Ilya Perry-Ivanova menikahi Nicholas Duncan hanya untuk satu tujuan: melarikan diri dari sangkar emas neneknya yang posesif.
Tapi Nicholas Duncan, sang pecinta kebebasan sejati, membenci setiap detik dari pernikahan itu.
Tujuannya Nick hanya satu: melepaskan diri dari belenggu pernikahannya, yang mana berarti Ilya. Istrinya yang paling indah dan jelita.
Ketika satu pihak berlari ke dalam ikatan itu, dan pihak lain mati-matian berlari keluar, mampukah mereka selamat dari perang rumah tangga yang mereka ciptakan sendiri?
×wasabitjcc
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wasabitjcc, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Peringatan
Ilya duluan pergi ke kamar Nick. Setibanya di kamar pria itu, Ilya mengamati kamar itu dengan mata membulat takjub. Ilya pernah sekali masuk ke kamar Nick, lewat jendela balkon, tapi daripada mengamati seisi kamar Nick, yang Ilya perhatikan malah dada bidang Nick yang harum sabun.
Sekarang, saat ia mempunyai waktu untuk mengamati seisi ruang, Ilya akhirnya menyadari betapa mengesankannya kamar itu. Sangat Nick sekali. Sangat tak bernyawa.
Dindingnya sebagian besar berlapis cat abu-abu gelap yang memancarkan ketenangan. Menyertai tembok itu, yang paling mendominasi dan mencolok adalah tirai-tirai tebal yang jatuh menjuntai seperti air terjun beludru berwarna hijau hutan.
Kain dari tirai-tirai itu mewah dan berat, memblokir hiruk pikuk dunia luar, hanya menyisakan jendela besar yang tertutup lapisan tipis tirai putih, yang memungkinkan cahaya alami masuk dengan lembut dan menyebar seperti kabut pagi.
Saat berada di kamar Nick, Ilya merasa kamar itu lebih dingin daripada kamar hotel kemarin. Mungkin karena kamar itu kamar Nick, kamar si raja es yang dinginnya minta ampun, jadi berada di kamarnya membuat Ilya merasa mencekam.
"Dasar beruang kutub," Ilya tidak bisa menahan diri dan mulai melayangkan makian pertamanya terhadap Nick.
"Dia seharusnya bersyukur perempuan secantik aku mau menikahinya," kata Ilya lagi, kali ini sambil membaringkan tubuhnya di ranjang.
"Aaah, nyamannya." Ilya mulai menguap, dan tak berselang lama kemudian, dia sudah terlelap.
...----------------...
Nick masuk ke kamar setelah langit di luar jendela menjadi hitam. Seperti deja vu, Nick masuk ke kamar yang gelap gulita, dan penghuni di dalamnya sedang terlelap nyenyak seperti puteri tidur.
Nick menyalakan lampu dan sambil memperhatikan Ilya yang terlelap, Nick melepaskan kemeja yang ia kenakan seharian ini.
Saat itu, di atas ranjangnya, istrinya terlelap seperti malaikat yang jatuh dari surga, seperti bidadari yang menguji ketangguhannya.
"Benar-benar gadis bodoh," umpat Nick. Dia menyalahkan Ilya yang meski memiliki keindahan seperti dewi Aphrodite, malah memilih pria sepertinya untuk dinikahi.
Apa Ilya tidak berpikir sama sekali? Mengapa dirinya, sih? Apa pria di Rusia kurang? Mengapa Ilya malah menginginkannya? Apa yang ada pada dirinya untuk pantas dicintai?
Nick menghela napas panjang.
Begitu selesai menanggalkan pakaian kotornya ke keranjang, Nick akhirnya pergi ke kamar mandi. Ia membersihkan dirinya dengan air dingin mengucur deras membekukan tulangnya.
Selesai mandi, Nick menemukan Ilya sudah terbangun dan sedang men-scroll layar ponselnya.
"Selamat malam, Baby." sapa Ilya, kekesalannya pada Nick tadi siang sudah mereda, tergantikan keusilan. Nick terlihat dua kali lipat lebih tampan sesudah mandi. Seperti pangeran.
Bukannya menjawab sapaan Ilya, Nick justru berbicara dengan nada yang dingin, jauh dari keintiman. "Bersihkan dirimu dan pergi makan malam. Baba mencarimu."
"Uuufff, apa aku boleh melewatkan makan malam?"
"Tidak."
"Awww..."
"Ilya, mandi."
Memperoleh perintah mutlak dari Nick, Ilya mau tak mau turun dari ranjang. Ia menyeret kakinya dengan malas-malasan. "Kamu seharusnya menggendongku," keluh Ilya.
"Dan menceburkanmu ke bak?"
"Dan mandi bersamaku, Baby."
Nick memicingkan matanya, tak menyukai godaan Ilya. Dan memang itu tujuan Ilya, membuat Nick geram. Ketika pria itu hendak memarahinya, Ilya langsung berlari ke kamar mandi dan menutup pintu.
"Siapa juga yang mau mandi bersamamu?" Ilya mencebik.
Beberapa menit kemudian, Ilya akhirnya keluar dari kamar mandi. Handuk berwarna abu-abu melingkupi tubuhnya dari dada ke paha. Nick melihat kemunculan Ilya dan lagi-lagi mengerutkan dahi. Demi Tuhan, Nick tidak senang dengan pemandangan ini.
"Lain kali, berpakaianlah di kamar mandi." kata Nick, ia membuang muka. Nick mengambil ponselnya di meja, hendak meninggalkan Ilya.
"Nicky Nick, bisa kamu berhenti mengeluh seperti perawan?" Ilya akhirnya habis kesabaran. Ia mengambil kopernya yang masih belum dibuka, koper dari kamar sebelah, dan membantingnya ke tempat tidur.
"Aku adalah istrimu sekarang, melihat dadaku tidak akan membuat kamu masuk neraka."
"Apa?" Nick ternganga, ia membalikkan tubuhnya menghadap Ilya, mata bertemu mata.
"Apa yang kamu katakan—" Tunggu, siapa yang baru saja Ilya juluki perawan?
Nick adalah pria berusia 32 tahun, asal tahu saja. Dia sudah hidup lebih lama dari Ilya dan sudah mencium lebih banyak perempuan daripada—pokoknya, dia bukan perawan!
"Ilya, kamu dengarkan aku, aku tidak takut melihat kamu tidak memakai apa pun, aku cuma tidak mau melihat kamu dan tubuhmu itu!"
"Well, then." Tanpa pikir panjang, Ilya melepaskan handuknya. Nick terperangah.
Ilya berdiri dengan percaya diri di depan Nick sementara pria itu reflek memutarkan tubuhnya jadi menatap dinding. Nick terperanjat hebat. Ia tidak menyangka adik sahabatnya itu adalah psikopat.
Perempuan macam apa yang tidak tahu malu seperti itu?
"Apa yang kamu pikirkan?"teriak Nick marah.
"Pffftttt..." Suara tawa Ilya lolos kemudian, ia duduk di ranjang dan tertawa terpingkal-pingkal. "Lapochka, kamu benar-benar menggemaskan." kata Ilya.
Ilya tidak polos seperti yang Nick pikirkan. Di balik handuk itu, Ilya sudah memakai pakaian dalam.
Mendengar bagaimana Ilya menertawai dirinya, ego Nick akhirnya tergores. Ia merasa diremehkan dan dipermainkan. Ia segera menoleh ke arah Ilya dan menemukan perempuan itu duduk bersilang kaki di ranjangnya, tubuh dilingkupi oleh pakaian dalam berwarna hitam. Karena pakaian itu tidak memakai tali di pundaknya, Nick mengira Ilya belum memakai apa-apa.
Benar-benar naif. Bagaimana bisa ia dikerjai anak kecil?!
"Ilya," kata Nick, ia memaksakan dirinya menatap Ilya tepat di mata, bukan di pangkal paha perempuan itu yang mulus, bukan pada dadanya yang meski dilingkupi penutup, masih menunjukkan belahan yang menggoda. Nick berusaha hanya fokus pada mata Ilya dan bicara dengan serius, "Aku perlu mengklarifikasi sesuatu, agar tidak ada kesalahpahaman. Aku tidak ingin ada kekacauan."
Tawa Ilya pun mereda. Ia mendongak menatap Nick.
Mata Nick yang tajam bertemu pandang dengan Ilya yang menunggu ucapannya.
"Ilya, jangan mengharapkan apa pun terjadi di antara kita," ucap Nick, lugas dan tanpa basa-basi. "Hanya karena kamu mendapatkan pernikahan ini, hanya karena keluargamu berhasil mendorongmu padaku, kamu tidak akan bisa memaksa perasaanku untuk berubah padamu."
Kata-kata Nick menghantam Ilya seperti cambukan. Membuatnya nyaris bungkam. Nyaris, tapi harga diri Ilya tak membiarkan dirinya remuk terkalahkan, tidak di depan Nick. Ilya menelan perih di hatinya dan dengan percaya diri, ia mengangkat dagunya.
"Kamu tidak tahu apa yang kamu katakan, Nick," balas Ilya dengan suara yang dibuat-buat tenang. "Kita baru saja menikah. Kamu tidak tahu apa yang bisa terjadi di masa depan."
Mata Ilya yang lebar memancarkan keyakinan murni yang menyentuh batas kekonyolan. "Aku tahu aku cantik. Aku menggemaskan. Aku luar biasa. Mungkin..., mungkin suatu hari nanti kamu akan luluh dan jatuh cinta padaku."
Mendengar ucapan Ilya yang baginya sangat naif, sebuah tawa remeh keluar dari bibir Nick. Tawa itu singkat, tanpa humor, dan penuh penghinaan yang menusuk.
"Cinta?" Nick menggelengkan kepalanya, ekspresinya dipenuhi rasa iba yang jenaka kepada Ilya. Seakan-akan sedang mengasihani gadis paling bodoh di dunia.
"Kamu masih anak-anak, Ilya. Jangan samakan pernikahan ini dengan dongeng Rusia-mu. Aku tidak akan pernah mencintaimu. Sekarang, bersiap-siaplah."
Begitu selesai dengan ucapannya, Nick akhirnya benar-benar meninggalkan Ilya sendirian. Ia keluar dari kamar dan segera mencari sandaran. Nick mengontrol deru napasnya yang melaju tak karuan, buah dari emosinya yang membuncah oleh amarah.
Nick berusaha menenangkan diri, dan saat sosok Nacha tertangkap matanya, ia langsung menghampiri perempuan itu untuk mendekapnya.
Benar, hanya Nacha yang bisa memahaminya.
Saat Nick mendekap Nacha, menemukan napasnya kembali teratur di dalam dekapan perempuan itu, Ilya yang hendak mengintip keberadaan Nick menjadi terpana melihat pemandangan itu.
Nick dan Nacha, Ilya tidak pernah memikirkan dua orang itu sebelumnya.
Apa mereka begitu dekat?
Sebegitu dekatnya?
...----------------...