NovelToon NovelToon
Aku Bukan Pelacur

Aku Bukan Pelacur

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Keluarga / Romansa
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: Miss Ra

Malam itu, di sebuah desa terpencil, Alea kehilangan segalanya—kedua orang tuanya meninggal dan dia kini harus hidup sendirian dalam ketakutan. Dalam pelarian dari orang-orang misterius yang mengincarnya, Alea membuat keputusan nekat: menjebak seorang pria asing bernama Faizan dengan tuduhan keji di hadapan warga desa.

Namun tuduhan itu hanyalah awal dari cerita kelam yang akan mengubah hidup mereka berdua.
Faizan, yang awalnya hanya korban fitnah, kini terperangkap dalam misteri rahasia masa lalu Alea, bahkan dari orang-orang yang tak segan menyiksa gadis itu.

Di antara fitnah, pengkhianatan, dan kebenaran yang perlahan terungkap, Faizan harus memutuskan—meninggalkan Alea, atau menyelamatkannya.

Kita simak kisahnya yuk di cerita Novel => Aku Bukan Pelacur.
By: Miss Ra.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 20

Pagi itu, suasana rumah terasa berbeda. Udara masih segar, tapi ada hawa dingin yang tidak berasal dari cuaca. Alea turun dari kamarnya dengan langkah pelan.

Di ruang makan, Faizan sudah duduk. Wajahnya seperti biasa: datar, sulit ditebak. Ia hanya memandangi secangkir kopi di depannya tanpa benar-benar menyentuhnya.

“Pagi, Mas Faiz,” suara Alea terdengar pelan, hampir seperti bisikan.

Faizan tidak menoleh. Hanya gumaman singkat keluar dari bibirnya, “Hem.”

Ibu Maisaroh yang duduk di samping Faizan melirik putranya tajam. Tatapannya seperti memberi isyarat agar Faizan bersikap sedikit lebih ramah, tapi lelaki itu tetap diam, matanya tetap tertuju ke cangkir kopi.

Alea mengambil teh di depannya, kemudian duduk di kursi berseberangan. Tangannya meremas ujung gaun tidurnya sendiri, berusaha menahan gelisah setelah meminum teh yang sudah dibuatkan oleh Bi Iyem.

“Faiz…” suara Ibu Maisaroh akhirnya memecah keheningan. “Mama harap mulai hari ini, kamu bisa bersikap lebih baik pada Alea. Dia istrimu, ibu dari anakmu. Apa kamu tidak bisa memberi sedikit saja ketenangan untuknya?”

Faizan mengangkat wajahnya, menatap ibunya dengan mata yang dingin tapi penuh lelah. “Faiz sudah bilang, Mah. Faiz akan bertanggung jawab. Tapi jangan paksa Faiz untuk berpura-pura semuanya baik-baik saja.”

Alea menunduk dalam. Kata-kata itu seperti duri yang menusuk jantungnya. Ia tahu Faizan marah karena masa lalu, tapi tetap saja, mendengar kalimat itu dari suaminya sendiri membuat dadanya sesak.

“Faiz,” kali ini suara Ibu Maisaroh terdengar lebih tajam, “Mama tidak minta kamu pura-pura bahagia. Mama cuma minta kamu tidak terus-menerus menghukum dia dengan sikapmu.”

Faizan terdiam, lalu perlahan bangkit dari kursinya. “Faiz harus berangkat kerja, ada meeting pagi ini.” katanya singkat, lalu meninggalkan meja makan begitu saja.

Alea menatap punggung Faizan yang menjauh, perasaannya bercampur aduk antara sedih, bersalah, dan takut kalau semuanya akan berakhir lebih buruk dari yang ia bayangkan.

Faizan akhirnya pergi tanpa banyak bicara, melangkah cepat menuju mobil.

Ibu Maisaroh dan Alea hanya bisa saling pandang di meja makan. Alea menatap punggung Faizan dengan sorot mata yang sulit diartikan—ada luka, ada marah, tapi juga tekad kuat yang membuatnya tidak mungkin berhenti di sini.

 

Di kantor, suasana seperti biasa: sibuk, formal, dan penuh ketegangan kerja. Faizan langsung masuk ke ruangannya, membuka laptop, dan menyiapkan materi untuk meeting pagi. Ia berusaha mengalihkan pikirannya dari kejadian di rumah tadi, tapi bayangan Alea terus menghantui benaknya.

Sekretarisnya tiba-tiba mengetuk pintu.

“Pak Faizan, ada tamu yang ingin bertemu.”

Faizan tidak mengalihkan pandangan dari layar. “Saya sudah bilang, tidak ada jadwal untuk tamu luar hari ini. Bilang saya sibuk.”

“Dia bilang namanya Nadia, Pak.”

Kalimat itu membuat tangan Faizan terhenti di atas keyboard. Pandangannya langsung tajam. “Biar dia masuk.”

Pintu ruangan terbuka perlahan. Nadia melangkah masuk dengan tenang, penampilannya rapi, tapi sorot matanya penuh tekanan yang tak bisa disembunyikan.

“Faiz,” katanya pelan tapi jelas, “kita butuh bicara.”

Faizan bersandar di kursinya, menatap Nadia lekat-lekat. “Kalau kamu datang ke sini hanya untuk membicarakan masa lalu, sebaiknya—”

“Ini tentang masa lalu dan masa depan,” potong Nadia cepat. “Sesuatu yang kamu tidak bisa abaikan begitu saja.”

Tatapan mereka saling mengunci. Suasana kantor yang biasanya dingin mendadak terasa terlalu sempit untuk dua orang dengan sejarah yang begitu rumit.

Faizan memalingkan wajah sejenak, berusaha menjaga ketenangan yang mulai goyah. Tangannya mengepal di atas meja, tapi ia tetap berusaha terlihat tenang.

“Nadia…” suara Faizan terdengar berat, nyaris seperti menahan sesuatu yang ingin diucapkan tapi ditahan di ujung lidah. “Kalau ini tentang kita… bukannya sudah jelas kalau semua itu sudah berakhir?”

Nadia menggeleng pelan, langkahnya maju mendekati meja kerja Faizan. “Berakhir? Mungkin di pikiranmu, Faiz. Tapi di hatiku… tidak pernah.” Suaranya bergetar, tapi tatapannya tetap tegas, seperti wanita yang sudah menyiapkan diri untuk menghadapi penolakan.

Faizan menyandarkan tubuhnya di kursi, wajahnya tetap dingin. “Aku nggak bisa lagi, Nad. Hidupku sudah cukup berantakan tanpa harus mengulang masa lalu yang sama.”

Nadia menarik napas panjang, lalu berkata lirih, “Kamu tahu kenapa aku di sini? Bukan cuma soal apa yang pernah kita punya, Faiz. Aku datang karena aku percaya… orang yang dulu pernah meluluhkan hatiku, masih ada di sini.”

Faizan terdiam. Ada sekejap bayangan masa lalu melintas di kepalanya—tawa mereka, perjalanan yang pernah mereka bagi—tapi secepat itu juga ia mengusir semua kenangan itu.

“Kamu salah, Nadia,” ujarnya tegas. “Orang yang kamu cari itu sudah nggak ada. Dan dia nggak akan kembali.”

Namun Nadia tersenyum miring, samar tapi penuh keyakinan. “Kamu bisa menyangkal seribu kali, Faiz. Tapi aku tahu… di balik semua dinginmu, kamu masih orang yang sama. Kamu cuma takut mengakuinya.”

Faizan menatapnya dengan rahang mengeras. “Berhenti berharap, Nadia. Kita sudah nggak ada apa-apa lagi.”

Tapi Nadia tidak mundur. “Kalau aku menyerah hari ini, aku mungkin akan kehilanganmu selamanya. Dan aku nggak siap untuk itu, Faiz.”

Ia melangkah mendekat, suaranya makin lembut, hampir berbisik. “Aku nggak peduli seberapa keras kamu mencoba mengusirku. Aku akan tetap di sini… sampai kamu sadar kalau kita masih punya kesempatan.”

Faizan terdiam, pikirannya berputar kacau, tapi wajahnya tetap kaku. “Kesempatan itu sudah lama hilang, Nadia,” katanya akhirnya, dingin seperti biasa.

Namun Nadia hanya memandangnya dengan mata yang berkilat, menyiratkan satu hal: ia tidak akan menyerah semudah itu.

Ruangan itu sempat hening setelah kata-kata Faizan yang dingin. Nadia masih berdiri di depannya, pandangannya tajam tapi penuh emosi yang berusaha ia tahan.

Tiba-tiba, terdengar ketukan pelan di pintu.

“Masuk,” suara Faizan terdengar datar, tanpa ekspresi.

Pintu terbuka perlahan. Alea muncul sambil membawa sebuah tas kain berisi bekal makan siang, sesuai titah Ibu Maisaroh yang memang memintanya mengantarkan makanan untuk Faizan. Senyum kecil sempat menghiasi wajah Alea saat ia melangkah masuk, tapi seketika memudar begitu melihat ada seorang wanita lain di ruangan itu.

Suasana mendadak kaku.

“Mas Faiz…” suara Alea pelan, hampir berbisik. “Ini… Ibu menyuruhku mengantar makan siang untukmu.”

Ia meletakkan tas kain itu di meja, berusaha tersenyum meski jelas ada kebingungan yang tak bisa disembunyikan di matanya.

Faizan berdiri dari kursinya. Raut wajahnya kaku, matanya sempat melirik Nadia, lalu kembali ke arah Alea.

“Makasih, Alea. Seharusnya kamu nggak perlu repot-repot datang ke sini. Aku nggak mau kamu kelelahan… kasihan bayi kita nanti,” ucapnya datar, tapi ada nada yang sengaja ditekankan, seolah untuk didengar Nadia.

Alea cepat menggeleng. “Nggak apa-apa, Mas. Ibu yang minta,” jawabnya pelan. Dalam hati, Alea mulai menyadari ada semacam sandiwara yang sedang dimainkan Faizan di hadapan wanita lain itu.

Sementara itu, Nadia hanya berdiri di tempatnya. Tatapannya sulit ditebak—antara menilai, ingin tahu, atau mungkin sedikit menantang.

Alea bisa merasakan tatapan itu menusuk dirinya, membuatnya tak nyaman. Ia berusaha bersikap wajar, tapi pertanyaan-pertanyaan sudah berputar di kepalanya: Siapa wanita ini? Kenapa dia ada di ruangan Faizan?

Menyadari ketegangan yang mulai menebal, Faizan akhirnya berkata singkat, suaranya tegas, “Nadia, kita sudah selesai. Maaf, aku ada urusan lain.”

Nadia menoleh, menatap Faizan lama dengan sorot mata yang meredup sedikit. “Baiklah, Faiz,” katanya pelan. “Tapi ingat… aku belum selesai.”

Ia lalu berbalik, melangkah keluar meninggalkan ruangan itu, menyisakan keheningan yang begitu canggung.

Alea menatap pintu yang baru saja tertutup, lalu beralih pada Faizan. “Mas… siapa dia?” tanyanya lirih, ragu, tapi tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

Faizan menarik napas panjang, wajahnya tetap dingin seolah sedang menyembunyikan badai di dalam kepalanya.

“Kamu nggak perlu tahu siapa dia. Dan sekarang… pulanglah. Anggap saja kejadian tadi cuma sandiwara.”

Jleb!

...----------------...

Bersambung...

***

🌙 Hai, para pembaca setiaku! 🌙

Terima kasih banyak sudah sabar nungguin cerita ini. Semoga kalian selalu betah dan terus jatuh cinta sama alurnya sampai di bab 20 nya. I love you sekebon buat kalian semua! 🥰

Sampai jumpa di update selanjutnya, ya. Selamat malam dan selamat membaca! 🌟

See you, guys! 💌

1
Jumi🍉
Tanggung jawab yang gak main-main kata asistennya preet yang adanya,👊kalau tanggung jawab gak mungkin istrinya sampai keguguran dan sekarang lari dari rumah.../Facepalm/🤣
Miss Ra: /Smirk//Joyful//NosePick/
total 1 replies
Jumi🍉
Istri kabur dia santai-santai aja tuh,,,kayak gak ada keinginan sama seklai buat memperbaiki rumah tangganya, lepas dari mantan Nadia datang Nayla.../Sleep/
septiana: ntah kapan dia mau sadarnya
total 4 replies
Helwa Mahara
buatlah faizan menyesal atas kepergian istrinya dan buat dia bucin ka
Jumi🍉
Sama Nayla rada betah ya tinggal di hotel bareng yang notabennya hanya orang lain, padahal bisa aja tuh tanggung jawab gak musti tinggal bareng...🙄keputusan Alea buat menjauh udah tempat tuh gak dibutuhin juga sama Faizan selama ini.😅
septiana
sampai kapan kamu akan bersikap seperti itu Faiz sama istri mu🤔
Miss Ra: /Facepalm//Joyful//Facepalm//Joyful/
total 3 replies
Jumi🍉
Nayla kamu jangan berani-berani ngusik rumah tangga Faizan apalagi ada niatan jadi pelakor, istrinya aja seperti bayangan apalagi kamu mungkin hanya dianggap angin sekelibat langsung hilang, yang ada di otaknya hanya pekerjaan...😅🤣
Miss Ra: /Facepalm//Facepalm//Joyful//Joyful/
total 1 replies
Jumi🍉
Mending Alea kamu pergi jauh dari kehidupan Faizan, kamu dianggapnya bagaikan bayangan yang tak terlihat, tuh Faiz hidupnya cuma tentang pekerjaan. Tapi bila nanti ada perempuan masuk dalam kehidupannya baru kamu balas caci maki balik tuh Faiz...😤
Jumi🍉
Kalau kamu bisa sejahat itu memperlakukan istrimu dan bahkan ibumu, berarti dengan wanita lain harusnya kamu bisa jauh lebih jahat lagi termasuk nanti mantanmu...😆Hidup aja kamu sendirian hingga akhir ajal menjemput...🤣
Miss Ra: /Facepalm//Joyful/
total 1 replies
Anonymous
😍😍
Anonymous
😍😍….
Dhafitha Fitha Fitha
udah Alea hbis ni kamu pergi aja dari sana apa juga yg m di pertahankan biar dia punya penyesalan
septiana
suatu saat kau akan mendapatkan balasan dari apa yg kamu perbuat Faiz.. dan disaat penyesalan itu datang Alea sudah tidak menginginkan mu lagi.
Jumi🍉
Bingung aku tuh mau komen apa lagi buat Faiz saking menyebalkan jadi orang...🤬😤
Milla
lanjut min
Miss Ra: siaaapp
total 1 replies
Milla
next min
Dhafitha Fitha Fitha
Fandi Jdi setan 😈😈😈
Miss Ra: /Grin//Joyful/
total 1 replies
Jumi🍉
Dengan mantan punya banyak waktu untuk bicara berbanding terbalik buat istri diam seribu bahasa,,,/Curse/Alea mending cepat bawa ruqyah tuh suamimu biar jin ditubuhnya pada hilang sampai ulat keket gamon juga ikut terhempas...🤣
Miss Ra: /Joyful//Joyful//Joyful/
total 3 replies
septiana
ego mu setinggi langit Faiz,kau akan menyesal setelah nanti Alea jauh darimu.. teruslah berbuat dingin pada Alea sampai nanti alea lelah dan ga ingin kembali padamu lagi
Jumi🍉
Kepala batu banget si Faiz, kaya orang hidup segan mati tak mau definisi orang gak punya tujuan...😩kompasnya rusak kali makanya tersesat di masa lalu aja...🤭
Jumi🍉: Habisnya bikin sebel banget tuh Faiz...😆
total 2 replies
Jumi🍉
Tahu rasanya dilukai tapi tanpa sadar kamu juga membuat luka untuk Alea selama ini...😪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!