Diusianya yang tak lagi muda, Sabrina terpaksa mengakhiri biduk rumah tangganya yang sudah terajut 20 tahun lebih lamanya.
Rangga tega bermain api, semenjak 1 tahun pernikahnya dengan Sabrina. Dari perselingkuhan itu, Rangga telah memiliki seorang putri cantik. Bahkan, kelahirannya hanya selisih 1 hari saja, dari kelahiran sang putra-Haikal.
"Tega sekali kamu Mas!" Sabrina meremat kuat kertas USG yang dia temukan dalam laci meja kerja suaminya.
Merasa lelah, Sabrina akhirnya memilih mundur.
Hingga takdir membawa Sabrina bertemu sosok Rayhan Pambudi, pria matang berusia 48 tahun.
"Aku hanya ingin melihat Papah bahagia, Haikal! Maafkan aku." Irene Pambudi.
..........................
"Tidak ada gairah lagi bagi Mamah, untuk menjalin sebuah hubungan!" Sabrina mengusap tangan putranya.
Apa yang akan terjadi dalam kehidupan Sabrina selanjutnya? Akankah dia mengalah, atau takdir memilihkan jalannya sendiri?
follow ig @Septi.Sari21
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3
Hati Rangga berdesir, seakan merasa asing dengan istrinya sendiri. Senyuman, sikap manja, wajah ceria ... Dimana semua itu? Rangga semakin mendekatkan tubuhnya, mencoba menggapai tangan Brina. Wajah yang semula cemas, kini berubah menjadi ketakutan.
"Dek ... Kamu nggak kenapa-kenapa, kan? Apa ada masalah yang aku lakukan dibelakangmu-"
Eghemmm!!
"Permisi ...." ucap wanita asing tadi, setelah berdehem, sehingga membuat fokus Rangga dan juga Brina teralihkan.
Begitu Rangga menoleh, dia mendadak kalut, seakan sedang dihadapkan pilihan berat, hingga membuat jantungnya berdegup dua kali lebih cepat.
Brina sedikit memicing, namun wajahnya terlihat tenang, serta pikiran positif masih membersamai dirinya.
"Pak Rangga, bisa kita bicara sebentar? Ada sesuatu yang ingin saya katakan!" pungkas wanita asing tadi, menampakan senyum paksa, mencoba bersikap elegant.
Rangga spontan terlihat bingung. Dia menatap istrinya sekilas, lalu menatap kembali wanita didepannya. Pikirannya mendadak down, hingga menjawab saja dia sampai kehabisan kata-kata.
Baru saja dia akan membuka suara, wanita tadi langsung menyela, "Mari, Pak Rangga-"
"Sepertinya Anda dapat membicarakannya disini. Saya istrinya Pak Rangga! Jadi saya tidak masalah, jika itu menyangkut masalah pekerjaan!" tekan Brina, hingga membuat langkah keduannya menggantung.
Wanita asing tadi yang sudah terlanjur menoleh, terpaksa kembali mengurungkan niatnya untuk pergi dari hadapan Brina, mengingat dia tau siapa lawan bicaranya kini.
"Anda dapat duduk disini, karena kantor suami saya cukup mewah menyediakan fasilitasnya terhadap TAMU! Jadi, silahkan duduk saja!" tekan Brina kembali, agar wanita asing tadi dapat menghargai dirinya.
Rangga sedikit gugup, hingga dia hanya dapat mengiyakan ucapan istrinya saja, "Benar kata istri saya! Duduk saja disini, dan silahkan utarakan maksud kedatangan Anda kesini!"
Wanita asing tadi terpaksa mengikuti ucapan Brina, dan lansung menyetujui, untuk duduk ditempat Brina duduk. Karena di Lobi juga disediakan sofa lebar, yang digunakan untuk menyambut rekan bisnis datang.
"Perusahaan tempat saya bekerja, ingin mengirim proposal, agar dapat bekerja sama dengan perusahaan Anda, Pak Rangga!" seru wanita dewasa tadi, setelah mereka semua duduk.
Dan lagi, wanita asing itu terlihat merogoh sesuatu dari tasnya. Dan ternyata, dia mengambil sebuah kartu nama miliknya.
Aruna Dewi?
Degh!!!!
Spontan Jantung Brina berasa berhenti berdetak, begitu dia membaca kartu nama yang wanita asing tadi sodorkan diatas meja. Pandangan Brina semakin memanas, disaat wanita asing itu mengakui jika kartu nama itu miliknya. Dan sialnya, nama itu persis sekali dengan nama pemilik USG yang disimpan begitu lama oleh suaminya.
'Nggak, nggak mungkin! Takdir apa ini, Ya ALLAH ... nama itu, nama itu persis sekali dengan nama pemilik USG yang disimpan mas Rangga!'
Batin Brina menjerit kesakitan, karena dadanya kembali terasa sesak menerima kenyataan pahit didepan matanya langsung. Brina bukan orang yang kegabah begitu saja. Dia sudah menyiapkan strategi, merakitnya berlahan, hingga kapan waktunya, bom pasti akan meledak dengan sendirinya.
Brina sedikit mendongak, bagaimana pun dia harus menahan air matanya agar tidak jatuh saat ini juga.
Rasanya sakit sekali. Perih, seakan wanita asing tadi melemparkan belati tajam, dengan sikapnya saat ini.
"Anda bisa mempertimbangkan terlebih dahulu, pak Rangga. Jika memang berkenan ... Anda dapat menghubungi saya, sebagai sekertaris perusahaan Pigeon Group!" ujar wanita yang bernama Aruna tadi.
Setelah Rangga menyimpan kartu nama itu, dia baru menjawab, "Baik! Nanti saya akan hubungi Anda langsung."
Setelah itu Aruna bangkit, dan diikuti oleh Rangga dan juga Brina. "Saya permisi dulu, mari pak Rangga, bu Brina!"
Pandangan Brina melekat, disaat Rangga menjabat tangan wanita asing tadi. Sekilas, Aruna melempar tatap kepada Rangga, sekaan ada sesuatu yang ingin sekali ia ucapkan, namun terhalang oleh keberadaan Brina.
Merasa istrinya tidak nyaman, Rangga segera mengambil tanganya dengan cepat, dan langsung memutus pandangan wanita tadi.
Begitu wanita asing tadi ingin bersalaman dengan Brina, entah disengaja atau tidak, Brina malah menundukan setengah badan, sambil mengusap sepatu flatnya yang saat ini dia yakini terasa berdebu.
Tangan Aruna menggantung ditempat, hingga membuat dia menarik kembali tangannya. Wajahnya terlihat sedikit geram, merasa tidak berharga sama sekali dihadapan istri Rangga.
Brina menegakkan kembali badanya. "Tanganku kotor, banyak sekali debu jalanan yang menempel pada sepatuku! Dia seperti benalu, yang tanpa rasa malu singgah pada hidup orang lain. Pantas sekali mendapat julukan PARASIT!" tekan Brina, sambil mengibaskan kedua tangannya.
'Kurang ajar! Apa maksud ucapan istri Mas Rangga itu? Apa dia sudah tahu siapa diriku?' batin Aruna menggeram. Namun setelah itu dia mencoba memaksakan senyumnya.
"Memang, bu Brina. Hal itu memang kerap kali membuat kita tidak nyaman! Kalau begitu saya permisi," pamit Aruna bergegas pergi dari hadapan Rangga dan Sabrina.
'Aku tidak akan diam saja, Aruna! Aku akan mengungkap kebusukan kalian berdua, begitu tujuanku tercapai!' jerit batin Brina, dengan tatapan berkobar, saat mengikuti arah wanita asing tadi keluar.
"Dek ... Ayo, katanya mau makan siang bareng! Yuk," seru Rangga, mencoba menggapai tangan Brina. Namun sebelum itu, Brina lebih dulu mengambil tanganya.
Rangga sedikit mengernyit. Wajahnya meminta penjelasan, mengapa sikap istrinya mendadak aneh seperti saat ini. Apa yang terjadi dengan Sabrina nya?
"Aku harap, pendengaranmu cukup berfungsi, setelah tadi aku juga mengatakan pada rekan bisnismu!" kata Brina terdengar dingin, sambil mengangkat sebelah tangannya. "Tangaku sudah terlanjur kotor, berusang, bahkan kulit bersihku ternoda karena kesalahan sepatuku yang terkena DEBU JALANAN tadi! Dan hal ini tidak akan aku tularkan pada orang lain, karena dia pasti akan merasakan penyesalan, walaupun mulutnya terkunci rapat!" ucap Brina dengan suara yang sudah agak bergetar.
Entah mengerti atau tidak, Rangga hanya dapat diam, mencoba mencerna setiap kata yang terlontar dari mulut istrinya saat ini. Dia masih menatap bingung, namun hatinya tedengar berisik sekali.
"Sayang ... Apa ada yang salah dengan sikapku tadi-"
Brina malah menatap arloji ditangannya, "Jangan mengurangi waktu makan siangku! Karena aku tidak akan berselera makan, jika telat satu menit saja!" setelah mengatakan itu, Brina langsung melenggang keluar lebih dulu.
Antara menahan geram, dan menatap cemas, Rangga benar-benar dibuat terkejut dengan kejadian yang tak terduga siang ini. Merasa pusing, dia langsung bergegas menyusul istri tercintanya.
*
*
*
Haikal yang biasanya pukul 3 sudah pulang, kini mendapat extra tambahan, karena sebentar lagi sekolahannya akan mengadakan pertandingan Basket antar sekolah.
Haris, pria tampan yang memiliki postur tubuh hampir sama dengan sahabatnya~Haikal, kini juga baru saja keluar dari ruang ganti khusus anak basket. Namun, Haris memiliki sifat lebih dingin, dan tidak pernah peduli dengan sekitarnya. Sangat berbanding balik dengan sikap Haikal. Karena nama mereka yang memiliki inisial huruf depan sama, Haikal dan juga Haris membuat geng dengan sebutan ~H2 One~
Namun, keduanya tidak satu kelas. Haikal berada dikelas 12 A, sementara Haris berada diruang 12 B.
Dan kebetulan, Irene dan juga gengnya baru saja keluar dari kelas, berjalan keluar melewati ruang ganti anak basket. Dimana ada Irene, dan Eca ... Pasti dibelakangnya ada Mika, berjalan bersama sambil membawakan dua tas sahabat palsunya kini. Karena kepolosan Mika, hal itu dimanfaatkan oleh Irene, untuk mengerjai teman barunya itu.
Tapi sialnya, wajah Mika malah terlihat bahagia, tidak keberatan sama sekali.
...lanjut thor 💪🏼
di tunggu boncapnya thor lanjut.
lanjut thor💪🏼