Lisa Anggraeni , seorang gadis yang tengah berjalan dengan sahabatnya setelah dari aktifitas kuliah mengalami kecelakaan saat dia tengah menunggu bus yang ada di sebrang jalan. Dia menoleh dan melihat ada motor melanu cepat membuatnya mendorong Hani. Dan membuatnya menjadi korban kecelakaan. Lisa yang mengalami luka luka sempat di bawa ke rumah sakit. Namun sayang, saat dirinya sedang di operasi, nyawanya tak bisa di selamatkan.
Lisa yang tahu dirinya mengalami kecelakaan sebelumnya mengira dia selamat, dan berada di salah satu rumah sakit.
Tapi saat dia sadar justru, dia sedang di salah satu ruangan kosong gelap dan pengap.
Namun saat dirinya berusaha mencari jalan keluar, dia justru melihat bayangan seseorang dari kaca hias kecil.
"Aaaaaa... Wajah siapa yang ada di mukaku ini!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adira_Mutiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perdebatan Kecil
malam hari, suasana sebelum makan malam di mulai begitu hening. para penghuni rumah masih di dalam kamar masing masing.
di lantai satu, para pembantu sedang menyiapkan hidangan di meja untuk makan malam. mereka menatap piring, sendok, gelas, dan hidangan dengan rapih. tak lupa, hidangan ringan juga mereka sajikan seperti sudah terjadwal.
"kamu tau tadi nona Jenia kesini?" tanya salah satu pembantu yang tadi mendengar pembicaraan mereka.
"maksud kamu apa?"
"nona Jenia tadi hampir nampar non Rubby."
"apa!! nggak mungkin. nona Jenia itu baik,"
"heh, kamu itu. aku liat sendiri tau. gadis itu bermuka dua,"
para pelayan yang tidak tahu kejadian siang tadi di buat kaget hingga menutup mulutnya karena tak percaya.
"kamu yakin? akan bahaya jika kita bergosip di sini," ucap seorang art yang mencoba agar pembicaraan itu segera di akhiri agar tidak menimbulkan masalah lain.
terdengar suara langkah kaki, pembicaraan di antara art segera di akhiri karena takut masalah yang nantinya akan menimpa mereka jika obrolan di teruskan.
"silahkan duduk bu,"
"makasih, mbak. hmmm tolong panggilkan yang lain"
"iya, bu."
art itu merapihkan pekerjaan yang dia pegang, dan setelah itu bergegas memanggil anak dari majikannya untuk segera makan malam.
Art menaiki setiap undagan tangga menuju lantai dua ke kamar anak majikannya. dengan langkah cepat dan hati hati, dia mengetuk pintu yang tak jauh dari tangga.
"den Afdal. makan malam udah siap," ucapnya sedikit keras.
"iya. ntar ke bawah mba,"
setelah mendapatkan jawaban, dia berpindah ke kamar lainnya. tak lupa dia juga mengetuk dulu.
"eh, astaga buat kaget," ucap Rubby yang terkejut saat pintunya sudah hampir terbuka justru di ketuk dari luar.
"udah di tunggu ibu di bawah, non,"
"iya mba, ini mau turun."
"ya udah, mba ke kamar den Keano."
"eitzz, biar aku aja mba."
Rubby menahan tangan art itu, dan di angguki sang art untuk menggantikan memanggil Keano. Rubby melangkah menuju kamar kakaknya yang ada di ujung lantai dua. kamar paling besar dan paling pojok di lantai dua.
"abang,, turun. mama udah nungguin di bawah," ucap Rubby yang mengetuk pintu kamar Keano.
beberapa saat Rubby mengetuk beberapa kali hingga pintu kamar terbuka, Keano keluar dengan wajah sedikit tegang. sorot matanya menajam menatap ke arah Rubby.
Rubby yang mendapatkan tatapan itu langsung takut dan menunduk. dalam hatinya, dia merasa bersalah karena mengetuk beberapa kali dan sepertinya membuat suasana hati kakaknya menjadi kesal.
"kenapa?" ucap Keano dingin.
"mama nungguin di bawah." ucap Rubby menunduk dan lekas meninggalkan tempat itu. dia sangat takut jika mendapatkan amarah dari Keano.
*
*
di ruang makan,
Suasana begitu hening, tidak ada pembicaraan sejak awal mereka duduk. Iram terdiam, wajahnya masih mengisyaratkan emosi yang di tahan. begitu juga dengan Keano yang terus terusan memainkan ponsel untuk membalaskan pesan dari asistennya tentang masalah yang hari ini terjadi.
Sonia hanya bisa menghela nafasnya, dia kesal karena mereka saling mendiamkan tanpa ingin mendengar dari pihak yang bersangkutan.
"udah mau gini terus?" ucap Sonia yang menatap suami dan anaknya.
"maaf," lirih Rubby yang tahu jika dirinya salah.
"kenapa kamu biarin Jenia mengatakan jika kamu anak pembantu di rumah ini."
suara Iram begitu tegas dan penuh emosi. tapi pembawaan saat berbicara tidak ada nada tinggi.
Rubby hanya diam, ingin menjawab juga dia tidak bisa. karena dulu yang menjalankan hidup ya Rubby asli. dia hanya pendatang jiwa tersesat, dan lagi pula. dia di raga Rubby untuk memperbaiki kehidupan Rubby.
"maaf, papa."
"abang kira selama ini kamu yang buat masalah di sekolah."
Sonia menyentuh lengan, dia menggeleng kecil ke arah putranya untuk tidak ikut campur lebih dulu. akan lebih baik jika Iram yang menanyakan lebih dulu dan selanjutnya bisa yang lain untuk mendengarkan dari sisi Rubby.
"aku nggak tau kalo Jenia nyebar omongan itu. aku di sekolah emang sering bermasalah sama dia. tapi bukan aku yang mulai, ma, pa."
Rubby mulai menjelaskan tentang apa yang terjadi selama ini. bahkan tentang dirinya yang di sebut berpacaran dengan pria matang oleh Jenia saja dia tetap diam.
"kenapa Jenia bilang ke yang lain kalo kamu jalan sama cowok?"
"Jenia suka sama cowok yang namanya Sean. dia bahkan melakukan apa aja biar Sean mau sama Jenia sampe mereka lakuin hal itu," suara Rubby lirih di bagian akhir.
Semuanya terkejut mendengar itu, "kamu tau dari mana?" tanya Sonia yang sudah menetralkan rasa kagetnya.
"Jenia sendiri yang bilang. bahkan waktu kelas satu dia ngajak Sean ke gudang sekolah buat lakuin itu. terus dia nyuruh orang manggil aku ke sana pake alesan di suruh ngambil matras olahraga."
Sonia meringis saat mendengar jika anaknya pernah melihat seseorang melakukan hal intim. dia tidak bisa membayangkan bagaimana ingatan itu membekas di ingatan putrinya.
"tapi Jenia bilang kamu sama Sean yang main berdua di gudang," celetuk Afdal yang ingat dengan ucapan Rubby tadi.
"gimana nggak di putar balikin. orang aku ngerekam terus buat ngancem dia pas dulu mau dorong aku dari rooftop sekolah,,, eh"
Rubby segera menutup mulutnya saat dia keceplosan. matanya menutup tidak berani melihat orang tua dan kedua kakaknya yang menatapnya dengan horor.
"mana ponsel kamu?" todong Keano yang menadahkan tangannya.
"buat apa bang?" tanya Rubby dengan polos.
"udah pinjem aja."
"nggak mau. ntar malah iseng lagi,"
Keano berdecak, dia beranjak dan melangkah memutari meja makan lalu berdiri di samping Rubby dengan tangan yang menadah meminta ponsel.
"bawa sini HP nya"
"maaa,,"
"udah kasih aja, ntar di balikan juga."
Karena desakan dari Keano, Rubby terpaksa memberikan ponselnya dan duduk menyenderkan punggung dengan bibir yang manyun.
"besok papa urus surat kepindahan kamu. dan kamu Afdal. kamu harus kembali ke ruangan kelas privasi kamu lagi. papa ngga mau ada masalah lagi,"
Rubby mendengar jika dirinya akan di pindahkan segera protes. dia berdiri dan melangkah mendekat ke Iram.
"kenapa harus pindah, tinggal setahun lagi lulus sekolah. sayang duitnya,"
"bokap gue nggak kekurangan duit asal lo tau, by." ucap Afdal yang sedikit menyombongkan tentang ayahnya itu
"tapi kan,,"
"nggak ada tapi tapian. kamu akan tetap pindah."
Rubby terdiam mendengar itu, dia kesal karena ayahnya mengambil keputusan yang gegabah. tapi semua orang tua pasti ingin anaknya baik baik saja dalam lingkungan sekolah.
"padahal aku udah siapin list data buat bales Jenia"