Di usia mudanya, Falya terpaksa menjadi tulang punggung keluarga. Padahal sebelumnya kehidupannya sangat sempurna. Tapi karena kesalahan fatal ayahnya, akhirnya ia dan keluarganya menanggung beban yang sangat berat.
Dan suatu hari,ia tak sengaja bertemu dengan sosok arwah penasaran yang justru mengikutinya ke mana pun dia pergi.
Siapakah sosok itu sebenarnya? Dan seberapa kuatnya seorang Falya menjalani kehidupannya???/
########
Untuk pembaca setia tulisan receh mak othor, mangga....di nikmati. Mohon jangan di bully. Mak othor masih banyak belajar soalnya. Kalo ngga ska, skip aja ya! Jangan di ksaih bintang satu hehehehe
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.20
Jes bergegas ke rumah sakit saat mengetahui Rayan sudah sadar dari komanya. Yang ia pikirkan saat ini, lelaki yang sudah ia sukai sejak kecil itu sudah dalam kondisi yang jauh lebih baik.
Dengan tampilan kasual khas nya, Jes melangkah terburu-buru menuju ke kamar Rayan. Setibanya di sana, Rayan baru saja di kunjungi dokter dan Jes menunggu dokter itu selesai memeriksa Rayan.
"Arrayan!!'' Jes menghambur memeluk tubuh Rayan yang sedang bersandar. Rayan tak membalas pelukan itu juga tak menepisnya. Lelaki itu hanya menatap datar tunangannya...ralat! Calon istri dari kembarannya!
"Akhirnya kamu bangun, Yan!'' Jes menakup kedua pipi Rayan dengan kedua tangannya. Rayan menurunkan tangan Jes dari pipinya dengan perlahan. Jes pikir, Rayan akan membalasnya dengan genggaman tangan, tapi kenyataannya justru Rayan melepaskan tangannya bahkan terkesan menjauhkan dari tubuhnya.
"Rayan...'' ucap Jes lirih.
"Ngga sepantasnya kamu menyentuh ku seperti ini di saat pernikahan mu dengan Vino yang hanya tinggal hitungan jam!'' kata Arrayan. Jes menggeleng pelan.
"Aku mau nya kamu, Rayan!'' ujar Jes kekeh.
"Tapi Vino yang akan tulus menyayangi mu! Bukan aku!'' kata Rayan membalas tatapan mata Jes yang sudah sendu dan hampir saja menumpahkan air matanya.
"Kamu sudah sadar, Yan! Keputusan ini di ambil karena kamu koma kemarin. Tapi sekarang kamu sudah sadar ! Dan aku maunya kamu yang jadi suami aku, bukan Arvino!'' Jes mengatakan dengan panjang lebar.
Arrayan menghela nafas beberapa saat dan memalingkan wajahnya agar tak kasihan pada Jes yang sudah menjadi temannya sejak kecil. Bahkan, setelah bertunangan saja mereka tak pernah berpacaran atau kencan berdua. Minimal makam malam romantis, tidak sama sekali!!
Merasa di abaikan karena Rayan memalingkan wajah darinya, Jes menarik sisi wajah Rayan dan mencium lelaki yang ia cintai itu. Tentu saja Rayan terkejut dengan tindakan itu. Bukankah tak etis rasanya jika gadis yang akan jadi saudara iparnya itu malah berciuman dengannya?
No! Bukan berciuman, tapi Jes yang menciumnya. Rayan mendorong Jes dengan sedikit kasar meski tak sampai membuatnya terjatuh. Namun kedatangan si perawat cantik yang sepertinya shock melihat kejadian itu justru menimbulkan perasaan yang tak bisa Rayan jelaskan.
Bahkan Rayan bisa melihat dengan jelas jika mata perawat cantik itu sudah berkaca-kaca.
"Jaga sikap kamu, Jes!'' kata Rayan. Jes pikir Rayan akan membalas ciumannya, tapi ternyata pemuda itu malah menghardiknya. Kini mata Jes jutru mengarah pada Falya.
"Anda memang perawat, tapi seharusnya anda mengetuk pintu lebih dulu sebelum masuk ke sini!'' kata Jes arogan.
"Dia perawat ku Jes! Jadi wajar kalau dia bisa masuk dan keluar dengan bebas! Lebih baik kamu pulang!'' usir Rayan.
"Rayan!!'' Jes merasa tak terima di usir seperti itu.
"Ma-maaf! Saya yang akan keluar!'' kata Falya terbata. Entah kenapa air matanya lolos begitu saja.
"Tidak! Biar Jes yang keluar! Aku ada jadwal minum obat sekarang!'' kata Rayan yang menatap Falya seolah tak ingin di bantah.
"Rayan...!!'' Jes menghentakkan kakinya kesal.
"Pulang! Atau aku minta calon suami kamu ke sini menjemput mu?'' tanya Rayan. Dengan kesal Jes pun meninggalkan ruangan Rayan. Tinggallah Rayan dan Falya di sana.
Falya langsung menuju ke nakas untuk mengambil obat Rayan sesuai jadwal pemberian. Tapi ternyata suster Rita atau suster Angel sudah memberikannya. Tinggal jadwal minum obat siang saja nanti.
"Maaf tuan, obatnya..." ucapan Falya terhenti saat sepasang mata elang itu menatap dirinya. Falya menelan salivanya dengan pelan untuk membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba saja kering hanya karena tatapan itu. Dari sana lah Falya menyadari, Rayan dan Zidan dua sosok yang berbeda. Tapi masih ada perasaan terbakar dalam hatinya melihat adegan ciuman tadi antara Jes dan Rayan. Tiba-tiba saja ia merasa kesal tanpa alasan.
"Aku memang sudah minum obat tadi!'' kata Rayan. Falya mengangguk pelan mencoba bersikap ramah.
"Iya tuan!'' kata Falya. Ia pun mencoba menenangkan dirinya agar tak terlalu terbawa suasana. Ya...perasaan cemburu yang tak seharusnya bersemayam dalam hatinya. Tapi Rayan bisa melihat ekspresi kesal di wajah Falya. Apalagi ia sempat melihat Falya yang hampir menangis saat medapati dirinya yang sedang tak sengaja di cium Jes. Tak ada ciumaan, karena ciuman itu perbuatan saling mencium. Faktanya Jes hanya mengecupnya tanpa ada balasan dari Arrayan.
"Kalau begitu saya di nurse station tuan. Anda bisa memanggil saya jika membutuhkan bantuan saya!'' kata Falya tanpa berani menatap mata Rayan. Badan Falya sedikit membungkuk saat akan keluar, tapi belum selangkah Rayan menarik tangannya hingga gadis itu terhuyung dan jatuh tepat di atas dada Rayan.
Kedua pasang mata itu saling menatap dalam diam. Kilasan peristiwa yang tak sengaja di kamarnya waktu itu melintas di otak Falya. Tapi Falya buru-buru menyingkirkannya dan bangun dengan cepat dari atas dada Arrayan.
"Jika tidak ada yang penting, saya keluar!'' kata Falya mencoba bersikap tenang. Anggap saja tadi tak pernah terjadi.
"Kamu marah Jes menciumku?'' tanya Arrayan yang terdengar cukup aneh di dengar oleh Falya. Memang siapa dirinya sampai harus di tanya seperti itu? Bukankah mereka hanya sebatas pasien dan perawat saja???
"Maaf tuan, saya permisi!'' kata Falya. Tapi lagi-lagi Rayan menahannya.
"Apa sebelumnya kita pernah kenal? Kenapa wajah kamu ngga asing?Dan sepertinya...aku pernah menyentuh bibir kamu!'' kata Rayan cukup frontal bagi Falya. 'Menyentuh' dalam artian yang tak hanya sekedar sentuh dengan jari, tapi dengan yang lain...
Falya memilih bungkam. Jika ia mengatakan bahwa Zidannya adalah Rayan, apakah Rayan akan mempercayainya??
"Kamu cemburu pada Jes? Kamu menyukai ku?" tanya Rayan lagi. Pertanyaan Rayan sama sekali tak ingin Falya dengar. Dada Falya kian sesak rasanya. Jika di depan Zidan, ia bisa menangis sepuasnya tidak di hadapan Rayan. Meski orang yang sama, Falya tetap merasa Rayan asing baginya.
Pertanyaan itu tidak terjawab karena Boy dan beberapa rekan bisnis Rayan masuk. Bahu Falya menegang saat matanya beradu pandang dengan sosok Boy. Dengan tahu diri, Falya keluar dari ruangan pasiennya.
Arrayan menyapa rekan bisnisnya yang mungkin baru sempat menjenguknya. Tapi otak Arrayan masih berpikir keras karena sahabat sekaligus asistennya itu bersikap seperti orang yang bermuka dua.
Ucapan Boy saat itu berbanding terbalik dengan saat ini disaat ia berkumpul dengan rekan bisnis Rayan.
"Kamu luar biasa Yan! Bisa ikhlas membiarkan tunangan kamu menikahi adik kembar mu sendiri! Kalau aku sudah pasti galau tingkat negara!'' canda rekan kerja Arrayan. Rayan hanya tersenyum tipis menanggapi candaan rekannya itu.
"Perawat yang tadi pasti cantik kan, Yan? Walaupun pake masker juga bisa di tebak dia cantik. Apalagi body nya...kecil tapi padat hahahaha'' lanjut yang lain.
Jika yang lain tertawa lepas, tidak dengan Boy yang hanya tersenyum tipis.
"Hati-hati omongannya bro! Bisa kena pasal pelecehan verbal itu hahha''
Obrolan rekan Rayan yang masih muda-muda itu terus berlanjut. Jika Rayan merasa sedikit terhibur dengan kehadiran rekan-rekanya berbeda dengan Boy yang merasa kesal karena sejak tadi mereka terus saja membahas perawat cantik itu.
Kenapa ekspresi wajah Boy begitu kesal saat mereka membicarakan Falya? Batin Arrayan yang sesekali mencuri pandang dengan ekor matanya.
Awas saja kamu gadis kecil!! Batin Boy geram.
*********
Terimakasih