Aisya Humaira gadis berjilbab dengan sejuta pesona, harus menelan pil pahit karena tiba-tiba calon suaminya memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka yang sudah di depan mata.
Hanya karena ia di nyatakan mandul, dan ternyata semua ini ulah dari Riska sahabat masa kecil dari calon suaminya sendiri.
Setelah mencampakkan Aisya, Adriansyah Camat muda yang tampan itu malah melanjutkan pernikahannya dengan Riska.
Aisya akhirnya memutuskan untuk kembali ke kota, karena tidak sanggup menahan malu setelah pernikahannya batal.
Hingga membawa Aisya pada sosok Satria Pratama Dirgantara. Seorang Komandan Elita yang sedang dalam penyamaran sebagai Kakek-kakek karena satu alasan.
Satria melamar Aisya dengan tetep menyamar sebagai seorang Kakek.
Apakah Aisya akan menerima si Kakek menjadi jodohnya di saat seorang Camat baru saja mencampakkan durinya?
Bagaimana Perjuangan Satria dalam mengejar cinta Aisya?
Bagaimana kisah mereka selanjutnya langsung baca aja ya kakak. Happy reading semua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Aisya menghela nafas panjang mencoba menenangkan gejolak emosinya. Dia jadi kasihan dengan Pak Camat, tapi mau gimana lagi.
"Ya udah, kali ini aku maafin. Tapi awas aja kalo kamu ngulang ya. Ingat rumahku bukan WC umum, yang tiap hari kamu bolak balik dateng mulu," peringat Aisya.
"Iya, aku ngerti!" angguk Riska sambil tertunduk malu. Ia sudah gak punya muka sekarang.
"Huuu!" Warga langsung bersorak mengejek. Beberapa ibu-ibu bahkan sengaja berdecak dengan suara keras sangking kesalnya.
Dalam sekejap, semua mata mencibir Riska. Warga pun membubarkan diri, meninggalkan Riska seorang diri. Adrian? Jangan ditanya, dia sudah kabur duluan entah ke mana.
Aisya juga akhirnya pulang dengan Abi-nya dan Satria
"Oppa Satria makasih ya," Aisya senyum-senyum gemas melirik ke arah Satria.
"Sama-sama Aisya Humaira, tapi aku lapar," jujur Satria.
"Astagfirullah, baru inget. Kita belum sarapan pagi ya Oppa. Ayo pulang Oppa, nih gara-gara si kutu kupret, ada aja kerjaannya, bikin orang sekampung auto kena lambung aja!"
Satria terkekeh pelan menanggapi celotehannya Aisya.
Sampai rumah rupanya si kembar sedang menikmati sarapan ditemani Uminya Aisya.
"Aunty masakan Aunty enak banget," puji Bintang mengacungkan dua jari jempolnya ke udara. Sangking lahapnya sampai-sampai ia tak menyadari jika ada sebutir nasi nempel di atas bibirnya. Aisya sampai geregetan sendiri melihatnya, gegas ia meraih tisu dan membersihkan pipi Bintang.
"Kalo kagum ucapin apa Bintang, Bulan?" tanya Satria.
"MasyaaAllah," jawab si kembar kompak.
Aisya meraih piring kosong di hadapan Satria dengan cekatan ia mengambil nasi serta lauknya untuk Satria.
"Silahkan di makan Oppa," ujar Aisya setelah meletakkan piringnya di depan Satria.
Dulu kalau sedang ikut makan di mansion Dirgantara yang ada di Jakarta, Aisya sama sekali tak merasa gugup apalagi jaga image. Tapi sekarang dia jadi grogi dan serba salah di depan Satria.
Diam-diam Aisya mencuri pandang pada sosok pria tampan yang kini terlihat santai menikmati setiap suapan yang masuk ke mulutnya.
"Oppa, gimana rasanya? Enak?" tanya Aisya ragu-ragu namun penuh harap. Dia sudah memasak dengan sepenuh hati, berharap Satria menyukai masakannya.
Satria mengunyah perlahan, lalu mengacungkan dua jempolnya. "MasyaAllah, Humaira! Ini sih enak banget! Kamu koki terbaik yang pernah aku temui, selain Mommyku. Aku beruntung banget sebentar lagi bisa nikahi kamu!"
"Wah! Oppa bisa gombal juga ternyata ya!" Aisya jadi salah tingkah. Gak tahu aja Aisya jika semalam suntuk Satria begadang dengan Ray, si mantan playboy, demi belajar kata-kata romantis. Usaha keras memang, biar nggak terlalu kaku di depan Aisya.
Tiba-tiba, sebuah mobil hitam berhenti di depan rumah. Seorang ajudan Daddy-nya keluar dan menghampiri Satria.
"Lapor, Tuan Muda! Ketiga keponakan Tuan Muda ngambek, minta ikut ke sini Den Bintang dan Non Bulan.
"Ya sudah, suruh masuk saja," jawab Satria datar.
"Yey! Mau main sama Aunty cantik!" Tiga bocah langsung melompat keluar dari mobil dengan wajah ceria penuh semangat.
Rara, Zahra, dan Arsya datang dengan wajah berseri-seri.
"Dek Rara!" Bintang langsung menghampirinya.
Aisya tersenyum melihat tingkah lucu anak-anak itu.
Setelahnya ke-tiga bocah itu langsung salim tangan dengan sopan pada kedua orang tua Aisya lalu ikut sarapan bersama, pertamanya mereka menolak makan karena sudah sarapan sebelum ke sini. Tapi melihat Bintan dan yang lainnya makan dengan lahap mereka mendadak lapar berjamaah.
Setelah sarapan para bocah sudah pindah ke ruang tamu.
"Aunty Aisya, boleh buka ini?" tanya Rara sambil menunjuk ke arah hantaran pernikahan yang belum sempat dibuka Aisya.
"Boleh dong! Ayo, kita buka sama-sama!" ajak Aisya menghampiri para bocah, Satria ikut mengekor langkah Aisya.
Umi-nya Aisya akhirnya ikut bergabung. "Sini, biar Nenek bantu! Kita lihat, Om Satria kasih apa buat Aunty Aisya?"
Aisya dan Satria duduk berdampingan di sofa, memperhatikan anak-anak dengan senyum hangatnya.
"Makasih ya, Oppa. Aku jadi ingat waktu Dwi dilamar sama Kak Hendra. Nggak nyangka, sekarang aku yang dilamar sama Oppa Satria," kata Aisya, matanya berbinar.
"Kamu suka?" tanya Satria, menatap Aisya lembut.
"Suka banget! Untung aku nggak jadi di lamar sama si kakek-kakek itu! Eh, tapi dia ke mana ya? Bodo amat deh!" jawab Aisya sambil terkekeh.
"Yakin nih, nggak peduli sama si Kakek? Padahal, kamu kan udah nerima lamarannya," goda Satria, matanya berbinar jahil.
"Hah? Nggak kok! Aku nggak pernah nerima lamaran kakek-kakek!" sangkal Aisya cepat.
"Gimana kalau ternyata ... Kakek itu adalah aku?" bisik Satria, dengan tersenyum jahil.
Aisya melongo, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Nggak mungkin! Oppa pasti bercanda, kan?"
***
***
Sedang di sisi lain tepatnya di bawah pohon besar yang rindang, Riska dan Adrian tengah beradu mulut. Adrian benar-benar murka. Dia tidak menyangka, kejadian tadi hanyalah drama murahan yang dirancang oleh istrinya sendiri.
"Kamu itu sudah bikin malu aku, Riska! Kamu tahu, aku ini Camat! Apa kata warga nanti? Mikir nggak kamu?!" sembur Adrian, emosinya meluap-luap.
Riska terisak. "Maafin aku, Mas! Aku mohon ..."
"Minta maaf doang nggak cukup, Riska! Apa semua orang bakal lupa begitu saja? Nggak! Nama baikku sudah tercemar! Orang-orang bakal bilang, istri Camat kelakuannya nggak bener! Aku juga yang kena getahnya! Aku dianggap gagal mendidik istri!" amuk Adrian.
"Iya, Mas, aku salah. Terus aku harus gimana? Maafin aku kali ini saja ya, Mas," Riska mencoba meraih tangan Adrian, tapi ditepis kasar oleh Adrian.
Adrian sudah kadung kesal. "Jangan sentuh aku!"
"Mas, aku ini istrimu! Aku cuma kesel karena semalem Mas ... ngigo nama Aisya berkali-kali," Riska balik menyerang.
"Nggak mungkin! Ngapain juga aku meracau nama Aisya!" elak Adrian, wajahnya tambah memerah.
"Mas Adrian kan lagi tidur! Mana mungkin Mas sadar kalau udah meracau begitu! Pasti Mas mimpi lagi jalan sama Aisya, kan?" Riska semakin menjadi-jadi.
"Nggak ada! Aku nggak mimpi apa-apa! Kamu tuh yang kurang kerjaan! Tengah malam datang ke rumah Aisya cuma buat ngelempar cincin sama kantong pelet! Bikin malu aja kamu!"
"Aku udah nggak bisa mikir jernih lagi, Mas! Aku cemburu! Kita kan pengantin baru! Ayolah, jangan marah lagi ya," Riska mencoba memeluk Adrian, tapi lagi-lagi gagal.
Adrian menghindar. "Kamu ini kenapa sih? Ngaco banget!"
"Mas, kok gitu sih? Mas sayang kan sama aku? Lupain Aisya, Mas!" mohon Riska, air matanya semakin deras.
"Apaan sih! Omongan kamu udah ngelantur kemana-mana, Riska!"
Bergabung ....