Sungguh perjalanan yang penuh liku dan misteri! Dari seorang penyendiri dengan masa lalu kelam, Sean menjelma menjadi sosok yang ditakuti sekaligus dihormati, bahkan kekuatannya mampu mengguncang sebuah kerajaan. Keputusannya untuk "pensiun" dan menyerahkan tanggung jawabnya kepada Sang Pencipta membuka lembaran baru bagi alam semesta.
Kelahiran Ling di tengah hutan belantara, jauh dari hiruk pikuk dunia luar, seolah menjadi jawaban atas permintaan Sean. Kehidupan damai Ling di hutan, pertemuannya yang tak terduga dengan dunia luar, dan bakatnya yang luar biasa membawanya ke Akademi Peacock, tempat di mana potensi tersembunyinya mulai terungkap.
Pertemuannya dengan Dekan Fu Dai menjadi titik balik penting dalam hidup Ling. Bimbingan khusus dari sang Dekan membuka jalannya untuk memahami dan mengendalikan 'Napas Pembekuan Roh', sebuah kekuatan unik yang misterius. Latihan yang keras dan pengetahuan yang ia dapatkan di akademi perlahan mengikis kebingungannya dan mengasah kemampuannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Xg, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
hidup yang biasa biasa aja
Di tengah keheningan pagi yang hanya dipecah oleh orkestra kicauan burung yang riang, Sean masih terbungkus erat dalam dekapan tidurnya.
Cwit, ,cwit, , cwit, , cwit, , cwit, , ,
suasana di dalam kamar begitu tenang, membuat seorang remaja yang masih tertidur di kasurnya semakin nyenyak.
Sinar mentari pagi yang keemasan menari-nari masuk melalui jendela kamarnya yang terbuka lebar, namun tak mampu mengusik lelapnya yang begitu nyenyak.
Kesunyian rumah besar itu adalah kebebasannya; ia bisa memanjakan diri dalam tidur selama yang ia mau, sebuah kemewahan yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang hidup seorang diri.
ssshhhh, , , , , , , ,
Hembusan angin pagi yang lembut menyapu kamarnya, membawa serta aroma embun dan dedaunan. Alih-alih terusik, Sean justru semakin nyaman meringkuk di balik selimut tebalnya, seolah angin itu adalah belaian lembut yang mengajaknya untuk kembali ke alam mimpi.
Namun, sang waktu terus bergulir. Satu jam kemudian, Sean akhirnya membuka matanya,
" eughhh, , , , , , , " Lenguhnya, Sean segera bangun dari kasurnya lalu meregangkan tubuhnya yang masih terasa kaku.
" sungguh tidur yang menyenyakkan, sepertinya dengan terobosan semalam membuat tidurku semakin menyenagkan " gumamnya.
dia melihat ke arah jendela, dimana sebuah pemandangan pagi yang indah menyambut pandangan pertama di pagi harinya ini, Sean tersenyum tipis dan segera pergi menuju kamar mandi.
"hari yang indah dan cerah telah menyambut pagi ku" ucap Sean dengan sedikit rasa bahagia.
Setelah beberapa saat, Sean telah menyegarkan diri dengan mandi, ia berdiri di depan lemari pakaiannya. Dia memilih dan mengambil sebuah pakaian yang tidak biasa, bukan jubah sutra atau pakaian sehari-hari yang ia pilih, melainkan seperangkat zirah besi yang kokoh dan berkilauan.
Hari ini, setelah menikmati cuti panjang selama sebulan, ia akan kembali menjalankan tugasnya sebagai anggota militer kerajaan.
Begitu zirah itu melekat di tubuhnya, Sean bertransformasi. Aura santai dan biasa yang selalu mengelilinginya di rumah lenyap seketika, digantikan oleh ketegasan dan wibawa seorang prajurit. Pantulan dirinya di cermin memuaskan hatinya.
" huh, , , sebulan telah berlalu, dan hari-hari yang cukup melelahkan akan di mulai kembali. Jika saja bukan karena merasa bosan mana mau aku melakukan pekerjaan ini, apalagi dengan harus menuruti perintah untuk melakukan pekerjaan dengan banyak misi yang sangat melenceng dari kebenaran " Sean geleng-geleng kepala sambil melihat dirinya di cermin, setelah merasa pas diapun melangkah pergi dari kamarnya.
Dengan langkah yang mantap, ia menuruni tangga menuju lantai bawah, di mana beberapa barang bawaannya telah tertata rapi.
Sejenak, Sean mengamati sekeliling ruangan,
"aku akan merindukan tempat ini, tapi sebaiknya untuk berjaga-jaga, rumah ini harus di sembunyikan agar tidak ada makhluk apapun yang akan penasaran dan mengacau di rumah ini "
Dia lalu merapalkan sebuah mantra dengan suara rendah namun penuh kekuatan. Ia melangkah keluar rumah secara perlahan, menuju halaman yang luas dengan membawa barang-barangnya. Seketika, sebuah pemandangan yang mencengangkan terjadi.
Bangunan rumah yang selama ini menjadi tempat berlindungnya perlahan terserap ke dalam tanah, lenyap tanpa jejak. Ajaibnya, di tempat yang sama, tumbuhlah pepohonan tinggi menjulang, seolah di sana tidak pernah berdiri sebuah bangunan.
Krkkk, , ,krkkk , , , krkkkk, , , ,
Kekuatan Sean sungguh di luar perkiraan. Mampu tinggal di sarang terdalam para monster roh dan melakukan hal semacam ini, ia jelas bukan kultivator biasa.
Para Lord manusia yang diagungkan sebagai pemimpin umat manusia pun pasti akan menganggap ini sebagai keajaiban yang mustahil. Namun, remaja ini dengan tenang menaiki kereta kudanya yang tiba-tiba muncul, dan barang bawaannya telah tertumpuk rapi di belakang.
Dalam sepanjang perjalanannya, Sean terus melantunkan mantra-mantra kuno. Jejak roda kereta kudanya di belakangnya seketika ditumbuhi pepohonan besar, menyulap kembali jalanan menjadi hutan lebat, seolah tidak pernah ada jejak kehidupan di sana.
Para monster roh yang mendiami kawasan itu berhamburan ketakutan mendengar derap langkah kuda Sean. Setelah merasa aman, mereka memberanikan diri menggunakan penglihatan jarak jauh mereka untuk mengamati apa yang sedang dilakukan oleh manusia misterius itu.
Selama ini, wilayah ini dikenal sebagai jantung kekuasaan para raja monster roh yang menakutkan, tempat yang mustahil ditembus oleh manusia mana pun. Namun, keajaiban kembali terjadi. Para raja monster roh itu sendiri menjauhkan diri begitu merasakan kehadiran Sean.
"Raja Serigala Emas, menurutmu manusia macam apa dia? Bagaimana bisa dia menginjakkan kaki di wilayah kita?" telepati Raja Harimau Api, suaranya bergetar penuh keheranan.
"Entahlah, aku tidak tahu," balas Raja Serigala Emas dengan nada khawatir yang sama. "Tapi yang pasti, manusia ini tidak tertandingi. Biarkan dia pergi. Jangan pernah ada di antara kita yang berani mencari masalah dengannya, karena hanya dengan merasakan auranya saja, nyawaku seakan melayang."
Di angkasa, Raja Elang Es mengepakkan sayapnya tanpa mengeluarkan suara sedikit pun, takut keberadaannya terdeteksi oleh manusia misterius bernama Sean itu.
Akhirnya, dengan helaan napas lega, para raja monster roh menyaksikan Sean keluar dari kawasan inti mereka. Mereka segera memulihkan kembali perisai pelindung untuk wilayah masing-masing, yang bulan lalu hancur akibat ulah Sean yang membangun rumah tepat di perbatasan semua wilayah kekuasaan mereka.
Kini, Sean telah berada di wilayah luar hutan keramat. Namun, kebingungan melandanya. Bagaimana mungkin ia terlihat keluar dari dalam hutan keramat yang seharusnya mustahil untuk dilewati manusia biasa?
Tak ingin menimbulkan kecurigaan bagi siapa pun yang mungkin melihatnya, Sean memutuskan untuk melanjutkan perjalanan lebih jauh dan mengambil jalan biasa, meskipun itu berarti memakan waktu yang lebih lama.
Selama perjalanan di jalanan umum, Sean merasa bosan. Pemandangan yang monoton dan suasana yang tenang jauh berbeda dari cerita-cerita yang sering ia dengar tentang perjalanan melalui hutan yang penuh rintangan, perampok, atau serangan monster roh.
Kehidupannya memang terasa datar setelah ia menarik diri dari interaksi dengan manusia. Dulu, ia sering mengalami kekerasan fisik dan emosional di tengah-tengah mereka. Namun, bayangan untuk kembali berbaur dengan manusia membuatnya takut akan pengalaman yang lebih buruk.
Ia tahu betul, bangsanya memiliki sisi gelap yang mengerikan, tersembunyi di balik topeng kepolosan atau kebaikan. Terlebih lagi, dengan yang namanya perempuan...
Ihhhhh...
Membayangkannya saja membuat bulu kuduk Sean berdiri. Ia memilih untuk memfokuskan diri pada jalan di depannya, berusaha mengusir pikiran-pikiran yang membuatnya tidak nyaman.
Namun, ketenangannya kembali terusik ketika telinganya menangkap suara teriakan melengking yang memecah keheningan.
"Tolong... tolong... tolong...!"
Sean sontak menoleh ke belakang dan terkejut melihat seorang wanita berlari panik ke arahnya dengan pakaian compang-camping. Tanpa ragu, ia menghentikan kereta kudanya dan turun untuk melihat apa yang terjadi.
Wanita itu, dengan napas tersengal-sengal, berhenti di hadapan Sean dan langsung bersembunyi di belakang tubuhnya yang tegap, tubuhnya bergetar hebat.
Sean masih diliputi kebingungan, namun suara gerombolan pria yang mendekat dengan langkah kaki kasar dan pedang terhunus di tangan menjelaskan segalanya.
Mereka menatap wanita yang bersembunyi di belakang Sean dengan pandangan mesum.
"Halo, tampan," sapa seorang pria dengan senyum menjijikkan yang tampak seperti pemimpin gerombolan itu.
"Apakah kamu bisa menyerahkan wanita itu kepada kami? Kamu bisa mendapatkan 'kenikmatan' dari kami jika mau bekerja sama."
Rasa jijik yang mendalam langsung menghantam Sean.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, ia bergerak cepat. Tatapan matanya yang tadinya santai berubah menjadi tajam dan bengis.
Ia meraih ranting kering di tanah dan dengan gerakan kilat menebaskannya ke arah kemaluan para pria itu satu per satu. Anehnya, mereka hanya bisa menerima serangan itu dengan jeritan kesakitan yang tertahan. Kemudian, dengan dingin, Sean menusukkan ujung ranting yang lebih kecil ke mata setiap pria, membuat darah segar mengalir deras.
Untuk mengakhiri semuanya, ia menguliti mereka perlahan, membiarkan mereka merasakan setiap detik rasa sakit yang tak terperi.
Setelah puas dengan pembalasannya yang mengerikan, Sean berbalik dan mendapati wajah pucat pasi wanita yang tadi ketakutan. Dengan ekspresi datar, Sean mengeluarkan sebuah kantung berisi beberapa koin emas, makanan, dan sehelai pakaian wanita.
"Kamu bisa pergi dari sini dengan aman. Tapi sebaiknya jangan mengikutiku," ucap Sean dengan nada dingin sebelum berbalik dan meninggalkan wanita itu yang masih gemetar ketakutan, menahan napasnya seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia saksikan.
"Ba... bagaimana bisa aku bertemu dengan manusia semengerikan itu?" gumam wanita itu dengan tubuh bergetar hebat. Dengan susah payah, ia meraih kantung yang ditinggalkan Sean.
Matanya kemudian tertuju pada tulisan kasar yang terukir di batang pohon besar di dekatnya:
'Manusia yang dikendalikan nafsu, apalagi nafsunya yang sudah keluar dari kodrat manusia, sudah sepantasnya mendapatkan hukuman seperti ini, bahkan sepertinya lebih lagi. Jika saja aku menemukan orang seperti ini lagi, bersiap-siaplah untuk mendapatkan penderitaan yang lebih seperti para manusia biadab itu.'
Wanita itu terisak tertahan setelah membacanya. Rasa takut yang mendalam mencengkeram hatinya, sebuah trauma yang mungkin akan membekas seumur hidup.
Ia sering mendengar tentang orang-orang yang menyukai sesama jenis, dan kini ia membayangkan nasib mereka jika bertemu dengan manusia sesadis dan menakutkan seperti Sean. Dengan langkah tertatih-tatih, ia berusaha menjauhi tempat mengerikan itu.
Sementara itu, Sean telah tiba di sebuah desa dan disambut oleh seorang anggota militer yang dikenalnya, yang sudah menunggunya.
Sean turun dari kereta kuda dan menjabat tangan pria itu. "Apa kabar, Bang? Apakah dirimu sudah lama menungguku?"
"Hehehe... tidak juga, Sean. Tapi... Sang Agen, apakah kamu baik-baik saja? Kenapa tubuhmu penuh darah?" tanya pria yang merupakan senior Sean, namun masih berpangkat prajurit di bawah seorang jenderal besar.
Ia heran melihat penampilan Sean yang tidak seperti biasanya.
Sean menatap tangannya yang berlumuran darah, lalu tertawa kecil. "Hahaha... ah, ini tadi aku bertemu dengan hewan pengganggu yang menjijikkan. Sekalian saja kubereskan agar tidak mengganggu orang lain yang lewat." Dengan santai, Sean mengajak seniornya itu untuk pergi menuju penginapan.