Selma, pewaris utama keluarga konglomerat terpandang, dikhianati di malam pengantinnya. Dengan mata kepalanya sendiri, Selma menyaksikan suami yang dia cintai malah beradu kasih di atas ranjang bersama saudari tirinya.
Hati Selma semakin pedih mengetahui ibu tiri dan kedua mertuanya juga hanya memanfaatkannya selama ini. Semua aset keluarganya direnggut sepihak.
"Kalian semua jahat, kalian tega melakukan ini..."
Di tengah laut yang disertai badai dan hujan deras, Selma dibuang oleh suami dan adik tirinya, lalu tenggelam.
Namun, sebelum air menguasai penuh paru-parunya, seorang perempuan sekecil tinkerbell bercahaya biru muncul di hadapannya dengan suara mekanis yang bergema di kepala Selma.
[Ding! Sistem Waktu Eri Aktif. Apakah Anda ingin menerima kontrak kembali ke masa lalu dan membalas dendam?]
IYA!
Begitu Selma membuka mata, dia terbangun di tubuhnya saat berusia 16 tahun. Di kesempatan keduanya ini, Selma berjanji akan menghancurkan semua orang yang mengkhianatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Operation LDM
Selma menghentikan langkah dan tongkat bantunya tepat di sisi tangga luar gimnasium, tempat jalur beton kecil menurun menuju lapangan. Tangga itu menempel pada sebuah tembok tinggi berwarna abu terang yang membentuk sudut sempit.
Di situlah gadis berambut merah tembaga itu berdiri, pundaknya nyaris menempel pada tembok dingin yang terhubung langsung dengan struktur tangga. Dari celah pagar di ujung tangga, lapangan lacrosse terlihat jelas. Suara peluit, tongkat beradu dan teriakan latihan mengisi udara sore.
Selain Selma, ada Martha, Kimmy dan Desy yang ikut mengintip.
"Sel, rencana kamu apa sih sebenernya?" tanya Desy.
"Iyaaa, ih, kamu kayak jadiin kita ini stalker aja, tahu!?" keluh Kimmy.
"Duhhhh, Kak Kimmy! Kak Desy! Bisa nggak sih take a deep breath and relax dikit! Aku tuh tadi mikir dulu enaknya Kak Martha sama Kak Damian ketemu diana tanpa ada orang yang liatin ataupun ngikutin," papar Selma.
"Oke, gurllss, stop, sekarang kita percayain sama Selma, keyyy?" Martha menatap kedua temannya.
"Owkeeyyy…"
"Sekarang gimana, Selma? Udah nemu lokasinya?" tanya Martha.
"Udah dong, Kak."
Selma kemudian mengajak ketiga kakak seniornya mendekat, membentuk lingkaran.
"Aku bakalan nyamperin Kak Damian dan bilang mau ngobrol berdua sama dia di belakang perpus."
"Di belakang perpus?" sahut Kimmy.
"Iya, Kak, itu lokasi yang paling strategis, pertama, siswa-siswi yang ada di perpus itu mostly nerdy, Anak-anak yang peduli ranking. Mereka mana perhatiin banget kalau ada cewek or cowok populer yang ke situ. Paling liat bentar terus bilang oh doang."
Ketiga kakak-kakak senior itu manggut-manggut. Selma ada benarnya juga. Ternyata anak ini memang dari tadi memikirkan strategi pertemuan Damian dan Martha.
"Okay and then?" tanya Desy.
"Nahhh tugas Kak Desy dan Kak Kimmy, kalian harus alihin perhatian anak-anak yang ada di sekitar taman, gimnasium dan lapangan basket outdoor supaya nggak ada yang merhatiin kalau Kak Damian pergi ke belakang perpus."
"Aku punya pertanyaan?" sahut Desy.
"Yesss, please…"
"Kenapa kita harus ngalihin anak-anak itu?"
"Kak, dari cerita Kak Martha yang katanya Kak Damian ngehindarin dia terus, aku narik satu hipotesis, kalau ada yang ngawasin Kak Damian."
"Ahhh… I got it."
"Ehemmm, yesss."
"So, kita jalanin rencananya sekarang?"
"Let’s do it," kata Martha dengan elegan.
Selma menjulurkan punggung tangannya ke depan. "Operation LDM, begin!" seru Selma heboh.
Krik Krik Krik
Ketiga kakak seniornya malah bengong karena tidak paham dengan istilah Selma.
"LDM?"
Selma tersenyum. "Operation Love Damian Martha."
Martha berdeham dan mengangkat dagunya sedikit. Wajahnya memancarkan raut wajah dingin tapi dia tidak bisa menyembunyikan semburat merah yang sudah menjalar di sepanjang pipinya.
Keempat gadis itu akhirnya sama-sama menyatukan punggung tangan mereka di tengah lalu serempak mengangkatnya.
***
Selma berjalan pelan menuruni tangga dengan dan mendekat ke pinggir lapangan lacrosse, tongkat penopangnya kemudian mengetuk lembut rumput sintetis di setiap langkahnya. Cahaya sore memantul di rambut Selma, membuat warna merah tembaganya tampak menyala dibanding seragam yang ia pakai.
Latihan masih berlangsung di lapangan, peluit, pelatih, teriakan pemain dan dentuman tongkat beradu mengisi udara. Namun ketika Selma muncul, beberapa kepala langsung menoleh. Bisikan-bisikan cepat menyebar seperti hembusan angin.
"Eh pacarnya Julio."
"Si posesif."
"Ngapain yah dia ke sini?"
"Pacarnya anak basket kan?"
"Ngapain ke tempat anak laccrose, emang dasar caper!"
Selma tidak memedulikan satu pun tatapan itu. Wajahnya tenang, tak ada rasa gentar. Dia hanya terus mendekat sampai bayangannya jatuh tepat di garis putih pinggir lapangan.
Damian si Kapten lacrosse, cowok tinggi dengan rambut cokelat sedikit berantakan melihat Selma. Dia menghentikan latihan dan berjalan ke arahnya, tongkat lacrosse menggantung di salah satu tangan.
"Hey, Sel, what’s up?" tanya Damian. suaranya terdengar lebih sopan dibandingkan bisikan siswa lain.
"Kak, aku mau ngobrol setelah kakak latihan boleh nggak?"
"Sure, why not…"
"Oke, Kak, aku tungguin di belakang perpus, yah."
"Oke."
Setelah percakapan singkat itu, Damian kembali ke tengah lapangan untuk melanjutkan latihan. Namun tatapan beberapa siswa-siswi di sana masih mengikuti Selma sampai dia berbalik.
Gadis itu kemudian melangkah menjauh, tongkatnya kembali mengetuk pelan lantai beton menuju arah gimnasium. Ketika ia mencapai depan gedung luas itu, tempat lorong menuju tangga samping, Selma menoleh ke arah ketiga kakak seniornya sudah berdiri di sana. Seolah menunggu laporan.
Selma tidak mengatakan sepatah kata pun.
Dia hanya mengangkat dagu sedikit dan mengangguk kecil. Sebuah isyarat bahwa Damian setuju bertemu di belakang perpus.
Selma lanjut berjalan melewati mereka. Sementara ketiga kakak senior itu saling melemparkan pandangan.
Martha menghela napas panjang. Gadis anggun itu seketika gugup.
"Owkeyyy, gurllss, akhirnya aku bisa dapetin kesempatan ngobrol berdua sama Damian." Martha melirik Kimmy dan Desy.
Dua gadis girly itu meraih tangan Martha. "You could face this," ujar Kimmy
"Sekarang kamu harus nuntasin semua uneg-uneg ke Damian hari ini," sahut Desy.
Martha mengangguk. Ya, dia harus melakukannya. Mumpung ada kesempatan. Sewaktu grade 10 mereka berdua itu berteman dekat dan Martha diam-diam jatuh hati. Tapi, entah kenapa ketika mereka naik ke grade 11, Damian tiba-tiba berubah ketika rumor Martha suka Damian menyebar luas.
Martha juga mulai merasakan sakit hati ketika Damian terang-terangan menembak Selma.
Mereka berdua jadi… asing.
Meski rumor mengenai Martha mengejar Damian tidak pernah redah, mantan ketos itu mulai menurunkan ego untuk memperbaiki hubungan mereka, namun sayangnya Damian selalu menghindar jika diajak bicara oleh Martha.
Namun, mendengar penjelasan Selma. Martha tahu, kalau dia harus mencari alasan Damian sengaja menghindarinya apa.
Dan, ini kesempatannya.
"Oke, aku ke belakang perpus sekarang," kata Martha. "Kalian juga ke posisi masing-masing untuk ngalihin anak-anak lain. Jangan sampai ada yang sampai ngikutin aku atau Damian."
"Oke, Tha. Semangat."
"Fighting, Tha."
Di sisi lain, Selma duduk di depan meja putih berpayung di area outdoor tempat favorit siswa Mirelle High untuk melepas penat.
Di tangannya ada susu kotak rasa stroberi. Lantas Selma menusukkan sedotan kecil ke kotaknya, lalu menyesap perlahan. Aroma stroberi yang manis samar terbawa angin, menyatu dengan bau rumput segar.
Suara vending machine di sudut area sesekali berbunyi. Bunyi koin, tombol ditekan dan dentingan kaleng jatuh, menjadi latar kecil yang menemani kesibukan Selma memantau pergerakan grafik trading di layar hapenya.
"Hmmm, kalau aku profit terus, bisa-bisa aku nggak bakalan butuh uang jajan dari papa nih," komentar Selma manggut-manggut.
Tak lama kemudian, Selma menoleh ke area perpustakaan dan tatapannya menemukan Damian yang masih mengenakan seragam laccrose, berjalan santai sambil menyugar rambutnya.
"Ohhhh itu dia!"
Selma beranjak pelan dan memasukkan hapenya ke saku lalu meraih tongkat penopangnya untuk berjalan.
Dia kemudian bergumam. "Saatnya nyelesain misi bagian ketiga, supaya cepet dapetin hadiah undiannya." Selma tersenyum lebar.
Di sebuah gedung, tepatnya lantai tiga dari jendela ruangan kerja OSIS, Kyrann berdiri di sana, melihat Selma yang menuju ke belakang perpustakaan. Tentu, dia juga melihat Damian juga tadi.
Kyrann merapikan posisi kacamatanya.
"Apa itu urusan yang dia maksud? Ketemuan sama Damian?" gumam Kyrann. Tak sadar tatapannya seolah tidak suka.
yg datang kyrann pasti