Kanaya terkejut saat bosnya yang terkenal playboy kelas kakap tiba-tiba mengajaknya menikah. Padahal ia hanya seorang office girl dan mereka tak pernah bertatap muka sebelumnya. Apa alasan pria itu menikahinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arandiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Klub malam
Arjuna terpojok. Dia bisa saja mengusir mereka, tapi dia tahu itu hanya akan membuat mereka semakin curiga. Akhirnya, dia mengalah.
"Aku makan di rumah," gumamnya pelan.
Hening sejenak.
Lalu...
"BWAHAHAHA!" Bram tertawa terbahak-bahak, sampai memegangi perutnya. "Ya Tuhan! Ferdi, kamu dengar itu? Dia pulang ke rumah untuk makan siang!"
"Seorang Arjuna?" Ferdi menggelengkan kepala, pura-pura tidak percaya. "Pria yang dulu bilang pernikahan hanya untuk orang bodoh? Pulang untuk makan siang di hari kerja? Sama... siapa namanya? Naya?"
Wajah Arjuna memerah karena kesal. "Dia sedang sakit. Aku hanya membawakannya makanan."
Alasan itu, alih-alih meredakan, justru membuat tawa mereka semakin keras.
"Sakit? Ya ampun, Juna! Kamu membawakannya makanan?" Bram menepuk-nepuk meja Arjuna. "Baru semalam, bung! Semalam! Dan kamu sudah berubah jadi suami siaga?"
"Kalian tidak tahu apa-apa soal taruhan itu, ya?" Ferdi menyeringai licik. "Jangan-jangan taruhannya bukan cuma 'nikahi dia', tapi 'jatuh cinta padanya'?"
"Tutup mulut kalian!" bentak Arjuna, akhirnya kehilangan kesabaran. "Taruhan tetap taruhan. Aku hanya... memastikan dia tidak mati kelaparan di rumahku."
"Hati-hati, Juna," kata Bram, tawanya mereda tapi seringainya masih ada. "Aset yang satu itu bisa berbalik menguasaimu. Selamat, kawan. Sisi lembutmu akhirnya muncul juga."
Arjuna membanting pena di mejanya. "Keluar. Aku banyak pekerjaan."
Sambil tertawa cekikikan, Bram dan Ferdi akhirnya keluar dari ruangannya, meninggalkan Arjuna yang semakin kalut. Sisi lembut? Dia tidak punya sisi lembut. Apalagi untuk Naya.
Sore berganti malam. Sesuai janjinya, Arjuna tidak pulang. Dia sengaja menyibukkan diri dengan rapat maraton, memaksa otaknya fokus pada angka dan proyek, bukan pada bayangan Naya atau sensasi kulit wanita itu.
Pukul sembilan malam, ponselnya berdering. Itu Ferdi.
"Di mana?"
"Masih di kantor," jawab Arjuna.
"Bagus. Taruhan semalam masih berlaku. Kami tunggu di klub biasa. Ruang VVIP. Jangan mengecewakan kami, Tuan Pengantin Baru."
Arjuna menutup telepon. Klub. Ya. Mungkin itu yang dia butuhkan. Sedikit pengalih perhatian. Dia perlu mengingatkan dirinya sendiri siapa dia. Dia adalah Arjuna. Penakluk. Bukan suami siaga yang pulang untuk makan siang hanya dalam beberapa hari.
Satu jam kemudian, dia melangkah masuk ke Sanctum, klub malam paling eksklusif di kota. Musik menghentak, lampu laser membelah kegelapan. Dia adalah anggota VVIP, tentu saja. Manajer klub menyambutnya secara pribadi dan mengantarnya ke ruangan privat di lantai atas.
Bram dan Ferdi sudah di sana, dikelilingi oleh beberapa wanita cantik yang tertawa genit. Minuman beralkohol mahal sudah tersaji di meja.
"Akhirnya dia datang!" seru Bram. "Minum, Juna! Untuk merayakan... yah, apa pun yang kalian lakukan semalam!"
Seorang wanita bergaun merah ketat langsung menghampiri Arjuna, mengalungkan lengan di lehernya. "Hai, tampan. Sendirian?"
Arjuna melepaskan lengan wanita itu dengan sopan namun tegas. Dia mengambil gelas wiski yang disodorkan Ferdi dan menenggaknya dalam sekali teguk. Cairan itu membakar tenggorokannya, tapi tidak cukup untuk membakar bayangan Naya dari otaknya.
Dia minum lagi. Dan lagi. Mencoba mengusir rasa bersalah yang aneh, rasa frustrasi, dan kebingungan. Bram dan Ferdi terus menggodanya, mengingatkannya pada taruhan, pada status 'bebas' yang seharusnya masih dia miliki.
Setengah jam berlalu. Arjuna meneguk minumannya lagi. Tapi... ada yang aneh.
Bukan, ini bukan rasa mabuk yang biasa. Ini... sesuatu yang lain. Sesuatu yang panas, yang mulai menjalar dari perutnya, membuat darahnya berdesir. Napasnya tiba-tiba terasa lebih berat. Ruangan ber-AC yang dingin ini mendadak terasa gerah.
Panas itu merayap di bawah kulitnya, membangunkan sesuatu yang tidur.
Sial. Dia menatap gelas di tangannya dengan curiga. Dia melirik ke arah Ferdi dan Bram, yang kini sibuk dengan wanita masing-masing.
Darahnya berdesir dengan cara yang salah. Gairah. Besar dan kuat, menghantamnya tanpa peringatan.
"Aku ke toilet," gumam Arjuna, suaranya serak. Dia mencoba berdiri, tapi kakinya terasa berat.
"Toiletnya di dalam ruangan, Juna," kata Bram sambil lalu, menunjuk pintu lain di sudut ruangan.
Arjuna mengumpat dalam hati. Dia berjalan—sedikit sempoyongan—ke pintu yang ditunjuk. Begitu dia membukanya, dia sadar. Ini bukan toilet. Ini kamar tidur pribadi yang terhubung dengan ruang VVIP.
Dan di dalam, di atas ranjang besar berlapis satin hitam, seorang wanita menunggunya. Dia hanya mengenakan lingerie tipis berwarna hitam pekat. Wanita itu—yang jelas sengaja disediakan untuknya—tersenyum menggoda.
"Sudah lama menunggumu, Arjuna," bisiknya.
Napas Arjuna memburu. Kabut di otaknya semakin tebal, tapi hasrat di tubuhnya sejernih kristal. Obat itu bekerja tanpa ampun. Logika terakhir di otaknya berteriak 'Pergi'. Tapi tubuhnya, yang sudah diracuni, menjeritkan hal lain.
Wanita itu bangkit dari ranjang, berjalan sensual ke arahnya. Aroma parfumnya yang manis memabukkan.
Dia tidak segan-segan mengulurkan tangan, meraba dada bidang Arjuna yang tersembunyi di balik kemeja. Jari-jarinya terasa dingin di kulit Arjuna yang terasa seperti terbakar.
"Kamu terlihat tegang," bisik wanita itu, napasnya beraroma sampanye. Dia mulai membuka kancing kemeja Arjuna satu per satu.
Arjuna diam, napasnya berat dan cepat. Dia merasakan sentuhan itu, dan tubuhnya merespons dengan hebat. Dia sudah di titik puncak. Siap menerkam.
Wanita itu mencondongkan tubuh, bibirnya nyaris menyentuh bibir Arjuna.
Mata Arjuna menggelap.
Dia mengangkat tangannya... tapi bukan untuk mendorong wanita itu menjauh.
Dengan geraman rendah yang tertahan di tenggorokannya, dia mencengkeram tengkuk wanita itu, menariknya mendekat dengan kasar.
Persetan dengan Naya. Persetan dengan pernikahan. Dia hanya ingin melampiaskan gairahnya malam ini.
biar stres semoga Naya pergi jauh ke kampung biar tambah edan
udah akua hapus dari daftar favorit kemarin