NovelToon NovelToon
SEKUNTUM BUNGA DI RUANG GELAP

SEKUNTUM BUNGA DI RUANG GELAP

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Cinta setelah menikah / Wanita Karir / Romansa
Popularitas:457
Nilai: 5
Nama Author: Efi Lutfiah

Di balik gemerlap lampu malam dan dentuman musik yang memekakkan telinga, seorang gadis muda menyembunyikan luka dan pengorbanannya.
Namanya Cantika, mahasiswi cerdas yang bercita-cita menjadi seorang dosen. Namun takdir membawanya pada jalan penuh air mata. Demi membiayai kuliahnya dan membeli obat untuk sang ibu yang sakit-sakitan, Cantika memilih pekerjaan yang tak pernah ia bayangkan: menjadi LC di sebuah klub malam.

Setiap senyum yang ia paksakan, setiap tawa yang terdengar palsu, adalah doa yang ia bisikkan untuk kesembuhan ibunya.
Namun, di balik kepura-puraan itu, hatinya perlahan terkikis. Antara harga diri, cinta, dan harapan, Aruna terjebak dalam dilema, mampukah ia menemukan jalan keluar, atau justru terperangkap dalam ruang gelap yang semakin menelan cahaya hidupnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Efi Lutfiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pergi bersama Oma Zoya

Cantika menapaki halaman rumah mewah yang tampak elegan itu dengan langkah ragu. Ada sedikit rasa kaku di kakinya, mungkin karena kali ini dia datang sendiri ke kediaman yang nyaris menyerupai istana ini.

Ia menekan bel, dan tak lama kemudian seorang pelayan membukakan pintu.

“Apakah Anda Nona Cantika?” tanya pelayan itu sopan.

Cantika segera mengangguk. “Benar.”

“Silakan masuk, Oma Zoya sudah menunggu di ruang keluarga.”

Pelayan itu berjalan mendahului, menuntunnya melewati lorong luas berhiaskan lukisan dan perabot antik yang serba mengilap. Begitu tiba di ruang keluarga, Cantika melihat Oma Zoya duduk santai di sofa bersama Stella dan Arlo.

“Ah, akhirnya kamu datang juga, sayang,” seru Oma Zoya begitu melihatnya. Perempuan tua itu langsung berdiri dan memeluk Cantika dengan hangat, membuat Cantika sedikit canggung. Tatapan Stella yang tajam sejak tadi membuatnya tak nyaman, tajam seperti pedang yang siap menghunus.

“Maaf aku sedikit telat, Oma,” ucap Cantika pelan.

“Tidak apa-apa, sayang. Santai saja, ini masih pagi. Kamu sudah sarapan?”

Cantika mengangguk cepat. “U-udah, Oma.”

Stella mendengus keras, matanya melirik tajam ke arah ibunya.

“Lagian, Mama ngapain sih ngajak dia ke acara arisan? Paling juga gak nyambung. Yang ada nanti malah bikin malu Mama.”

Oma Zoya langsung menatap Stella dengan wajah tegas.

“Tutup mulut kamu, Stella. Cantika ini anak yang baik dan cantik, Mama yakin dia gak akan bikin malu siapa pun.”

Cantika menunduk. Ia tahu, berlama-lama dekat dengan ibu tiri Albert berarti harus siap menebalkan telinga, karena setiap kata Stella seperti racun yang menusuk.

“Kenal aja baru kemarin sore, Mama udah bela-bela dia segala,” gumam Stella ketus.

“Stella, cukup!” suara Arlo akhirnya terdengar, berat dan tegas. “Jangan perpanjang masalah kecil. Hargai Cantika, dia tamu kita.”

Wajah Stella memerah karena kesal. Ia bangkit dari sofa dengan gerakan kasar, lalu berjalan pergi sambil mendengus.

Oma Zoya menatap Cantika penuh iba, lalu menggenggam tangannya lembut.

“Jangan diambil hati ya, sayang. Stella memang keras kepala.”

Cantika tersenyum tipis. “Iya, Oma.”

***

Dengan diantar oleh sopir pribadi Oma Zoya, mobil mewah itu meluncur tenang di jalanan kota. Di dalam kabin yang wangi dan sejuk, Oma Zoya tampak begitu bahagia. Senyum lebar tak lepas dari wajahnya, bahkan sesekali ia menatap Cantika dengan mata berbinar.

“Wah, nanti teman-teman Oma pasti kaget lihat kamu, Tika,” ucapnya penuh semangat. “Akhirnya Oma bisa nunjukin kalau cucu kesayangan Oma udah punya kekasih. Gak akan ada lagi yang berani ngomong aneh-aneh tentang Albert.”

Cantika hanya tersenyum kaku, berusaha menutupi perasaan gelisah yang mengendap di dadanya. Ia tahu betul, kebahagiaan Oma Zoya itu berdiri di atas kebohongan besar.

Tanpa Oma Zoya tahu, hubungan Cantika dan Albert hanyalah sandiwara.

Albert menyewanya untuk berpura-pura menjadi kekasih demi membuat Oma Zoya bahagia.

Cantika menatap keluar jendela, memperhatikan bayangan dirinya di kaca mobil yang melaju. Hatinya terasa sesak, antara iba pada Oma Zoya yang begitu tulus, dan rasa bersalah karena ia sendiri terlibat dalam kepura-puraan itu.

Mobil berhenti di depan sebuah rumah besar bergaya klasik Eropa. Halamannya luas, dipenuhi taman bunga yang tertata rapi. Suara tawa dan musik lembut sudah terdengar dari dalam, pertanda acara arisan para sosialita itu telah dimulai.

“Sudah sampai, Oma,” ujar sopir sambil membukakan pintu.

Oma Zoya turun lebih dulu, lalu menggandeng lengan Cantika dengan penuh bangga.

“Yuk sayang, jangan gugup. Oma tahu kamu pasti bisa bikin semua orang terpukau.”

Cantika tersenyum kecil, berusaha menahan gugup yang terasa menjalari tubuhnya. Sepatu hak yang ia kenakan seakan menusuk setiap langkahnya, sementara tatapan ingin tahu para tamu sudah mulai tertuju pada mereka sejak mereka melangkah masuk.

“Zoya! Akhirnya datang juga!” seru seorang wanita bergaun merah muda, salah satu teman lama Oma Zoya. “Dan ini... wah, cantik sekali! Ini calon menantumu ya?”

Oma Zoya tertawa kecil, matanya berbinar bangga.

“Iya dong, ini Cantika, kekasih Albert.”

Serentak beberapa kepala menoleh, senyum simpul bermunculan, beberapa tulus, sebagian lain penuh rasa ingin tahu.

Cantika menunduk sopan. “Senang bertemu, Tante.”

Bisik-bisik pun mulai terdengar di antara para wanita itu.

“Wah, akhirnya Albert bawa juga pacar ceweknya.”

“Cantik sih... tapi kelihatannya sederhana banget ya?”

“Ah, paling cuma numpang nama...”

Cantika pura-pura tak mendengar, meski dadanya terasa bergetar hebat.

Seorang wanita paruh baya, kira-kira seumuran dengan Oma Zoya, berjalan mendekat dengan senyum ramah di wajahnya. Penampilannya anggun dan penuh pesona, rambut disanggul rapi, perhiasan berkilau di leher dan pergelangan tangan.

“Wah, cantik sekali kekasih Albert ini. Kelihatannya juga masih sangat muda,” ucapnya antusias.

“Oh, Ratih,” sapa Oma Zoya dengan bangga. “Iya, dia memang masih muda. Cantik, kan?”

Ratih menatap Cantika dengan mata hangat yang penuh rasa ingin tahu. “Siapa namamu, sayang?”

“Cantika, Bu,” jawab Cantika sopan, sedikit menunduk.

“Hahaha... jangan panggil saya Bu, Cantika. Aduh, kedengarannya muda banget,” canda Ratih sambil tertawa kecil. Suaranya lembut namun berwibawa. “Panggil saja Oma Ratih, ya.”

Cantika tersenyum kikuk, merasa sedikit canggung tapi berusaha ramah.

“Iya, Oma Ratih.”

Ratih menepuk tangan Cantika pelan. “Nah, begitu dong. Waduh, Albert beruntung banget dapat gadis secantik kamu. Gak heran Zoya kelihatan bahagia banget hari ini.”

Oma Zoya tertawa senang, matanya menatap Cantika dengan rasa bangga yang tulus.

“Tentu saja, Ratih. aku bahkan gak sabar ngenalin mereka berdua ke semua teman.”

Cantika hanya bisa tersenyum. Dalam hati, ia berharap senyum itu tidak terlihat terlalu dipaksakan, karena di balik semua pujian itu, hanya dia yang tahu betapa palsunya kisah yang sedang mereka perankan.

Acara arisan selesai menjelang siang. Kini Cantika dan Oma Zoya duduk di salah satu restoran ternama di sebuah mal besar.

Di meja, makanan tersaji rapi, aroma lezatnya menggoda, sementara minuman dingin dengan embun di gelas tampak begitu menyegarkan. Di samping mereka, beberapa paperbag belanjaan tersusun rapi. Oma Zoya benar-benar memanjakan Cantika hari ini, membelikan pakaian, tas, bahkan set make up mahal, meski Cantika sudah menolak berkali-kali.

“Ayo, makan yang banyak. Jangan malu-malu,” titah Oma Zoya sambil menyendok supnya dengan senyum lebar.

“I-iyah, Oma,” jawab Cantika pelan, mencoba menikmati makanan di hadapannya meski hatinya masih campur aduk.

Tak lama kemudian, sosok Albert muncul, masih dengan kemeja formal dan wajah lelah khas orang sibuk.

“Maaf, udah lama nunggu ya?” katanya sambil menarik kursi dan duduk di samping Cantika.

Cantika yang sedang menyuap nasi sedikit terkejut, nyaris menjatuhkan sendoknya. Tapi cepat-cepat ia menormalkan ekspresi agar Oma Zoya tidak curiga.

“Nggak kok, Al,” jawab Oma Zoya ceria. “Kita baru aja pesan makanan. Pas banget kamu datang.”

Albert tersenyum, lalu melirik sekilas ke arah Cantika. “Gimana tadi, sayang? Ikut arisan senang nggak?”

Nada “sayang”-nya terdengar agak canggung, seperti seseorang yang sedang belajar memainkan peran yang bukan dirinya.

Cantika berdeham kecil, mencoba tersenyum. “E-ehm... senang, kok.”

Oma Zoya tertawa puas. “Kamu tahu nggak, Al? Di sana banyak yang muji Cantika. Katanya dia cantik banget!”

Albert tertawa kecil, mencoba terlihat natural. “Oh, gitu ya, Oma? Berarti aku nggak salah pilih pacar, dong.”

“Ya jelas!” sahut Oma Zoya penuh semangat. “Tapi jangan cuma pacaran aja, Al. Cepat nikahi Cantika, biar Oma bisa kemana-mana bareng dia.”

“Uhuk—uhuk—!”

Cantika langsung tersedak saat minum, matanya melebar karena kaget. Air mineral hampir tumpah dari gelasnya.

“Sayang, kamu nggak apa-apa?” Albert refleks menepuk punggungnya pelan, berusaha tetap tenang meski wajahnya juga sedikit memerah.

“E-ehm, nggak apa-apa,” jawab Cantika buru-buru sambil tersipu, mencoba mengatur napasnya.

Oma Zoya hanya tertawa kecil melihat reaksi mereka berdua. “Lihat tuh, Albert, baru disuruh nikah aja udah salah tingkah. Cocok banget kalian ini.”

Albert dan Cantika hanya bisa saling pandang sekilas, senyum mereka tampak manis di luar, tapi di baliknya tersimpan satu perasaan yang sama,

gugup karena sandiwara mereka mulai terlalu nyata.

1
menderita karena kmu
Ceritanya seru banget, jangan biarkan aku dilema menanti update 😭
evi evi: haha,,, siap kakak😀🤗
total 1 replies
Rukawasfound
Ceritanya keren, teruslah menulis thor!
evi evi: Terimakasih sudah mampir di cerita ku kk🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!