NovelToon NovelToon
Dibuang Mokondo Diambil Pria Kaya

Dibuang Mokondo Diambil Pria Kaya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Anak Lelaki/Pria Miskin / Playboy
Popularitas:846
Nilai: 5
Nama Author: manda80

"Sella jatuh hati pada seorang pria yang tampak royal dan memesona. Namun, seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa kekayaan pria itu hanyalah kepalsuan. Andra, pria yang pernah dicintainya, ternyata tidak memiliki apa-apa selain penampilan. Dan yang lebih menyakitkan, dia yang akhirnya dibuang oleh Andra. Tapi, hidup Sella tidak berakhir di situ. Kemudian dirinya bertemu dengan Edo, seorang pria yang tidak hanya tampan dan baik hati, tapi juga memiliki kekayaan. Apakah Sella bisa move on dari luka hatinya dan menemukan cinta sejati dengan Edo?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon manda80, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jadi Apa Yang Kau Lakukan?

Sella mematikan layar ponsel Hartono, napasnya memburu. Di koridor putih rumah sakit, bau antiseptik yang tajam terasa menusuk, seolah berusaha menumpulkan pikirannya. Namun, tekadnya sudah terukir keras.

“Sella, tunggu!” Bara menarik pergelangan tangannya, memaksa Sella berbalik dari pintu ruang bedah.

“Aku sudah bilang padamu, Bara. Dia membalas. Dia datang,” ujar Sella dingin.

“Dan kau berniat pergi? Sendirian?” Bara meninggikan suaranya, frustrasi.

“Kalau tidak sendiri, dia tidak akan datang. Andra bukan orang bodoh. Dia tahu tim keamanan Edo. Dia tahu ada mata di mana-mana. Dia akan mengendus jebakanmu dari jarak seratus meter.”

“Itu berarti kita harus lebih pintar, bukan malah melayani permainan bunuh dirinya! Kita tidak tahu dia sudah menyiapkan apa! Kau ingat dia adalah peledak yang menghantam Tuan Edo? Sella, dia bukan pacar mokondo-mu yang dulu lagi. Dia sekarang adalah penjahat, mungkin pembunuh!” desak Bara.

Sella memejamkan mata sesaat. Memang gila. Dia akan melompat kembali ke dalam kobaran api yang sudah menghanguskannya sekali.

“Justru karena aku mengenalnya, Bara. Andra sangat egois. Dia hanya datang kalau ada kepentingan yang berhubungan langsung dengan dirinya. Jika aku bilang aku punya 'sesuatu' dari Hartono yang dibutuhkan Helena, dia akan curiga jika aku membawa tim keamanan,” jelas Sella, menahan Bara. “Dan kau harus dengar ini. Jika aku membawa pasukanmu, skenario Hartono akan terjadi. Edo akan memandangku sebagai beban, sebagai masalah. Tapi jika aku membawa Andra kepadanya, aku akan menjadi aset yang menyelamatkan perusahaannya dan nyawanya. Pilih mana?”

Bara menatapnya tajam. Ia tahu Sella sudah memutus tali emosional dengan masa lalunya; kini ia adalah mesin logis yang didorong oleh loyalitas baru dan kebutuhan akan penebusan diri.

“Kau menyamakan hidupmu dengan keuntungan bisnis, Sella,” balas Bara getir.

“Karena aku memang diciptakan sebagai amunisi bisnis mereka! Bukankah Hartono yang mengatakan aku adalah ‘hadiah beracun’ untuk Edo? Baik. Aku akan memainkan peran hadiah ini sampai ke akarnya, lalu aku akan menghancurkannya,” Sella mengeluarkan ponsel Hartono lagi. “Di mana lokasi terbaik yang tersembunyi, namun bisa kupastikan ada tim pengawasan darimu yang tidak terlihat oleh mata telanjang?”

Bara menghela napas panjang, kekalahan tersirat dalam pundaknya yang jatuh. “Ada pabrik tua milik cabang perusahaan lama Edo di kawasan Cikande. Tempat itu sudah tidak terpakai sejak lima tahun lalu, sangat sepi. Kita bisa menempatkan tim sniper di gedung seberangnya tanpa ketahuan.”

“Pabrik tua itu? Itu jauh dari sini,” protes Sella.

“Justru itu bagus. Tidak ada lalu lintas. Aku akan mengatur penerbangan privat dari atap. Sekarang, kirim lokasi itu padanya.”

Sella mengetik alamat Cikande. “Pukul 22.00. Datang sendirian, Andra. Kalau ada ekor, aku akan bakar bukti ini di hadapanmu. Kita punya waktu 30 menit sebelum aku kirimkan ke orang lain.”

Balasan datang cepat, tanpa basa-basi. “Tentu saja. Tunggu aku, Sayang.”

Sella tersentak oleh panggilan mesra itu, namun wajahnya tetap kaku. Tidak ada lagi rasa cinta, hanya rasa jijik yang menusuk. Dalam dua jam, dia harus siap menghadapi masa lalunya.

Pabrik tua itu gelap, hanya diterangi oleh lampu darurat yang berkelip di beberapa sudut. Aroma karat dan debu menempel di udara. Sella berdiri di tengah lantai beton yang luas, sendirian, kecuali suara langkah kakinya sendiri yang menggema.

Bara telah mengatur agar dia didampingi Rio sampai gerbang utama. Sella memakai jaket gelap dan celana jins, penampilannya jauh dari Sella yang dulu mudah ditipu, yang suka berdandan mewah demi menyenangkan Andra. Di tangannya, dia membawa sebuah tablet kecil, isinya kosong, hanya untuk ilusi bahwa ia memegang "bukti."

“Rio sudah mematikan lampu sorot di jalan utama, jadi kedatangan mobilnya akan lebih samar. Tapi ingat, Sella, kami tidak jauh. Begitu dia membuat gerakan mencurigakan, kami akan bertindak. Jangan mencoba melawannya. Kau dengar?” suara Bara terdengar berderak dari earphone mini yang disematkan Sella di telinganya.

“Aku dengar, Bara. Fokus utamaku adalah membuatnya bicara. Aku ingin tahu apa motif utamanya. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya mereka rencanakan pada Edo,” jawab Sella, suaranya pelan dan mantap.

Tiba-tiba, suara deru mesin mobil yang familier memecah kesunyian. Sebuah SUV hitam berhenti tepat di pintu masuk gudang. Andra keluar, tampan dan mempesona seperti biasanya, seolah-olah dia datang untuk kencan, bukan untuk skenario pengkhianatan yang berujung tembakan.

“Kau tepat waktu,” sapa Sella, nada suaranya datar.

Andra berjalan perlahan ke arahnya, senyum menawannya tidak pernah hilang, bahkan dalam situasi paling tegang sekalipun.

“Tentu saja aku tepat waktu. Jika menyangkut kepentingan Ibulah, aku selalu tepat waktu. Apalagi jika yang menelepon adalah dirimu, Sayang,” Andra berhenti dua meter di hadapan Sella. “Kau tahu? Tempat ini dingin sekali. Seharusnya kita bertemu di hotel bintang lima. Atau, bukankah kekasih barumu itu seorang CEO? Kenapa dia membiarkanmu kedinginan di tempat seperti ini?”

“Edo sedang dioperasi. Karena ulahmu dan ibumu,” jawab Sella tajam.

Andra mengernyitkan dahi. “Oh, sayang sekali. Semoga dia cepat sembuh. Tapi itu bukan urusanku. Aku datang ke sini karena kau bilang punya sesuatu dari Hartono.” Matanya menyapu tangan Sella.

Sella mengangkat tabletnya. “Hartono merekam segalanya, Andra. Bukti keterlibatan ibumu, keterlibatanmu, bahkan tentang bagaimana kau merancang aku sebagai 'umpan' untuk Edo. Hartono mencatat semua transfer dana, semua instruksi.”

“Ah, Hartono memang payah dalam hal menyimpan rahasia. Sama seperti dirimu yang payah dalam menjaga kesetiaan,” cibir Andra, kemudian senyumnya mengeras. “Berikan itu padaku, Sella. Kau sudah melakukan tugasmu dengan baik, bahkan melebihi ekspektasi Ibulah. Kau berhasil menghancurkan mental Edo, membuatnya mencintai dan sekarang terluka karena perbuatannya sendiri. Misi selesai.”

Sella menggenggam tablet itu lebih erat. “Misi belum selesai. Justru, kau yang akan menyelesaikannya untukku.”

Andra tertawa kecil, suara tawa yang sangat ia rindukan di masa lalu, kini terdengar mengerikan. “Apa maumu, Sella? Kau mau uang? Katakan berapa. Aku bisa berikan. Atau kau ingin aku kembali padamu? Aku bisa mempertimbangkan itu.”

“Aku mau keadilan. Dan aku mau kau bicara. Jujur. Kenapa aku, Andra? Kenapa harus menghabiskan hidupku hanya untuk memuluskan dendam ibumu?” tanya Sella, membiarkan sedikit kepedihan muncul, sebuah umpan emosional.

Andra melangkah lebih dekat. Tangan besarnya menyentuh pipi Sella, seolah ingin membelainya. Sella menahan diri untuk tidak menghindar.

“Karena kau adalah karya seni terbaikku, Sella. Wanita yang sangat mudah diatur, mudah dicintai, dan mudah dibuang. Dan jujur saja, setelah kita putus, aku tahu Edo akan menyukaimu. Dia selalu terobsesi pada barang sisa yang dianggap orang lain cacat,” Andra membisik. “Tapi ada hal yang harus kau pahami, Sella.”

Andra menarik tangannya, wajahnya berubah gelap, menunjukkan sisi manipulator sejati yang Sella belum pernah lihat secara langsung.

“Kau bilang Hartono mencatat semua? Sayang sekali, dia mencatat semuanya kecuali satu hal,” kata Andra, matanya berkilat di bawah temaram lampu gudang. “Helena bukan dalang tunggal. Hartono tidak punya semua jawaban. Orang yang menekan tombol peledak yang mengenai Edo, bukanlah aku. Aku hanya pion yang ibuku gunakan. Dalang sesungguhnya, adalah orang yang paling kau percayai saat ini.”

Jantung Sella mencelos. Tiba-tiba, suara Bara di earphone-nya menjadi statis. Sinyal terputus. Sella menyadari dia tidak hanya terjebak dengan Andra; dia baru saja dikhianati lagi. Oleh orang yang mengawasi mereka.

Andra menyeringai penuh kemenangan, seolah mendengar apa yang terjadi. “Jadi, apa yang akan kau lakukan, Sella? Siapa yang kau anggap pahlawan? Aku atau...

Pintu gudang yang tadinya terbuka sedikit tiba-tiba menutup dengan suara dentuman logam yang keras. Gelap menyelimuti, menyisakan hanya lampu darurat yang berkelip putus-putus. Dalam sekejap, Sella menyadari, mereka tidak hanya sendirian. Mereka terkunci.

Terdengar suara lain, bukan dari Andra. Suara yang dalam, dingin, dan sangat akrab.

“Atau aku, Sella?”

1
Titi Dewi Wati
Jgn percaya sepenuhx dgn laki2, kita sebagai perempuan harus berani tegas
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!