Asila Angelica, merutuki kebodohannya setelah berurusan dengan pemuda asing yang ditemuinya malam itu. Siapa sangka, niatnya ingin menolong malah membuatnya terjebak dalam cinta satu malam hingga membuatnya mengandung bayi kembar.
Akankah Asila mencari pemuda itu dan meminta pertanggungjawabannya? Atau sebaliknya, dia putuskan untuk merawat bayinya secara diam-diam tanpa status?
Penasaran dengan kisahnya? Yuk, simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Anak Kandungku
"Asila, abang mau tanya sama kamu!"
Asila menoleh dengan satu alisnya terangkat. "Soal apa ya bang?" Perasaannya tiba-tiba gelisah tak tenang.
"Soal si kembar."
Deg, degub jantungnya mulai tak terkontrol dengan baik. Rasa gelisahnya semakin besar, ia hanya belum siap jika sang kakak menanyakan hal-hal yang mungkin tidak bisa dijawabnya.
Asila diam dengan menggigit bibirnya. Haruskah ia menghindari pertanyaan dari saudaranya? Kalaupun menjawab, ia harus menjawab apa?
"Sila! Kamu baik-baik saja?" Melihat raut wajah adiknya yang pucat, dia khawatir adiknya dalam keadaan kurang sehat.
"A—aku baik-baik saja kok. "Memangnya ada apa dengan anak-anakku bang? Apa mereka kembali membuat ulah? Maaf ya bang kalau mereka agak nakal. Sebenarnya aku sudah mendidiknya dengan baik, tapi ~~
"Tidak ada yang salah dengan mereka, yang ingin aku tanyakan, siapa ayah dari mereka?"
Asila mengatupkan bibirnya. Apa yang ia takutkan kini terjadi, kakaknya masih penasaran dengan orang yang sudah menitipkan benih padanya. Sebenarnya ia masih ingat, bahkan sudah bertemu kembali, tapi ia tak ingin urusannya berkepanjangan. Jika saja saudaranya tahu pelakunya tentu akan didesak untuk bertanggungjawab menikahinya.
"Asila! Abang tanya sama kamu! Kok kamu malah diam sih! Ayo jawab!"
"A—aku kurang tahu bang! Aku nggak ingat," jawab Asila gugup.
"Bohong! Kamu pikir Abang percaya kalau kamu tidak mengingatnya? Jangan sembunyikan apapun dariku Asila! Lebih baik kamu jujur saja sama Abang! Abang janji nggak akan marah. Abang hanya ingin tahu, siapa laki-laki brengsek yang sudah menodaimu? Apa kau pikir menyembunyikan masalah sebesar ini dampaknya akan baik? Tidak Asila! Bahkan kau bisa dibully banyak orang!"
Semakin gelisah saja ia tak berani menjelaskan. Tiba-tiba saja mulutnya tertutup rapat, enggan untuk memberikan penjelasan.
"Asila! Kau—
"Bang! Aku—
Drett.... Drett...
Handphone Asila tiba-tiba bergetar di dalam saku celananya. Buru-buru dia mengambil dan melihat siapa yang sudah menghubunginya. Setidaknya dengan begitu ia selamat dari pertanyaan yang tak harus dijawabnya.
"Iya halo, dengan siapa ini?"
Asila mengerutkan keningnya sembari menatap nomer asing yang tidak tercatat di handphonenya.
"Halo, apa benar ini keluarga dari bocah kembar dengan nama Dylan dan Sheila? Ini saya salah satu guru mereka dari sekolah TK Bhakti Dharma. Saya ingin mengabarkan bahwa Sheila tengah mengalami kecelakaan, dan kami selaku pihak sekolah langsung melarikannya ke rumah sakit terdekat."
"Apa? Anak saya mengalami kecelakaan?" Refleks Asila menjerit, tubuhnya gemetaran hebat. "Terus bagaimana kondisi anak saya Bu? Dia tidak apa-apa kan, Bu?"
"Maaf Nyonya, saya kurang tahu bagaimana kondisi si kembar Sheila. Tadi pihak rumah sakit langsung melarikan ke rumah sakit terdekat, dan saya diminta untuk memberitahu pada keluarganya."
"Ba—baik Bu guru, terimakasih atas informasinya. Kalau begitu saya langsung ke rumah sakit."
Asila memutus sambungannya. Dia tak bisa lagi menahan tangisnya. Perasaannya benar-benar hancur kala mendengar buah hatinya dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Teddy mendekat, dia tak tahu apa yang sudah terjadi pada adiknya hingga membuatnya menangis saat menerima telepon. Dia meminta penjelasan tentang apa yang terjadi sebenarnya.
"Asila! Apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis?"
"Abang! Anakku Bang!
Anakku kecelakaan di sekolahnya. Sekarang dia dibawa ke rumah sakit terdekat."
"Apa?" Teddy mendelik terkejut. "Bagaimana ini bisa terjadi?"
Asila menggeleng. "Aku tidak tahu bang!!Ayo cepat antar aku ke rumah sakit sekarang juga!"
***
Setibanya di rumah sakit, Asila dan Teddy langsung menuju ruang pendaftaran. Di sana mereka mendapatkan arahan menuju IGD karena pasien masih dirawat di ruang IGD.
Asila tak berhenti menangis, dia benar-benar syok atas kejadian yang menimpa putrinya Hampir tidak percaya kalau putrinya mengalami kecelakaan, belum lama meninggalkannya di sekolah sudah mendapatkan kabar yang tak mengenakkan.
"Mommy! Ayah!" Dylan yang mengetahui kedatangan Asila bersama Teddy langsung melambaikan tangannya. Asila dan Teddy langsung berlari ke arahnya dengan perasaan cemas.
"Nak, kamu di sini dengan siapa? Di mana adikmu sekarang? Dia nggak kenapa-kenapa kan?"
Wali kelas dan kepala sekolah yang mengantarkan Sheila langsung menemui Asila dan memberikan penjelasan mengenai kejadian yang menimpa si kembar. Mereka juga meminta maaf atas kelalaiannya yang tidak bisa mengawasi anak didiknya dengan baik.
"Nyonya, Tuan, kami selaku pihak sekolah ingin meminta maaf. Kami sudah ceroboh dan lalai menjaga mereka dengan baik."
Teddy mendengus emosi. Sebelum memasukkan si kembar ke sekolah, dia sudah mewanti-wanti agar mereka bisa menjaga keponakannya dengan baik, tapi mereka malah mengabaikan perintahnya.
"Kok bisa lalai sih Bu, saya kan sudah peringatkan pada anda untuk menjaga mereka dengan baik. Kenapa anda meremehkan nasehat saya! Saya sudah membayar anda loh, tapi apa yang terjadi? Anak-anak saya keamanannya tidak terjaga dengan baik. Kalau sudah seperti ini bagaimana Bu?"
"Maaf Tuan, kami benar-benar minta maaf. kami mengaku bersalah, kami
~~
"Sudah-sudah! Sekarang bagaimana kondisi Sheila?" tanya Teddy dengan tatapan dingin.
"Sekarang Sheila masih ditangani oleh dokter. Sebaiknya kita tunggu kabar dari dalam."
"Ya ampun Sheila! Bagaimana ini bisa terjadi nak? Apa yang membuatmu terluka? Seharusnya aku nggak ninggalin mereka."
Asila menyandarkan kepalanya di dinding di depan ruang IGD. Di situ Teddy berusaha menenangkannya. "Kamu yang tabah ya dek? Semoga saja Sheila nggak kenapa-kenapa."
"Aku takut bang! Aku takut anakku kenapa-napa! Harusnya aku tadi tidak meninggalkannya. Harusnya aku tetap menjaganya sampai pulang. Ya Tuhan... Lagi-lagi aku ceroboh! Aku tidak bisa menjaga anak-anakku dengan baik. Aku tidak bisa bayangkan, jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada anakku~~~
"Istiqfar dek, jangan berpikir yang macam-macam! Berdoa yang baik-baik saja oke!"
****
Di tempat yang sama, Edgar ditemani oleh asisten pribadinya untuk mengambil hasil tes yang dilakukannya dua hari yang lalu. Menerima kabar dari petugas laboratorium di rumah sakit, pria itu langsung bergegas datang. Mereka terkejut ketika melewati ruang IGD. Matanya tertuju pada sosok wanita dan pria yang dikenalnya.
"Ga, bukannya itu Asila sama Teddy? Itu juga ada si kembar. Kira-kira apa yang dilakukan oleh mereka di sini? Apa mungkin ada pihak keluarganya yang tengah sakit?"
Dirga mengedarkan pandangannya pada mereka. "Bisa jadi Tuan, saya rasa mereka sedang menemani pihak keluarganya yang tengah sakit."
"Bagaimana kalau kita temui mereka?"
Perasaan Edgar mulai tak tenang. Ia penasaran, ingin tahu siapa yang tengah di tunggu oleh mereka di ruang IGD. Kakinya melangkah, namun asistennya berusaha untuk menghalangi karena ada yang lebih penting untuk diselesaikan.
"Em... Tunggu Tuan, apa nggak sebaiknya nanti saja setelah mengambil hasil tesnya. Kan Tuan sendiri sudah berjanji akan segera mengambilnya."
Edgar terdiam sejenak, mau tak mau ia harus mendahulukan tujuannya. "Oke baiklah. Kita temui petugas laboratorium dulu, tapi setelah itu kita mampir sebentar ya? Aku penasaran, siapa yang tengah dirawat di sana!"
"Baik Tuan,"
Setibanya di ruang laboratorium, mereka bertemu dengan petugas. Ternyata kedatangan mereka sangat ditunggu-tunggu oleh petugas.
"Maaf mas, kedatangan kami ke sini untuk mengambil hasil tes DNA," celetuk Dirga.
"Dengan Tuan Edgar Pratama?"
"Iya, benar. Bagaimana dengan hasilnya? Apa sudah bisa dilihat?"
"Sudah Tuan, kami sudah menyelesaikannya," jawab petugas.
Petugas masuk ke dalam ruangan untuk mengambil hasil tes dan menyerahkanya kepada Edgar. Amplop berwarna putih itu masih tertutup rapi dan bersegel, tentu akurat dan belum tersentuh oleh orang lain. Di situ Edgar menerimanya dengan perasaan yang gelisah. Padahal sebelumnya ia keukeh ingin mengetahui siapa ayah dari si kembar, karena curiga mereka darah dagingnya ia berniat untuk melakukan tes DNA.
"Apakah ini hasilnya akurat?"
"Oh... Soal itu tenang saja Tuan. Kami melakukan uji coba selama tiga kali dan hasilnya tetap sama. Silahkan anda periksa. Semoga tidak mengecewakan."
Pria itu menarik nafas dan memutuskan untuk segera membukanya. Degup jantungnya tak beraturan, takut apa yang dibayangkan tak sesuai dengan kenyataan.
Perlahan Edgar membuka lembaran kertas putih dengan deretan tulisan yang tidak begitu dipahaminya. Tatapannya tertuju pada tulisan yang paling bawah yang membuat bulu kuduknya berdiri. Terukir jelas senyum tipisnya saat mengetahui hasilnya.
Berdasarkan hasil penelitian tes DNA menyatakan sembilan puluh sembilan persen gen si kembar memiliki kesamaan dengan dirinya, dan itu artinya si kembar adalah anak kandungnya.
"Jadi benar mereka itu anak-anakku? Begitu bodohnya aku yang tidak bisa mengenali darah dagingku sendiri."