"aku...aku hamil Rayan !!" teriak frustasi seorang gadis
" bagaimana bisa laa" kaget pemuda di depannya.
Laluna putri 19 tahun gadis desa yatim piatu yang tinggal bersama neneknya sejak kecil.
Rayyan Aditya 22 tahun mahasiswa semester akhir anak orang berada asal kota.
Alvino Mahendra 30 tahun CEO perusahaan besar AM grup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rizkysonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 34
Udara sore di rumah sakit terasa lembut, menyapu wajah Laluna yang pucat tapi kini mulai pulih. Setelah berhari-hari terbaring tanpa kesadaran, dokter akhirnya mengizinkannya pulang. meski belum sepenuhnya sembuh, Luna bersikeras untuk pulang, ia sangat merindukan anak nya, yang ntah di beri nama apa sama keluarga nya.
“Luna, kamu yakin kuat?” tanya bi ida lirih sambil membantu merapihkan pakaian nya.
Laluna mengangguk pelan, matanya menatap kosong ke arah jendela. “Aku cuma… ingin pulang, Bi. Aku ingin lihat anak ku, Semua masih terasa mimpi.”
Novi berdiri di ambang pintu, membawa tas kecil. Senyumnya tipis, terlalu tipis untuk disebut tulus. “Akhirnya ya, Luna. Kamu bisa pulang juga.”
Nada suaranya datar, namun matanya menyimpan sesuatu yang sulit dibaca, campuran iba, iri, dan kemarahan yang ia tekan sedalam mungkin.
Beberapa hari setelah kecelakaan, saat semua panik di ruang operasi, Novi diam-diam meminta perawat mempercayakan bayi itu padanya. Ia beralasan ingin menjaga sementara, tapi dalam hati, Novi merasa sesuatu yang lebih kuat: rasa ingin memiliki.
“Kalau bayi itu bersama aku,” batinnya saat itu, “aku bisa menggantikan Luna… aku bisa membuat semua orang bahagia .”
" kak Novi... Kaka kesini.. Mana anak aku kak?" Luna langsung bertanya tentang anak nya
" dia di rumah bersama Baby sister nya.." jawab Novi datar
" bagaimana keadaan nya kak.. Dan dia di beri nama apa..?
Kini, saat Luna melangkah keluar dari rumah sakit dengan langkah tertatih, Novi hanya menatapnya dengan senyum palsu.
“Jangan khawatir soal apa pun, Luna. Istirahat saja dulu, biar aku yang urus semuanya.”
Luna menatapnya dengan tulus, sama seperti dulu. “Terima kasih, kak Novi. Kamu kakak terbaikku…”
Kata-kata itu justru menusuk hati Novi lebih dalam.
kakak terbaik? Atau hanya bayangan yang hidup di bawah cahaya Luna?
Malamnya, saat Luna sudah sampai di rumah, ia menatap ranjang kecil di pojok kamar kosong. Ia menggenggam selimut bayi yang sudah lama disiapkan. “Kapan aku bisa peluk kamu, Nak?” bisiknya. Air mata jatuh pelan.
Novi menyuruh Luna istirahat malam ini dan berjanji akan membawa anak nya besok.
tok tok tok...
tak ada jawaban dari dalam membuat Tomi memberanikan diri membuka pintu kamar Luna, ia melihat Luna dari pintu tidak berani mendekat, walau Tomi tau sekarang luna lagi butuh sandaran.
" lun.. bagaimana keadaan kamu? maaf kemarin aku gak bisa jenguk kamu, kerjaan lagi banyak sejak papa ga ada.."
" aku sudah lebih baik kak, tapi aku rindu pengen ketemu sama bayi aku" jawab Luna sambil nangis
" Beby El bersama Novi sejak di perbolehkan pulang lun, maaf aku gak bisa menjaganya, aku juga gak tau kamu pulang sekarang, kalau aku tau mungkin aku akan menyuruh Novi membawanya kesini.." ya sekarang mereka duduk di sofa dekat kamar Luna.
" jadi nama nya El, ibu macam apa aku sampai nama anaknya pun tak tau.."
" ya namanya Elvano Aditya, dan itu bukan salah kamu, kamu sudah berhasil melahirkan nya Luna. kamu ibu yang hebat.."
" tadi aku sudah bertanya pada kak Novi, tapi dia tidak menjawab nya.."
" kamu sudah bertemu Novi, apa dia kesini dan tau kamu pulang, tapi kenapa tidak membawa anak kamu ke sini?.."
" iya, dia yang menjemput aku ke rumah sakit, katanya besok dia akan kesini membawa baby.."
" baiklah.. Sekarang kamu istirahat, biar aku yang jemput Beby El besok pagi.."
" terimakasih kak..." Luna kembali masuk ke kamar, setelah ngobrol dengan Tomi, mereka membahas semua yang jadi beban pikiran Luna, tentang Rayyan juga baby El, itu lumayan membuat hati Luna agak tenang.
....
Sementara itu, di rumah Novi, seorang bayi mungil tertidur di pelukannya.
Novi menatap wajah bayi itu dengan tatapan penuh rindu dan keinginan aneh.
“Kamu gak perlu tahu siapa ibumu yang sebenarnya,” ucapnya lirih. “Mulai malam ini… kamu milik aku.”
Sudah tiga hari Luna di rumah dan Novi belum juga membawa anak nya, Tomi yang sudah berjanji akan menjemput nya pun, belum bisa karena tiba-tiba harus keluar kota untuk urusan kerja yang mendadak..
...
sinar matahari terasa menyilaukan. Tapi bagi Laluna, dunia tetap kelam. hari ini ia bagian kontrol ke rumah sakit, ia pergi hanya di antar supir karena bi Ida sedang tidak enak badan dan tidak bisa mengantar Luna.
Ia baru saja mendengar sesuatu yang membuat seluruh tubuhnya gemetar, tentang bayi nya yang di sembunyikan oleh Novi.
Semuanya berawal dari percakapan dua perawat di depan ruang administrasi.
“Kasihan ya, Bu Luna itu,” bisik salah satu. “Dia gak tahu kalau bayinya dibawa sama temannya sendiri.”
“Temannya? Yang sering jagain bayi di ruang NICU itu, Bu Novi?”
" iya.. waktu itu aku dengar sendiri, dia berbicara pada bayi itu, 'kamu tidak perlu tau ibumu, yang boleh kamu sebut ibu itu aku, panggil aku mommy oke.' dia bilang begitu.."
" huss ah.. Jangan bicara yang aneh-aneh deh, cuma begitu doang bukan berarti dia mau ambil bayi nya kan?"
mendengar itu seperti petir di dada Luna, ia jadi kepikiran soal Novi yang tidak bisa di hubungi.
Ia segera berlari, tanpa sempat berpikir, menahan nyeri di bagian perutnya yang belum benar-benar sembuh. Nafasnya terengah saat tiba di depan rumah Novi.
Tok… tok… tok.
“kak Novi! Buka pintunya! Aku tahu semuanya!”
Beberapa detik hening, lalu pintu terbuka perlahan.
Novi muncul, dengan senyum yang aneh, bukan lega, bukan marah, tapi… tenang. Terlalu tenang.
“Jadi kamu udah tahu,” katanya pelan.
Luna menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Mana anakku, kak ? Aku mohon… kasih aku lihat dia.”
Novi tidak langsung menjawab. Ia melangkah masuk, lalu kembali dengan membawa bayi mungil dalam gendongan.
Luna menutup mulutnya, tubuhnya bergetar hebat. “Anakku…” ia hampir jatuh berlutut, tapi Novi mundur setapak, menjauhkan bayi itu dari jangkauan.
“Jangan dulu, Luna.”
Nada Novi berubah dingin. “Kamu tahu… waktu kamu koma, aku yang jaga dia. Aku yang begadang tiap malam. Aku yang menimang dia, bukan kamu.”
“kak , tolong… dia anakku.”
Novi menatapnya tajam, air matanya menetes, tapi bukan karena iba. “Kamu selalu dapat segalanya, Luna. Rayyan, perhatian semua orang, dan sekarang bayi ini juga. Aku cuma ingin tahu… kalau kamu harus pilih, kamu mau yang mana?”
Luna terdiam, napasnya tercekat. “Maksudmu…?”
“Pilih.” Novi menatapnya tajam. “Anakmu… atau Rayyan.”
Luna terpaku, matanya membesar. “Rayyan sedang sakit kak, mana mungkin aku meninggalkan nya…” suaranya bergetar. “Tapi bayiku… dia satu-satunya yang aku punya kak”
Novi tersenyum miring, menahan tangis yang berubah jadi amarah. “jadi apa jawaban mu ?”
Luna menggeleng lemah. “Aku tak bisa kehilangan anakku kak.”
Suasana menjadi senyap. Hanya suara napas bayi yang lembut mengisi ruangan.
Perlahan, Novi menyerahkan bayi itu ke pelukan suster yang sejak tadi berada di sana, Tapi tatapan matanya… tak lagi sama. Ada bara di dalamnya, amarah yang menunggu waktu untuk meledak.
“Baiklah,” ucapnya dingin. “pikirkan dulu apa jawaban kamu, sekarang pergi dari rumah ku, jangan kembali sebelum mendapat jawaban nya" Novi mendorong Luna keluar
Luna memeluk dirinya erat, tanpa tahu kalau di balik senyum getir Novi… ada rencana gelap yang baru saja tumbuh....
.
.
.
Terimakasih untuk yang sudah mampir ke karya pertama ku..☺️
Jangan lupa untuk like dan komen dan vote ya🤗
Love
You
😍