KETOS ALAY yang sedang mengincar murid baru disekolahnya, namu sitaf pria itu sangat dingin dan cuek, namun apakah dengan kealayannya dia bisa mendapatkan cinta Pria itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayinos SIANIPAR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 8
BELUM ADA PERUBAHAN
MUNGKIN SEMUANYA BUTUH WAKTU UNTUK BERUBAH. TIDAK SEGAMPANG MEMBALIKKAN TELAPAK TANGAN, DAN JUGA TIDAK SEPERTI MUSIMNYA.
Mereka pun menghabiskan malam berdua berjalan di jalanan dan setelah Hanifa merasa dirinya sudah tenang mereka pun pulang. "Kirain setelah kejadian tadi malam kita sudah baik-baik saja, nyatanya masih sama saja," ujar Hanifa dalam hatinya.
"Rel, Farel, tunggu gue kenapa?" ujar Hanifa yang sedari tadi mengejar Farel dan berusaha menyamakan langkah mereka berdua. "Farel, capek tahu mengejar-ngejar lo saja!" Nifa pun menarik baju Farel hingga menghentikan langkah Farel, seperti biasanya yang dilakukan Hanifa.
"Apa lagi sih?" tanya Farel kesal kepada Hanifa. Hanifa hanya tersenyum melihat alis Farel yang selalu mengerut karena kesal melihat tingkah laku Hanifa.
"Ini buat lo," ujar Hanifa dan menyodorkan bekal seperti biasanya. Namun,
"Lo ngapain lagi sih ngasih gue bekal?" kesal Farel melihat tingkah laku dan mendengar suara alaynya gadis ini.
"Please, dimakan, ya, please!" ujar Hanifa memohon ke pria yang di depannya.
"Nif, lo enggak capek ya mengejar-ngejar gue saja? Gue saja capek yang selalu lo dikejar-kejar, Nif," ujar Farel dengan suaranya yang kelihatannya pria ini sangat serius mengucapkannya.
"Gue bagaikan anak-anak yang mengejar kupu-kupu, karena gue senang makanya gue kejar," ujar Hanifa menjawab ke Farel. Anak ini benar-benar alay dan keras kepala. Sialan.
"Tapi gue bukan kupu-kupu yang dikejar-kejar, melainkan gue singa yang akan marah kalau diganggu," ucapnya kesal. Farel malah membalas kiasan kata yang dibuat Hanifa.
"Tapi singa kalau masih kecil, macam kucing, imut," jawab Hanifa yang tak mau kalah. Gila, sampai kapan mereka berbicara hal gila yang menggunakan majas metafora dan personifikasi ini? Menjijikkan sekali pembicaraannya, hahahah.
"Nif, lo kok bisa suka sama gue sih? Please, Nif, beri gue satu alasan saja," ucap Farel yang penuh penekanan. Kali ini Farel harus menyelesaikannya sesuai hati, bukan dengan kekerasan.
"Gue enggak tahu dari mana bisa suka sama lo," ujar Hanifa juga yang bingung. Lah, kan cinta bukan karena ada apanya, ya?
"Lucu lo, bisa suka sama orang tanpa tahu alasan," ujar Farel meledek. Farel kini mulai terbiasa sepertinya melihat kegilaan dan kealayan Hanifa.
"Cinta karena cinta, Rel, bukan karena ada alasannya," ujar Hanifa sok serius. Farel hanya menggelengkan kepalanya bingung.
"Setidaknya lo suka sama orang yang wajar, jangan suka sama kayak gue, kita beda jauh, tahu enggak sih?" ujar Farel setelah berpikir sejenak. Yah, Farel memang tidak suka keluar malam, namun ketika kedua orang tuanya pergi, kelakuan pria ini di rumah sangat menjijikkan sekali.
"Tapi roket saja harus merendah dulu untuk terbang tinggi," ujar Hanifa yang entah apa maksudnya. Gadis ini sangat pintar, hanya saja dia alay, dan yups dia bukan tipe Farel sepertinya. Farel kayaknya suka tipe nenek sihir seperti Silvi. Bagaimana ya perasaan Hanifa kalau tahu lagi-lagi Silvi lebih beruntung?
"Nif, coba lo buka dikit ya logika lo, jangan terlalu sempit," ujar Farel menyadarkan gadis alaynya itu.
"Gue bingung, Rel, harus bagaimana lagi, tapi yang ada di hati gue, gue suka sama lo, bukan sama yang lain, kan gue masih ada sepuluh hari lagi waktu untuk membuat hatimu jadi suka untuk gue," ujar Hanifa mengingatkan perjanjian mereka.
"Lo yakin?" tanya Farel melihat lima hari ke belakang belum ada perubahan tentang perasaannya ke Hanifa. "Waktu lo cuma 10 hari lagi, 5 harinya sia-sia kan," ujar Farel mengingatkan Hanifa.
"Gue enggak bakalan bisa berhenti, karena gue yakin kita jodoh," ujar Hanifa tetap percaya diri. Astaga, masih anak SMA juga, kelas XI lagi, sudah cerita tentang jodoh pula.
"Mimpi lo ketinggian, Nif," ucapan yang penuh tekanan. Farel pun pergi meninggalkan Nifa. Sebelum dia makin emosi dan malah melukai gadis alay itu.
"Nifa, lo kenapa sih suka banget sama Farel? Story-story lo bucin banget!" ucap Sarah yang tiba-tiba nyambung saja. What? Dari mana Sarah berada? Bukannya mereka tadi diam-diam di belakang sekolah enggak ada yang lihat?
"Lo menguping, ya?" ujar Hanifa kesal melihat keberadaan Sarah yang tiba-tiba muncul dan juga tiba-tiba nimbrung. Aneh banget kan. "Tapi lo tahu kan kalau gue sudah suka sama seseorang bagaimana?" ujar Hanifa mengingatkan Sarah. Sarah malah ingat bagaimana dulu bodohnya Hanifa mau ditipu sama Rendi, dasar playboy kampungan. Sialan.
"Hemm, oke, I know, maaf ya tadi enggak sengaja," ujar Sarah minta maaf, dan juga memaklumi bagaimana sahabatnya itu kalau sudah jatuh cinta. "Tapi please jangan terlalu lebay dong," sambungnya lagi yang tetap saja dia tidak suka sahabatnya itu selalu diabaikan cowok. Padahal dia berhak dapat cowok yang baik dan lebih dari mereka.
"Cinta itu kayak balon, kalau enggak kita genggam akan terbang, kalau enggak dijaga bakalan pecah," ujar Hanifa yang tetap melanjutkan kata-katanya dengan majas metafora itu. Menyebalkan.
"Penyakit lo selalu gini, capek ah!" ujar Sarah pasrah.
"Tapi aku yakin dia bakalan suka sama gue, Sar," ujar Hanifa lagi-lagi dengan percaya diri. Gila ya nih perempuan.
"Halu lo tingkat tinggi, Nif, bangun dari mimpi lo, please!" ujar Sarah tidak percaya. Sarah tidak percaya bukan karena merasa Hanifa tidak layak bersanding dengan Farel, melainkan sebaliknya. Dan ya, dia sadar Farel itu terlalu jahat buat gadis seceria sahabatnya itu.
Setelah istirahat, Hanifa berjalan menuju ruang OSIS. Yang di otak Hanifa hanyalah ucapan Sarah dan Farel tadi pagi. Entah kenapa ucapan mereka selalu melekat di telinga dan pikiran gadis ini.
"Kenapa sih memangnya, bingung banget deh gue melihat semuanya ini," kesal Nifa melihat keadaannya sambil berjalan menuju ruangan OSIS, yaitu di gedung D.
"Lo kenapa, Nif?" tanya Agung saat melihat Hanifa menggerutu sendiri ke dirinya sendiri.
"Gung, menurut lo gue salah enggak mengejar-ngejar Farel?" tanya Hanifa pada Agung dan berharap dapat validasi dari pria di hadapannya.
"Hmm, enggak sih, namanya juga perjuangan," ucap Agung membela Nifa. Akhirnya Hanifa memiliki satu validasi. Memang setiap berharap ke Agung pasti dapat respons yang baik dari pria di hadapannya.
"Lo memang the best banget deh, Gung," puji Nifa pada Agung dengan senyuman semringah. Sedangkan Agung sedikit teriris mendengar pertanyaan Hanifa sebenarnya.
"Kayaknya gue harus relakan lo sama Farel deh, Nif, walau sebenarnya gue masih sayang banget sama lo, tapi cinta lo bukan gue," ucap Agung yang mulai sadar dan menepi.
"Ya sudah, Gung, gue pergi dulu ya mau mencari Farel," ujar Hanifa, padahal gadis ini baru saja sampai di ruangan OSIS, malah mau mencari Farel saja. Dasar wanita aneh.
"Iya," jawab Agung memberi izin ke Hanifa.
"Lo bego banget sih, Gung!" ucap Sarah yang tiba-tiba datang langsung komplain.
"Karena gue sayang makanya gue lepaskan, terkadang cinta bukan artinya harus memiliki," ujar Agung sok bijak.
"Kenapa lo bilang sama dia tadi perjuangan?" tanya Sarah yang masih belum setuju dengan tindakan pria pesimis itu.
"Biar gue ngasih semangat dia saja, gue mau lihat dia bahagia," ujar Agung lirih.
"Gue tahu rasa lo bagaimana, Gung, kayak rasa gue ke lo," batin Sarah lirih dalam hatinya. Percintaan apaan ini? Kenapa aneh sekali.
Berdasarkan teks yang Anda berikan, tidak ada penambahan karakter baru. Semua nama tokoh yang muncul (Hanifa/Nifa, Farel, Sarah, Agung, Refan, Rendi, Silvi, Mirna, Bibi Eli, Juan, Arka, Papa Farel, Mama Farel) sudah diperkenalkan di bagian-bagian sebelumnya.