Saat kamu menemukan seseorang yang sangat amat kamu cintai, lebih dari sahabat, namun dia malah meninggalkanmu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Yang Dia Lakukan?
Hana mengintip Haruto dari celah pintu. Dia sebenarnya ingin menyuruh Haruto sarapan, tapi sepertinya pria itu sudah makan lebih dulu. Ada mangkuk bekas makan di atas meja dan Haruto yg sedang minum obat?
Dia sakit?
Semenjak pulang dari Jepang, liburan yg sama sekali tidak menyenangkan bagi Hana. Pria itu memang sempat flu, tapi Hana hanya diam saja karena pria itu juga tidak pernah mengeluh atau bicara dengannya.
Tepat jam 9 malam, Hana menutup pintu kamar Haruto setelah melihatnya terlelap. Mungkin besok pagi sudah sembuh, Hana tidak perlu khawatir. Lagi pula Haruto bisa melakukan semuanya sendiri tanpa bantuannya kan?
Hana menghela napas.
Banyak hal yg dia pikirkan akhir akhir ini. Tentang Junkyu atau bahkan Nara. Gadis itu selalu saja muncul disetiap lamunannya. Tentang masa lalu ataupun masa dimana dia sudah bersama Haruto.
Hana menarik botol wine yg sempat dia ambil di laci bawah dapur. Tanpa ragu, gadis itu membuka dan menegaknya langsung dari botol itu.
Haruskah dia menyibukkan diri di kantor ayah agar pikiran ini tidak pernah kembali lagi? Bahkan rasanya kepala Hana ingin pecah saat ini juga. Karena memikirkan hal hal yg sebenarnya bisa di katakan tidak penting.
Hana mengabaikan banyak panggilan telfon. Bahkan dia sampai tidak sadar karena dua botol wine yg hampir habis di genggamannya.
"Gila" desisnya.
Gadis itu terlelap tepat saat jam menunjukkan pukul 12 malam, diatas pantry yg dingin.
Haruto terkejut menatap keadaan Hana yg mengenaskan. Gadis itu bahkan masih memakai pakaian yg terakhir kali dia lihat kemarin. Tertidur di meja pantry ditemani dua botol wine.
Apa dia gila?
"Lo gila?"
Hana membuka matanya, perlahan gadis itu mendongak dengan manik merahnya. Mengela napas panjang sampai Haruto mengibaskan tangannya tepat didepan wajahnya.
"Bau, bego!"
Hana menarik kembali botol itu, meminumnya tepat dihadapan Haruto. Pria itu tidak melarang, bahkan dia memilih diam memperhatikan Hana yg sudah mabuk berat.
"Semenjak lo tinggal sama gue, ngga ada hal yg perlu lo pikirin"
"Diem lo" ucapnya pelan.
"Udah!" Haruto menarik paksa botol itu. Membuat Hana berdecak kesal.
"Kenapa sih lo?"
"Gue tuh capek, siniin ngga?!"
"Enggak" Haruto meletakkan botol itu ke wastafel, menutupinya dengan tubuh menghadap Hana. Gadis yg menatapnya dengan wajah lemah, dia mabuk.
Haruto terkekeh. Bukankah Hana menggemaskan? Ini kali pertama Haruto melihat Hana mabuk. Gadis itu terlihat tidak handal dengan alkohol. Rambutnya yg berantakan, matanya yg menyipit, bibirnya yg kering, dan tidak lupa kancing bajunya yg terbuka dibagian paling atas.
Bukankah dia sexy?
Haruto mengalihkan pandangannya. Apa yg baru saja dia pikirkan? Ah, Haruto lupa jika dia bangun untuk mengambil air mineral.
"Panas ya?"
Haruto hanya diam, dia lebih memilih mengambil apa yg dia inginkan dari pada menanggapi Hana yg sudah mulai melantur.
"Lo ngga kepanasan pake hoodie gitu, Jun?"
Haruto membeku.
Jun?
"Juna suka pake hoodie! Kenapa lo ikut ikutan sih?"
Haruto kali ini berbalik. Menatap Hana yg berusaha membuka matanya denan lebar.
"Lepas, lepasin" Hana berdiri, gadis itu memaksa Haruto melepas Hoodie hitam yg dia gunakan.
"Han, mending lo,"
"Jangan pake hoodie!"
Jadi, Hana masih sadar? Gadis itu memukul lengan Haruto dengan keras, menitihkan air matanya begitu saja.
"Ngapain sih nangis segala?"
"Lo mirip banget sama Junkyu" Hana melemah, gadis itu bahkan mengusap pipi Haruto dengan lembut.
"Ayo masuk"
"Ngga mau!"
Haruto menarik tangan Hana. Membawanya kegendongan, walau gadis itu sering sekali melawan. Tapi Haruto lebih kuat untuk membawa Hana segera. Dia tidak mungkin meninggalkan gadis itu sendirian di pantry. Bahkan dia bisa demam jika berlama lama di tempat ini, Haruto jelas tidak mau hal yg sama terulang lagi seperti kala itu
"Kenapa sih gue selalu lihat Junkyu di muka lo?"
"Terserah lo"
Hana memejamkan matanya, meletakkan dagunya pada pundak Haruto. Sesekali menghela napas panjang karena rasa panggar tiba tiba menjalar di kepalanya.
"Wangi lo juga sama kaya dia" Hana menghirup aroma maskulin di leher Haruto. Hana memang mabuk, bahkan dengan berani gadis itu mengusapkan hidungnya pada tengkuk leher Haruto. Membuat pria itu berhenti melangkah.
"Kenapa ngga sekalian dibibir aja?"
Hana menoleh dengan mata sipit "Junkyu juga pernah bilang gitu ke gue"
Haruto menghela napas. Harus berapa lama lagi Hana membicarakan Junkyu padanya?
"Tapi bedanya lo ngga ngejatuhin gue ke lantai kaya Junkyu. Emang ngga sopan ya? Kan cuma mau nyium parfum aja!" Kesalnya tiba tiba.
Haruto meletakkan Hana ke ranjang, lantas berlutut pada gadis itu.
"Hana?"
"Hm?"
"Junkyu bener, ngga sopan nyium leher orang"
"Kenapa?"
"Lo nanti juga tau, jadi jangan tanya sama gue"
Hana mendegus "kenapa ngga dikasih tau?!"
"Nanti lo tau sendiri, jadi jangan ngeyel deh!"
"Kenapa harus nanti?! Kan sekarang bisa!"
"Emang lo mau?"
"Mau apa? Gue cuma pengen tau kenapa ngga sopan nyium aroma parfum orang. Lagian kan,"
Haruto menarik tubuh Hana mendekat. Sebenarnya pria itu malas berhadapan dengan orang mabuk. Bau alkohol yg menyengat dari tubuh Hana bahkan membuat pusingnya kembali lagi.
"Cuma pengan, tau" gugupnya.
"Ya udah sini gue kasih tau"
"Kan bisa jauhan,"
Haruto menarik tubuh Hana jauh lebih dekat. Membawa wajahnya ke perpotongan leher jenjang Hana. Pria itu menghirup aroma vanilka yg sedikit bercampur dengan aroma wine. Sedikit membuatnya pusing tapi masih bisa di toleransi. Haruro menempelkan hidungnya tepat di tengkuk leher, menghirup pelan aroma vanilla yg lebih pekat dari sebelumnya.
"To," desisnya.
Hana berusaha mendorong tubuh Haruto, tapi pria itu justru menariknya kembali.
Serasa ada beribu kupu kupu yg terang di perut Hana. Kedua telinga gadis itu bahkan terasa sangat panas karena Haruto baru saja menimbulkan gigitan kecil di lehernya.
"Nghh, To"
Haruto membeku.
Apa yg dia lakukan?
"Sorry"
Hana menatap Haruto yg mengalihkan pandangannya ke sudut lain. Entah apa yg sedang dia pikirkan sekarang, Haruto terbawa suasana. Dengan cepat pria itu berdiri meninggalkan Hana di kamarnya.
Haruto mengusap wajahnya sedikit kasar "Argh"
Dia seharusnya tidak melakukan itu kan? Lalu kenapa dia melakukannya? Pria bodoh, runtuknya pada dirinya sendiri.
Sementara Hana, gadis itu masih terpaku di tempat awalnya. Menatap pintu yg terbuka lebar karena Haruto tidak sempat menutupnya saat keluar tadi. Manik mata Hana tertuju pada pantulan dirinya di cermin.
"Apa apaan sih?"
...***...
Hana memasak banyak makanan siang ini. Dia memang sengaja, gadis ini bosan karena setelahnya bangun tidak ada kegiatan yg bisa dia lakukan. Dengan hal yg dia pelajari semasa di Belanda, gadis itu hampir bisa melakukan semuanya sendiri. Memasak? Ah bahkan dia sudah bisa mencuci baju tanpa bantuan bunda. Bukankah itu keren?
Haruto yg baru sama sampai di ambang dapur kini berbalik. Berniat menghindari Hana untuk semetara waktu. Tapi sepertinya gadis itu lebih paham keadaan dari pada Haruto.
"Mau kemana? Lo ngga laper?"
Haruto kembali berbalik menghadap Hana. Gadis itu sudah mandi, pakaiannya sudah lebih rapih dari semalam. Setelah kejadian subuh itu, Haruto malah enggan menatap manik Hana dengan tenang. Rasanya gugup sekaligus malu.
"Ini pertama kali gue masak, lo ngga mau nyobain?"
Haruto tidak menjawab, dia lebih memilih duduk di meja makan sambil memperhatikan Hana menyiapkan makanannya di piring.
"Ini sesuai selera gue, kalo lo ngga suka mulai besok gue ngga akan masak"
Haruto mendongak. Menatap bercak biru di leher Hana, apa itu karyanya subuh tadi? Ah! Rasanya Haruto ingin hilang dari muka bumi ini sekarang juga.
"Gue minta maaf kalo terlalu banyak minum,"
"..."
"Mulai besok, gue bakal gantiin posisi ayah di kantor"
"Huh? Enggak" ucapan Haruto yg tiba tiba meninggi itu membuat Hana menatap bingung. Memang apa hubungannya dengan dia? Haruto bahkan tidak berhak melarang apapun yg Hana inginkan. Tapi kenapa sekarang seolah olah ini adalah perintah?
"Ngga ada urusannya sama lo, lo ngga berhak ngelarang gue"
"Mau jadi apa perusahaan bokap lo kalo atasannya aja cewek judes kaya lo"
"Lo bilang apa?!"
Haruto terkekeh melihat Hana menodongkan sendok kayu didepan wajahnya.
"Ngga ada yg lucu! Setelah gue pertimbangin berulang kali, ini cara yg tepat supaya gue sibuk, dan bisa ngalihin semua isi otak gu,"
Hana melirik "ya itu lah pokoknya, gue cuma butuh kesibukan aja!"
Haruto hanya diam. Sebenarnya tidak masalah jika Hana bekerja, tapi itu artinya gadis ini akan selalu sibuk, dan tidak punya banyak waktu bersama Haruto kan?
Tunggu, sejak kapan Haruto peduli?
Kali ini tangannya meraih beberapa lauk yg sudah tergeletak dimeja. Pria itu berpikir banyak hal tentang Hana. Tapi sepertinya Hana tidak, gadis itu sungguh datar dan tidak punya selera humor yg menarik pikir Haruto.
"Lagian besok lo udah mulai ke kantor, itu makin bikin gue bingung bakal ngapain disini"
"Lo bisa ngapain aja, selain gantiin ayah"
"Jadi menurut lo gue harus ngapain di rumah horor lo ini?"
"Layaknya istri pada umumnya?"
Mereka saling pandang.
"Jadi apa fungsinya gue kuliah jauh jauh? Cuma buat jadi istri lo aja? Ngga guna banget hidup gue!"
"Emang lo yakin ayah setuju?"
"Yakin"