Saat mencoba menerobos ke tingkat kekuatan tertinggi, Xiao Chen—Raja Para Dewa Kultivator—terhisap ke dalam celah dimensi dan terdampar di dunia asing yang hanya mengenal sihir dan pedang.
Di dunia yang nyaris hancur oleh konflik antar ras dan manusia yang menguasai segalanya, kekuatan kultivasi Xiao Chen bagaikan anomali… tak dapat diukur, tak bisa dibendung.
Ia terbangun dalam tubuh muda dan disambut oleh Elvira, elf terakhir yang percaya bahwa ia adalah sang Raja yang telah dinubuatkan.
Tanpa sihir, tanpa aturan, hanya dengan kekuatan kultivasinya, Xiao Chen perlahan membalikkan dunia ini—membangun harapan baru, mencetak murid-murid dari nol, dan menginjak lima keturunan manusia terkuat bagaikan semut.
Tapi saat kekuatan sejati menggetarkan langit dan bumi, satu pertanyaan muncul:
Apakah dunia ini siap menerima seorang Dewa... dari dunia lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GEELANG, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 – Anak-anak yang Gagal Tapi Bersinar
Langit pagi itu mendung. Awan menggantung berat, seperti menahan hujan yang tak jadi turun.
Di tengah jalanan berdebu di perbatasan barat Kerajaan Eltaria, seorang pemuda berambut hitam dan bermata tajam berjalan sendirian. Pakaiannya sederhana, ransel kayu tergantung di punggungnya, dan sehelai jubah tua membungkus tubuhnya.
Tak ada yang menyangka, bocah yang terlihat seperti petualang pemula ini… adalah Raja Para Dewa Kultivator dari dunia lain.
Xiao Chen menghela napas panjang, memandangi gerbang kota besar di hadapannya.
“Kalau Elvira benar, maka ini satu-satunya kota besar sebelum Ibu Kota. Dan ini… tempat Guild Petualang berada.”
Ia masuk tanpa masalah, menyembunyikan auranya sepenuhnya. Di dunia ini, manusia hanya bisa merasakan mana. Dan Xiao Chen tak punya mana. Yang mengalir dalam dirinya adalah energi spiritual, jauh lebih tinggi dan tak terdeteksi siapa pun.
Ia memasuki pusat kota, matanya menatap papan nama besar:
GUILD PETUALANG – CABANG KOTA ZHERA
Suasananya hiruk pikuk. Puluhan petualang keluar masuk. Ada yang penuh luka, ada yang tertawa dengan kantong emas tergantung di pinggang.
Xiao Chen langsung menarik perhatian begitu masuk.
“Eh? Anak kecil?”
“Siapa yang bawa anaknya ke sini?”
“Hahaha! Mau jual jamur? Atau nyari ibu?”
Tawa menggelegar. Tapi Xiao Chen tak bereaksi. Ia berjalan langsung ke meja pendaftaran.
Petugas perempuan—seorang wanita muda bermata emas dan rambut merah api—menatapnya dengan alis terangkat.
“Ini guild petualang, bukan tempat penitipan anak.”
Xiao Chen meletakkan satu koin perak.
“Aku ingin mendaftar.”
Si wanita tertawa kecil, tetapi melihat tatapan Xiao Chen yang tenang, senyum di bibirnya perlahan memudar.
“…Serius?”
“Ya.”
Ia mendesah, lalu menyerahkan formulir.
“Baiklah, aturan guild jelas. Semua calon petualang baru harus mengikuti tes peringkat. Kamu akan dikirim ke dungeon kelas rendah dan harus membunuh minimal satu monster. Jika gagal, kamu dilarang mencoba lagi selama sebulan.”
Xiao Chen hanya mengangguk. Tak ada rasa takut. Bahkan matanya nyaris bosan.
Setengah Hari Kemudian – Dalam Dungeon
Dungeon itu sepi. Gelap. Bau lembap menyelimuti lorong batu yang sempit.
Xiao Chen berjalan sendirian, tangan di balik jubah. Tak membawa pedang, tongkat, atau alat sihir.
Dari kejauhan, ia melihat monster pertama: seekor serigala bayangan. Kelas F. Cepat, lincah, dan biasanya menyerang berkelompok.
Monster itu melompat, taringnya terbuka lebar.
Tapi dalam sekejap…
ZRAAK!!
Angin berdesir. Tanpa menyentuh, tubuh serigala itu terbelah dua dan terhempas ke dinding.
Xiao Chen berdiri tenang, tak berubah posisi sedikit pun.
“Sudah cukup?”
Ia memutar tubuh, lalu berjalan kembali ke pintu keluar dungeon. Total waktu: dua menit.
Kembali ke Guild
“APA?! CUMA DUA MENIT?!”
Petugas wanita berteriak nyaris menjatuhkan cangkir tehnya.
“Aku bilang satu monster, bukan seluruh lorong dungeon!” serunya sambil menatap laporan dari penjaga kristal observasi.
Xiao Chen hanya mengangkat bahu. “Salahku membunuh terlalu banyak?”
“Tidak! Tidak! Tapi… yah, kau tetap harus mulai dari Rank E, sesuai aturan!”
Guild tidak bisa memberikan Rank tinggi tanpa prosedur. Tapi semua petualang yang menyaksikan laporan itu kini menatap Xiao Chen dengan wajah aneh. Beberapa bahkan ketakutan.
Sore Hari – Di Luar Guild
Xiao Chen duduk di bangku batu depan guild, menikmati roti isi kentang yang ia beli dari pedagang keliling. Sederhana, tapi hangat.
Tak lama, terdengar teriakan.
“AWASSSSS!!!”
Tiga anak muda terguling keluar dari pintu guild seperti kentang digoreng terlalu panas. Mereka saling menimpa, satu nyangkut di pagar, satu lagi mukanya terendam ember.
Yang pertama, laki-laki tinggi kerempeng, rambut pirang acak-acakan dan wajah lugu.
Yang kedua, perempuan pendek berbadan mungil, wajah kaku tapi suara seperti lonceng.
Yang ketiga, anak gemuk yang tampaknya selalu lapar, karena tangannya masih menggenggam paha ayam meski jatuh jungkir balik.
“Kami di-DO lagi!!!”
Xiao Chen mengangkat alis. Ia menatap trio itu—penuh luka, kotor, tapi semangat mereka tak padam.
Mereka melihat Xiao Chen.
“Eh? Bocah yang bikin heboh tadi!”
“Anak Rank E misterius!”
“Kamu nyari party? Mau gabung dengan kami? Kita Tim Yoyo!”
“…Yoyo?”
“Ya. Karena naik turun, nggak pernah stabil!”
Xiao Chen nyaris tertawa.
“Kenapa tidak? Aku ikut.”
Malam Hari – Di Penginapan Murahan
Tim Yoyo: tiga petualang gagal dari Akademi Sihir Kerajaan.
Ron, sang tank yang tak tahan dipukul.
Lily, sang mage dengan sihir nyasar.
Baro, sang pendeta yang selalu lupa mantra.
Mereka miskin. Tidak punya nama. Tapi punya semangat yang membuat Xiao Chen… tertarik.
“Orang-orang sepertimu, yang dijauhi sistem, seringkali menyimpan api yang paling murni,” bisik Xiao Chen dalam hati.
Malam itu, mereka makan sederhana bersama.
Dan tanpa mereka tahu… mereka telah menerima monster dalam wujud manusia sebagai rekan mereka.