

Kriing. Kriing.

Bel sekolah menginterupsi reuni singkat kami yang belum tuntas, mengirim kembali detak jantungku yang sempat kabur. Aku, dia, dan temanku, kami bertiga sontak mengedarkan pandangan, seakan wujud belnya dapat terlihat.

Benar juga, aku sampai lupa dengan eksistensi temanku yang sedari tadi juga ada di sini, gara-gara terhipnotis pesona dia. Kembali mengingat kejadian beberapa lalu itu membuatku refleks mendeham di tenggorokan, berusaha menahan pipiku agar tak terangkat sipu.

Imajinasiku buyar saat temanku tiba-tiba berdiri dari duduknya dan berganti meletakkan tasku, yang sedari tadi dia pangku, ke atas kursi.

"Sora, sudah bel. Kamu jadi ke kantor kepala sekolah?"

Kepalaku terangkat begitu mendengar kalimat tanya yang terlontar dari mulut temanku. Gerak mataku mengamati keduanya bergantian sampai pertanyaan itu ditanggapi dengan anggukan dari lawan bicaranya, si dia yang tadi membawaku ke ruang UKS.

Lalu, kekasih Bian ini melanjutkan ucapannya, "kalau begitu, ayo. Aku ke kelas dulu untuk minta izin guru, setelah itu aku antar kamu ke kantor," baru kemudian perhatian si perempuan bertubuh kecil terpusat kembali padaku.

"Nata, kamu tidak apa, kan, ditinggal sendiri dulu? Atau kamu masih ingin masuk kelas?"

Aku berpikir sejenak, sepertinya bukan keputusan yang baik untuk masuk kelas dengan kondisi seperti ini. Akan percuma jika nanti aku hanya mengeluh di kelas dan tidak bisa fokus belajar, apalagi kalau sampai teman-teman lain di kelas jadi terganggu karena rengekan kesakitanku.

Sebenarnya aku merasa tubuhku sedikit lebih baik dibanding ketika aku masih di TKP, tapi hanya sedikit. Jadi, kepalaku menggeleng sebagai jawaban untuk pertanyaan terakhir dari temanku, "aku di sini saja, deh, Cika. Badanku masih sangat sakit. Sepertinya aku belum sanggup jalan ke kelas."

"Biar aku gend—"

"Tidak!" Aku memotong cepat tawaran pelaku dermawan yang masih berdiri di dekat ranjang tempatku terbaring. "Tidak perlu, terima kasih. Aku di sini saja."

Di mana nalarnya, sampai berpikir menggendongku ke kelas sebagai ide yang bagus?

Yang benar saja?!

Aku tidak siap.

Laki-laki berseragam beda dari seragam sekolahku ini hanya bergeming. Dilihat dari kerutan di keningnya, sepertinya dia sedang menimbang-nimbang sesuatu dalam kepala.

Tak lama, ia meletakkan tangannya di salah satu bahuku, dengan anehnya dia berucap bagai membaca mantra, "semoga ini cukup untuk sementara, ya? Maaf, tadi pagi aku tidak sempat sarapan, jadi staminaku belum memadai. Nanti aku kembali lagi saat jam istirahat untuk bertanggung jawab."

Apanya yang cukup?

Lalu, memangnya kenapa kalau dia tidak sempat sarapan? Apa hubungannya denganku?

Dan, bagaimana dia akan bertanggung jawab?

"Kami pergi dulu, ya, Nat? Pagi ini pelajarannya Pak Ton, aku tidak mau dihukum," pamit Cika sambil bergegas meninggalkan ruangan bersama dia, laki-laki yang Cika sebut dengan nama Sora tadi, si manis bersuara lembut –TIDAK, BERHENTI, NATA! Sudah cukup membatinnya!

Aku menggeleng cepat mengusir bisikan hatiku, kemudian mengangguk untuk Cika walau orangnya sudah menghilang di balik pintu. Tidak ambil pusing, mengerti kalau memang Pak Ton itu salah satu guru disiplin yang tak kenal dispensasi di sekolah.

Sebentar, tadi Cika keluar sambil menyeret lengan si Sora itu dengan luwes, bukan kah itu tandanya mereka saling mengenal? Apa mereka sepasang kekasih?

Tidak, tidak mungkin.

Kedua ujung telunjukku mengetuk-ngetuk pelan tiap sisi pelipisku. Cika itu masih bersama Bian. Kalau mereka putus, rumornya pasti sudah tersebar ke mana-mana.

Kalau begitu, apa mereka dekat?

Lalu, seragam Sora, kan, bukan seragam dari sekolahku. Jelas aku kenal dengan seragam sekolah bergengsi dari kota sebelah itu. Bukan hanya seragamnya, aku bahkan mengenal orangnya! Jadi, kenapa dia ada di sini, menyebrangi kota? Apa ini berarti dia murid pindahan? Di sini? Di sekolah ini? Sungguh?!

Ah, memikirkannya membuat kepalaku pusing. Sepertinya aku minta dijemput papa saja, aku tidak yakin tubuhku akan bisa bertahan dan pulih secepat itu untuk bisa menghadiri satu pun mata pelajaran yang berjadwal hari ini. Nanti akan kupikirkan lagi soal dia setelah istirahat di kamar.

Tanpa membuang lebih banyak waktu, aku lekas mendudukkan diriku dan mengulurkan tangan, dengan santai merogoh ke dalam tasku untuk mencari letak ponsel yang aku simpan di sana.

Eh?

Ngomong-ngomong, tadi aku sempat bilang kalau aku merasa sedikit lebih baik daripada awal kecelakaan, kan? Sebenarnya, sejak aku mulai dipapah tadi, aku merasa sakitku berkurang sedikit demi sedikit, apa termakan waktu?

Anehnya, sekarang tubuhku bahkan jauh lebih baik lagi dari saat pertama kali berbaring di ranjang UKS ini. Aku juga baru sadar, rupanya nyeri di perutku akibat menstruasi turut lenyap. Sungguh ajaib.

Pasti Tuhan sedang berbaik hati padaku.

Kalau begini, apa aku masuk kelas saja? Sepertinya sekarang aku mampu.

Baiklah, akan kucoba.

Aku mulai dari menjulurkan kakiku ke pinggir ranjang; menggantung ke bawah, hampir menyentuh lantai. Lalu, aku tapakkan kaki, dan perlahan kuangkat bokongku dari ranjang, dengan hati-hati berdiri.

Meski sesekali tubuhku masih menghantar ngilu, tapi aku sudah sangat mampu berjalan dan menjinjing tasku. Langkah awal yang cukup baik!

Cengiran mengembang terhias di wajahku, lega sekali karena ternyata rasa sakit akibat jatuhnya hanya bersifat sementara, menyisakan sedikit nyeri saja. Mungkin tadi tubuhku cuma kaget? Buktinya, sekarang aku bisa berjalan keluar ruangan dan menuju ke ruang kelasku. Hore, aku pulih!

Tok. Tok.

"Ya? Silahkan masuk."

Pintu kelas kubuka perlahan begitu mendapat persetujuan masuk, dilanjut dengan sapaan sopanku pada guru yang sedang berhenti mengajar sejak aku mengetuk pintu, "permisi, Miss."

"Loh, Natarin? Bukannya kamu sakit?" Guru Bahasa Inggris yang masih berdiri di depan kelasku itu menyambut kedatanganku dengan tanda tanya ketika beliau menoleh. "Tadi, kata Bu Tuti, kamu jatuh cukup parah, iya?"

Aku membungkuk ringan sebelum memberi respon, "iya, Miss Da, tapi sekarang sudah mendingan, jadi sepertinya saya bisa ikut pelajaran. Apa saya masih boleh masuk, Miss?"

Masih dengan raut kebingungan, Miss Da akhirnya mengangguk, memperbolehkan.

"Silahkan, silahkan duduk, tapi kalau nanti kamu tidak sanggup lagi, segera beritahu, ya? Saya izinkan istirahat. Jangan sampai memaksakan diri."

Aku ikut mengangguk sambil kembali membungkuk sopan, tak lupa mematri senyum.

"Terima kasih, Miss."

Setelah berkata demikian, aku bergegas duduk di bangku depan, tempatku biasa duduk, bersamaan dengan Miss Da yang kembali menjelaskan tulisannya di papan tulis.

Jarum jam terus berputar, waktu terus berjalan, dan mata pelajaran sudah dua kali berganti. Begitu tiba waktunya istirahat, aku lekas melemaskan otot-ototku, duduk merosot di kursi dengan hembusan napas yang panjang.

Mataku terpejam nyaman. Syukur lah, dengan kondisi tubuhku yang tidak begitu sehat dan konsentrasi yang sedikit terganggu, aku masih sanggup menyimak penjelasan para guru, semampuku.

Selama pelajaran berlangsung, aku sempat beberapa kali menggerakkan tubuhku yang sekarang hanya tersisa pegal dan nyerinya, terutama di bagian belakang bahuku yang paling keras terbentur semen selokan.

Keadaanku sudah tidak seburuk awal kejadian.

"Nata, Nata! Jadi tadi benar, yang jatuh itu kamu? Kok bisa?"

Kinat menepuk-nepuk pelan bahu kananku, untung bukan di bagian bahu yang terluka. Baru saja aku akan membalikkan tubuh remukku ini, sebelum—

"NATA!"

*ASTAGA! *Tubuhku menjengkit kaget mendengar namaku tiba-tiba diteriakkan sebegitu menggelegarnya, sampai-sampai mataku ikut membelalak kaget.

Jangankan mata, bahkan jantungku juga ikut berdisko, berdegup-degup riuh. Sudah lah teriakannya bak gemuruh guntur, pintu kelas dibanting dengan keras pula! Mau tawuran atau bagaimana?!

"Apa Nata ada di kelas? Mana dia? Di mana perempuan itu?!"

"Klara!" aku memekik lantang, menyuarakan keterkejutanku.

...

Bersambung

1
Avocado Juice🥑🥑
Luar biasa kisahnya
Jwasawa | jvvasawa: Huhu terima kasih banyaak sudah luangin waktu membaca Peluang Pulih! 🥺💛
total 1 replies
Aishi OwO
Mantap, gak bisa berhenti baca
Jwasawa | jvvasawa: Waaaa terima kasih banyak! Semoga betah terus bacanyaa. /Whimper//Heart/
total 1 replies
Tsuyuri
Thor, tolong update secepatnya ya! Gak sabar nunggu!
Jwasawa | jvvasawa: Aaaa terima kasih banyak dukungannya! 🥺 akan aku usahakan! ♡♡
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!