Maira salah masuk kamar hotel, setelah dia dijual paman dan bibinya pada pengusaha kaya untuk jadi istri simpanan. Akibatnya, dia malah tidur dengan seorang pria yang merupakan dosen di kampusnya. Jack, Jackson Romero yang ternyata sedang di jebak seorang wanita yang menyukainya.
Merasa ini bukan salahnya, Maira yang memang tidak mungkin kembali ke rumah paman dan bibinya, minta tanggung jawab pada Jackson.
Pernikahan itu terjadi, namun Maira harus tanda tangan kontrak dimana dia hanya bisa menjadi istri rahasia Jack selama satu tahun.
"Oke! tidak masalah? jadi bapak pura-pura saja tidak kenal aku saat kita bertemu ya! awas kalau menegurku lebih dulu!" ujar Maira menyipitkan matanya ke arah Jack.
"Siapa bapakmu? siapa juga yang tertarik untuk menegurmu? disini kamu numpang ya! panggil tuan. Di kampus, baru panggil seperti itu!" balas Jack menatap Maira tajam.
'Duh, galak bener. Tahan Maira, seenggaknya kamu gak perlu jadi istri simpanan bandot tua itu!' batin Maira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Berbaikan
Mobil Paul sudah menunggu sejak jam 11 malam tadi di belakang klub malam. Biasanya kan para karyawan memang keluar dari bagian belakang klub. Dua jam kemudian, dia keluar dari dalam mobilnya. Karena melihat orang yang dia tunggu.
"Nona" panggil Paul ketika melihat Maira dan Jihan keluar dari dalam mobil.
Maira terkejut, dia tidak menyangka Paul akan datang. Sedangkan Jihan, dia yang memang belum pernah bertemu dengan Paul. Segera menggoyang tangan Maira.
"Siapa? pegawai pria tua yang kaku ceritakan itu?" tanya Jihan.
Maira sendiri terkejut, tapi itu alasan yang bagus untuk diberitahukan pada Jihan.
"Dia..."
"Tidak mungkin di majikanmu kan? katamu majikanmu pria tua pemarah yang sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Dia pasti pagawainya kan? ya sudah, hampiri saja. Siapa tahu ada hal penting, aku pulang dulu ya. Sampai jumpa besok, hati-hati!" kata Jihan melambaikan tangan pada Maira.
Jihan itu teman yang sangat pengertian. Ini sudah malam, semakin Jihan menahan Maira dan banyak bertanya pada sahabatnya itu. Yang ada Maira akan semakin lama beristirahat. Padahal besok kan mereka masih harus kuliah.
Maira mendekat ke arah Paul. Salahnya juga, dia mematikan ponselnya setelah mengirim pesan pada Paul. Mungkin Paul menghubunginya tapi tidak bisa.
"Tuan Paul, ada apa?" tanya Maira.
"Aku akan antar nona, masuklah!" kata Paul yang membuka pintu mobil.
Maira masuk ke dalam mobil itu. Dan mobil itu pun meninggalkan area klub malam.
"Aku sudah menerima pesan nona. Tapi saat aku menghubungi nona, ponselnya tidak aktif!"
"Maafkan aku tuan Paul. Baterai ponselku mungkin habis"
Maira berbohong, dia sengaja mematikan ponselnya. Tapi, kebohongan itu tidak membuat rugi orang lain bukan? ya kecuali Paul yang harus menunggunya selama dua jam.
"Dokter Frans sudah merawat luka tuan. Dia bilang luka tuan tidak boleh kena air, dan 12 jam kemudian harus ganti perban. Mungkin itu sekitar jam 8 pagi besok. Aku harus merepotkanmu nona. Dan jam 3 nanti, bisakah nona memberinya obat. Obatnya sudah ada di atas meja ruang tengah. Kalau bisa beri tuan makan sedikit..."
Paul menjeda ucapannya. Dia melihat dari kaca spion dalam mobil. Maira hanya menundukkan kepalanya dan terus diam.
"Nona, aku melihatnya dari kamera pengawas. Tuan..." Paul lagi-lagi menjeda ucapannya, "tapi tuan tidak sengaja nona, kalia aku lihat lagi, tuan berusaha menepis tangan nona. Tapi mungkin dia menggunakan tenaga yang cukup kuat. Tuan tidak pernah memukul wanita, aku yakin dia tidak berniat menyakiti nona" kelas Paul.
Dia memang hanya ingin mengatakan semua itu pada Maira. Makanya dibela-belain olehnya menunggu Maira selama dua jam dari tempat dia bekerja.
Maira mengangguk paham. Dia mengangkat pandangannya.
"Tuan Paul sangat setia pada tuan Jack" kata Maira singkat yang segera menoleh ke arah jendela.
Paul tidak menjawab, tapi dia memang hanya melakukan apa yang seharusnya dia lakukan. Begitu sampai di apartemen, Paul kembali ke rumahnya. Maira ingat semua yang dikatakan Paul. Jangan membiarkan luka Jack terkena air, minum obat jam 3 nanti, kalau bisa beri dia sedikit makanan. Lalu ganti perban di jam 8 pagi.
Langkah Maira perlahan memasuki apartemen. Dia meletakkan jaket dan tasnya di sofa ruang tamu. Dan segera menuju ke dapur. Dia merapikan semua yang ada di dapur. Dan merebus telur selagi dia membereskan dapur. Setelah selesai, dia letakkan telur itu di mangkuk. Dan kembali ke kamarnya. Dia ganti pakaian, bersih-bersih lalu pasang alarm di jam 2 lebih 45 menit. Itu bahkan hanya sekitar 55 menit lagi dari sekarang.
Maira memejamkan matanya, dan duduk di sofa ruang tamu.
Rasanya baru saja dia memejamkan matanya, dan alarm sudah berbunyi. Maira menyeka wajahnya. Lalu membawa nampan yang sudah dia siapkan di atas meja. Ada mangkuk dengan tiga butir telur rebus. Lalu obat yang harus diminum Jack, dan segelas air.
Maira sampai di depan pintu Jack. Dia membuka pintu itu perlahan. Mau mengetuk juga akan sia-sia rasanya. Bukankah pria itu semalam mabukk.
Jack tidur dengan posisi miring. Tanpa menggunakan selimut. Maira meletakkan nampan itu di atas meja. Dan menghampiri Jack.
"Tuan..." panggilnya pelan.
Maira memegang keningnya. Rasanya kalau seperti ini pasti tidak akan bisa bangun. Tangan Maira terangkat, dia menyentuh lengan Jack. Dan memberikan sedikit guncangan disana. Digoyangkan tangan Jack itu lumayan kuat oleh Maira.
"Tuan, bangun. Waktunya minum obat! tuan!"
Masih tidak berhasil juga. Maira sedikit ragu, tapi dia rasa dia harus berteriak di telinga Jack.
Maira lebih mendekat lagi. Dia menunduk, hendak memanggil Jack, tepat di dekat telinganya.
"Tuan, tuan Jack!"
Mata Jack terbuka perlahan, dia mendongak dan melihat Maira. Maira yang sadar Jack sudah bangun, segera menjauh.
"Saya sudah berusaha bangunkan pelan, tapi tuan tidak bangun. Maaf..."
Maira menjeda ucapannya, ketika pria itu bangkit dan mengubah posisinya menjadi duduk. Jack mengusap wajahnya, sepertinya pengaruh alkohol sudah mulai hilang perlahan.
"Aku yang harusnya minta maaf. Aku tidak bermaksud memukulmu. Kamu bisa membalasnya..."
Tangan Jack meraih tangan Maira. Dan mengerakkannya untuk memukul ke arah wajahnya. Namun Maira berusaha menahannya.
Jack menatap Maira.
"Kenapa? pukullah! aku yang salah" kata Jack.
Maira menarik tangannya sekuat yang dia bisa.
"Makanlah telurnya dulu tuan, setelah itu tuan bisa minum obat" kata Maira mengupas kulit telur yang dia rebus tadi.
Maira menyodorkan telur yang sudah terbuka semuanya itu ke arah Jack.
"Ini tuan..."
Jack meraih satu persatu, dan memakannya. Maira segera mengambilkan gelas minum. Lalu menyiapkan obatnya.
Setelah selesai, Maira kembali mengangkat nampan itu.
"Saya akan keluar..."
"Maira!" panggil Jack membuat langkah Maira terhenti.
"Maaf" ucap Jack.
Maira menghela nafas panjang. Dia memang tadi sempat sakit hati. Sangat sedih rasanya. Tapi dia juga tidak punya hak marah.
Maira berbalik.
"Saya juga minta maaf. Tuan istirahatlah, besok jam 8 saya akan ganti perbannya. Jangan terkena air!" kata Maira yang lalu meninggalkan kamar Jack.
Keesokkan harinya, bahkan Maira sudah bangun lebih awal. Menyiapkan sarapan dan membersihkan apartemen. Jam 8, dia membawa semua perlengkapan mengganti perban ke kamar Jack.
"Tuan, saya..."
Maira segera berbalik, dia tidak tahu kalau Jack sedang ganti baju. Salahnya juga kenapa tidak ketuk pintu dulu.
'Huh, aku ini kenapa sih? baru semalam dia menjadi baik, kenapa aku buat dia marah lagi? ya ampun!' batin Maira lumayan panik. Sepertinya dia akan buah Jack marah lagi.
***
Bersambung...
lanjut up lagi thor