Alana, gadis SMA yang 'ditakuti' karena sikapnya yang galak, judes dan keras kepala. "Jangan deket-deket Alana, dia itu singa betina di kelas kita," ucap seorang siswa pada teman barunya.
Namun, di sisi lain, Alana juga menyimpan luka yang masih terkunci rapat dari siapa pun. Dia juga harus berjuang untuk dirinya sendiri juga satu orang yang sangat dia sayang.
Mampukah Alana menapaki lika-liku hidupnya hingga akhir?
Salahkah ketika dia menginginkan 'kasih sayang' yang lebih dari orang-orang di sekitarnya?
Yuk, ikuti kisah Alana di sini.
Selamat membaca. ^_^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bulan.bintang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 | Tragedi toilet sekolah
Hari ini, Pak Cipto selaku guru olahraga sudah berdiri di tengah lapangan sembari meniup peluit. Satu per satu siswanya berlarian mendekat membentuk formasi barisan dan melakukan pemanasan.
Pak Cipto mulai memanggil anak didiknya sesuai absen untuk berlari keliling lapangan.
"Selanjutnya, Alana ... mana dia? Nggak masuk?" Kembali guru itu mengulang nama yang sama, hingga akhirnya...
"Maaf, Pak. Saya telat." Dengan wajah merah padam dan napas tersengal, Alana berlari mendekat.
"Seragammu ke mana? Ini waktunya olahraga bukan jam bebas." Pak Cipto mengeryitkan kening melihat Alana yang berdiri dengan kaos oblong dan celana kolor sebatas lutut.
Meski hatinya bergemuruh karena amarah, namun gadis itu tetap memberikan penjelasan yang sebisa mungkin masuk akal. Akhirnya dia mendapat pengurangan nilai dan hukuman untuk lari keliling lapangan di saat yang lain bermain volly.
Bel pergantian pelajaran terdengar nyaring di koridor sekolah. Pak Cipto membubarkan siswa siswinya untuk kembali ke kelas.
"Alana, nanti istirahat kamu temui saya di ruang BK." Pak Cipto berlalu dengan langkah lebar menuju ruang guru.
Sisi dan Vio segera mendekati sahabatnya yang masih terlihat kesal. Keduanya bertanya dengan hati-hati,
"Na, seragammu ke mana?"
Bukannya menjawab, yang ditanya justru semakin mempercepat langkahnya menuju kelas. Baru saja memasuki ruangan, beberapa temannya bersorak sambil menatap papan tulis. Alana latah lalu tersenyum simpul membaca tulisan di sana.
Jam pelajaran selanjutnya hanya mengerjakan tugas sebab guru tengah ada rapat di kantor dinas.
"Na, ganti nggak? Kita mau ke toilet." Sisi sudah siap dengan seragam di tangan, begitu juga dengan Vio yang menatap keduanya dengan mata mengantuk. Melihat itu, Sisi menyikut Vio dengan kesal.
"Baru juga beres olahraga, udah ngantuk aja kek ayam. Lo cacingan?"
Vio menggeleng lemah sembari memegangi perutnya.
"Siapa yang makan cacing? Emang aku tipes? Tadi nggak sarapan aja. Ntar beres ganti langsung ke kantin ya."
Mendengar itu, Sisi dan Alana hanya diam lalu berjalan keluar kelas diikuti Vio yang berlari dan sukses menabrak Gala di depan pintu.
"Eh, maaf nggak sengaja." Vio menunduk gemetar sedangkan Alana menghentikan langkahnya.
"Hei, Bro. Bukannya tadi tuh olahraga ya, kok ada yang pake baju bebas sih? Mau mancing?" Gala mengacuhkan ucapan Vio lalu menepuk bahu Rio sembari melirik ke arah Alana yang berjalan mendekat.
Tanpa banyak bicara, gadis itu segera menarik lengan Vio dan membawanya pergi dari hadapan Gala cs yang masih menatap kepergian mereka.
"Gal, Lo yakin dia nggak bakal ngerti?" Rio sedikit ketakutan karena sempat melihat lirikan Alana yang mematikan.
"Tenang aja, nggak bakalan tahu." Gala melangkah masuk diikuti teman-temannya.
Sementara di dalam toilet, Alana mengepalkan kedua telapak tangannya lalu menatap cermin dengan raut penuh amarah.
"Awas aja lo anak baru, gue ikutin game bikinan lo ini." Senyum misteriusnya tertangkap oleh Sisi yang baru saja keluar dari bilik kamar mandi.
"Na? Sadar, Na. Nyebut." Sisi terlihat panik. Begitu melihat Vio membuka pintu, dia segera mendekat dan menunjuk Alana.
"Vi, cepet panggilin guru. Alana kesurupan." Vio melongo lalu menatap pantulan wajah Alana di cermin yang masih tersenyum.
"Dia lagi kasmaran, Si?"
Mendengar itu, Sisi memukul lengan temannya. Mereka sibuk berdebat tanpa menyadari Alana yang sudah berjalan keluar.
"Lho, Vi. Alana ilang, lo sih, suruh manggilin guru nggak cepet pergi. Kalo udah gini gimana coba," tukas Sisi dengan panik membuka satu demi satu pintu kamar mandi sambil memanggil nama temannya.
"Ya kan dia lagi kasmaran, Si. Mungkin pergi ketemu cowoknya." Vio santai saja melipat baju lalu mencuci tangan di westafel.
"ALANA ILANG DIBAWA SETAN, VIOOOO!!!" Sisi berteriak membuat Vio seketika kaku.
Beberapa saat kemudian, keduanya berlari ke kantor guru dan menjelaskan apa yang terjadi.
Sisi, Vio dan dua orang guru segera menuju toilet dan mencari ke setiap sudut sekolah.
"Udah di cari ke kelas?" Ucap salah seorang guru yang terkenal sebagai guru agama.
Kedua siswi itu berlari ke kelas, membuka pintu dan tertegun melihat Alana tengah duduk manis dengan alat tulis di meja.
"Na?? Ini beneran lo??" Sisi menepuk pipi Alana lalu memeluk temannya sambil sesenggukan, begitu juga dengan Vio yang ikut memeluk Alana lalu berucap, "Na, tadi dibawa ke mana aja?"
"Siapa?" Alana menatap bingung dan lebih tak mengerti lagi ketika dua orang guru mendekatinya.
"Alana, syukurlah kamu selamat. Lain kali jangan melamun lagi ya, perbanyak dzikir." Pundak Alana ditepuk lembut oleh kedua guru tersebut, lalu mereka keluar.
"Kenapa sih?" Alana menatap Sisi dengan raut penuh tanya, sedang seisi kelas tengah menatap mereka bertiga dan menantikan penjelasan atas keributan itu.
"Na, lo tadi senyum-senyum di depan cermin ngapain? Lo kesurupan kan? Tadi lo juga ngilang dibawa setan kan, Na?" Sisi mengguncang kedua bahu temannya yang tiba-tiba saja terbahak.
"Gila lo ya, gue tadi baik-baik aja, ... satu lagi, gue nggak kesurupan apalagi dibawa setan, Si. Gue masih sadar, masih waras." Alana kembali berkutat dengan tugas di meja.
Tiba-tiba, seseorang nyeletuk dengan suara yang cukup mengganggu pendengaran.
"Mana ada setan doyan dia, orang dianya aja udah kek ratu setan. Hahaha."
BRAKK!!!
Alana menggebrak meja dan menatap lurus ke arah Gala, dia berdiri lalu berjalan menghampiri meja cowok itu dan...
"AWWW!!! SAKIT WOII!" Teriak Gala yang reflek mengusap bahunya yang terkena pukul penggaris besi miliknya sendiri.
Setelah puas meluapkan kekesalannya, Alana kembali duduk di tempatnya dan terlihat sibuk dengan deretan soal yang belum dia kerjakan.
Ini belom seberapa, lo liat aja hasil dari game yang lo mulai duluan ini. Hahaha.
Alana tersenyum simpul tanpa menghiraukan tatapan Sisi dan Vio.
Otak Alana kembali memutar kejadian beberapa jam sebelumnya, di mana peluit pak Cipto sudah terdengar memanggil, namun seragam olahraganya belum juga ditemukan. Padahal dia ingat sekali, tadi pagi sudah dimasukkan tas sebelum berangkat.
Hanya tinggal dia yang masih berada di kelas mencari-cari seragamnya yang hilang dan dia sudah putuskan akan ikut olahraga dengan seragam osis yang dikenakan.
"Na? Nggak ikut olahraga? Lo sakit?"
Alana menghentikan langkah dan menoleh, tatapannya bertemu dengan manik hitam milik seorang cowok dari kelas sebelah.
"Nggak papa, ini mau ke lapangan." Dia kembali berjalan namun baru beberapa langkah, cowok itu kembali memanggilnya.
"Gue tahu, baju lo ilang kan? Dari pada pake rok gitu, mending lo pake baju gue aja. Gue sengaja bawa buat maen ntar balik sekolah. Tunggu bentar," ucapnya sambil berlari dan tak lama dia kembali dengan kaos dan celana kolor.
"Pake aja, ntar gue bantu cari baju lo. Nih," dia menyerahkan ke tangan Alana yang masih menatapnya curiga.
"Jadi lo yang ngumpetin?" Suhu tubuh Alana mulai naik diikuti debar jantungnya yang bergemuruh.
"Sumpah, Na. Bukan gue. Tadi gue liat Gala cs keluar kelas sambil ketawa trus mereka ngomongin baju dan nyebut nama lo. Gue awalnya nggak tahu sampai tadi gue liat lo mondar-mandir di kelas nyariin sesuatu."
Peluit pak Cipto kembali terdengar, membuat Alana mau tak mau bergegas meraih baju itu dan membawanya ke toilet.
*