NovelToon NovelToon
The Great General'S Obsession

The Great General'S Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Obsesi / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Sungoesdown

Wen Yuer dikirim sebagai alat barter politik, anak jenderal kekaisaran yang diserahkan untuk meredam amarah iblis perang. Tetapi Yuer bukan gadis biasa. Di balik sikap tenangnya, ia menyimpan luka, keberanian, harga diri, dan keteguhan yang perlahan menarik perhatian Qi Zeyan.

Tapi di balik dinginnya mata Zeyan, tersembunyi badai yang lambat laun tertarik pada kelembutan Yuer hingga berubah menjadi obsesi.

Ia memanggilnya ke kamarnya, memperlakukannya seolah miliknya, dan melindunginya dengan cara yang membuat Yuer bertanya-tanya. Ini cinta, atau hanya bentuk lain dari penguasaan?

Namun di balik dinding benteng yang dingin, musuh mengintai. Dan perlahan, Yuer menyadari bahwa ia bukan hanya kunci dalam hati seorang jenderal, tapi juga pion di medan perang kekuasaan.

Dia ingin lari. Tapi bagaimana jika yang ingin ia hindari adalah perasaannya sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sungoesdown, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gerbang Yang Mulai Runtuh

Gerbang Istana Haeyun

Zeyan turun lebih dulu dari kudanya dan menoleh ke arah Yuer, yang masih duduk ragu di atas pelana. Dengan tenang, ia mengulurkan satu tangan.

"Ayo turun."

Yuer menatap tangan itu sejenak, sebelum akhirnya menerimanya. Sentuhan Zeyan tetap hangat, meski matanya dingin seperti biasa. Setelah keduanya menapakkan kaki di tanah, Zeyan menyerahkan kudanya ke salah satu penjaga gerbang yang menyambut mereka setelah Zeyan menunjukkan bukti bahwa ia adalah tamu undangan.

"Kau datang menunggang kuda sendiri? Tidak kusangka Lady Jinhwa memiliki kenalan seorang pria biasa."

Seorang pria berkostum bangsawan menatap Zeyan dari kepala hingga kaki dengan ejekan terselubung, sebelum sorot matanya beralih pada Yuer. Tatapannya berubah kagum dan sedikit lancang.

"Tapi wanitamu ini boleh juga. Kau bisa mengantarkannya padaku setelah perjamuan nanti, aku akan berterima kasih dengan murah hati. Mungkin aku juga bisa memberimu beberapa koin."

Zeyan tidak berkata apa-apa namun rahangnya mengeras, tak satu detik pun dari tatapannya berubah. Ia hanya menatap pria itu sekilas, lalu kembali menoleh ke depan, seolah tak pantas membuang waktu untuk sampah yang berisik.

Yuer sendiri menahan napas. Ia tahu Zeyan ingin menjawab, tapi memilih tidak.

Gedung tinggi dengan pilar putih dan ukiran naga giok menyambut mereka. Para tamu berdiri dalam barisan sopan di aula utama, sementara dari atas tangga marmer, seorang wanita dengan mahkota giok hitam berdiri tegak—pemimpin Haeyun, Jinhwa.

Satu per satu, nama-nama disebut oleh juru bicara resmi saat mereka menyambut tamu kehormatan.

"Putra Tertua dari Keluarga Hua…"

"Utusan Utama dari Selatan…"

Dan akhirnya,

"Qi Zeyan dari Utara, Jenderal Agung yang sering kalian dengar."

Suasana mendadak hening. Beberapa wajah terangkat. Termasuk pria sombong di pintu masum tadi.

Wajahnya pucat. "Q–Qi Zeyan?" gumamnya pelan, langkahnya sedikit mundur.

Zeyan menaiki tangga dengan tenang, tidak menggubris sorot ketakutan yang kini menutupi wajah pria itu. Yuer mengikuti beberapa langkah di belakangnya, anggun dan hening.

Namun kemudian, seolah menunggu momen itu, salah satu tamu wanita mendekati mereka dan bertanya pada Zeyan, "Apa dia gadis dari kekaisaran? Sungguh menyegarkan melihat wajah seseorang dari kekaisaran."

Zeyan menoleh sedikit. Bibirnya tertarik kecil, hampir seperti mencibir.

"Wen Yuer," ucapnya dingin. "Putri Jenderal Wen, tawaran damai dari Kekaisaran. Mereka memberikannya padaku tanpa harga sepeserpun."

Seperti sebuah pernyataan keras yang dilemparkan ke ruangan. Beberapa tamu menoleh, terkejut, tertarik, atau terdiam.

Yuer hanya berdiri diam di sebelahnya. Pandangannya lurus ke depan, wajahnya tenang.

Namun dalam hatinya, ia nyaris gemetar. Tapi Yuer tetap tenang. Bahkan membungkuk sedikit, anggun, sebagai bentuk salam pada wanita yang menatapnya tadi. Ini seperti saat itu, saat Zeyan memperkenalkannya pada anggota Lingkaran Besi-nya.

Seorang pria paruh baya dari meja lain tertawa tipis dan bertanya dengan nada setengah mengejek, "Kau benar-benar menerima seorang wanita dari musuhmu begitu saja, Jenderal Zeyan?"

Zeyan tidak menoleh ke pria itu. Ia memutar cawan anggurnya perlahan lalu menjawab datar.

"Kalau musuh mau mengirim seorang putri Jenderal sejauh ini untuk berlutut demi damai, mengapa aku menolak? Lagipula, aku tidak kehilangan apa pun. Barang pemberian yang diberikan cuma-cuma"

Seorang lelaki tua yang duduk di dekat panggung bersuara, pura-pura berseloroh, "Kau yakin itu bentuk penghormatan, tidak curiga mungkin saja mereka mengirimnya untuk memata-matai, Jenderal Zeyan?"

Zeyan tidak menoleh. Ia mengangkat anggur merah dalam cawan kristal lalu menatap cairan di dalamnya.

"Apa menurutmu aku tidak memperkirakan hal itu Tuan Longbei? Itu akan lebih baik, dengan kemungkinan itu kami bisa bersiap dan mengejutkan mereka."

Beberapa orang tertawa, terpaksa. Beberapa hanya menunduk, tidak ingin berurusan.

Yuer berdiri tenang di sebelahnya, wajah tak tergoyahkan seperti patung porselen. Tapi di dalam hatinya, rasa panas itu mulai naik ke tenggorokannya. Ia tahu Zeyan sedang memainkan peran dengan menggunakan dirinya sebagai alat untuk mempermalukan kekaisaran.

Tapi justru karena itu, sakitnya lebih dalam. Ia berharap sedikit saja, bahwa Zeyan merasa bersalah. Atau paling tidak, menyadari bahwa ia menyakitinya.

Namun saat ia menoleh ke Zeyan, pria itu hanya menatap ke depan, dingin dan percaya diri, seolah dunia ini miliknya.

Dan entah mengapa, rasa panas di dada Yuer berubah menjadi gumpalan dingin yang sulit ditelan.

Lady Jinhwa ingin bertemu dengannya bukan karena dia wanita Qi Zeyan. Seharusnya Yuer bisa menebaknya. Dia istimewa karena dia adalah hadiah perang. Barang yang dioper pada iblis perang sebagai jaminan.

Seharusnya Yuer tidak kecewa atau marah karena memang itulah dirinya. Tetapi kenapa rasanya sakit sekali?

...

Acara penyambutan telah usai. Para tamu mulai diarahkan menuju tempat peristirahatan yang telah disiapkan oleh istana. Qi Zeyan berbalik pada Yuer, berniat menuntunnya pergi bersama—namun langkah mereka dihentikan oleh suara lembut namun tegas dari atas tangga marmer.

"Aku harap aku bisa mencuri waktu sedikit dengan nona Wen," ucap Jinhwa.

Sosok wanita yang memimpin Haeyun itu berdiri anggun dalam balutan hanfu biru muda berlapis jubah putih. Matanya tajam namun tidak mengintimidasi, dan senyum di bibirnya justru terasa seperti undangan untuk masuk ke dalam dunia yang ia jaga.

Zeyan sempat melangkah maju, alisnya turun sedikit. "Dia ti—"

"Tentu..." potong Yuer cepat, nyaris terlalu cepat.

Ia bahkan tidak menoleh pada pria di sampingnya. Suaranya datar, ringan, namun cukup jelas bahwa ia sedang menggunakan tawaran Lady Jinhwa sebagai kesempatan untuk menjauh. Dan Zeyan, entah karena terkejut, tidak ingin membuat kegaduhan, atau mungkin memang mengetahui niat Yuer, ia membiarkannya pergi begitu saja.

Jinhwa mengajak Yuer berjalan melewati lorong panjang menuju sisi istana yang lebih tenang. Mereka akhirnya tiba di sebuah teras luas yang menghadap ke kolam bening. Cahaya senja memantul di permukaan air, menciptakan bias keemasan yang menenangkan.

"Aku menyukai tempat ini," ucap Jinhwa, duduk di bangku batu yang dipahat elegan. "Biasanya kupakai untuk berpikir, atau menghindari orang-orang yang terlalu keras kepala."

Yuer tersenyum tipis dan duduk di sampingnya. "Sepertinya ini tempat yang cocok untukku malam ini."

Lady Jinhwa terkekeh pelan sebelum menatap Yuer dengan raut sedikit dalam. "Nona Wen, aku sangat prihatin dengan keadaanmu. Qi Zeyan itu memang bajingan, menyebutmu seperti itu di depan semua orang."

Kepala Yuer bergerak ke samping, mencoba membaca raut wajah Lady Jinhwa. Sesaat yang lalu wanita ini tampak dingin dan tegas, bahkan dialah yang pertama menyebut kekaisaran.

"Aku ingin meminta maaf jika apa yang kukatakan sebelumnya menyakitimu, tapi aku harus melakukannya. Melempar umpan."

Yuer mengernyit. "Zeyan... Memintamu melakukannya?"

"Aku belum menyetujui tawarannya untuk bergabung dengannya melawan kekaisaran. Aku memang tidak menyukai kekaisaran, tapi aku tidak mau gegabah dan membahayakan prajurit dan rakyatku untuk sesuatu yang tidak pasti."

"Tidak pasti?"

Jinhwa mengangguk. "Qi Zeyan memang luar biasa, tetapi tidak semudah itu mengalahkan kekaisaran. Kekaisaran mengirimmu pada Zeyan mungkin hanya sebuah taktik untuk menghindari perang atau konflik berkelanjutan dengan Zeyan karena itu merepotkan."

Yuer terdiam. Dia juga pernah memikirkan ini. Mana mungkin seorang wanita biasa yang tak tahu apapun dan hanya korban keegoisan ayahnya bisa menenangkan Qi Zeyan? Tentu kekaisaran juga pasti berpikir demikian. Itu tidak bisa menjadi jaminan yang kuat dan tidak mungkin kekaisaran sebodoh itu. Mereka pasti tahu itu dan siap untuk serangan Zeyan jika Zeyan mengkhianati perjanjian ikatan perdamaian ini.

Zeyan bisa mengambil wanita dari manapun, lalu mengapa kekaisaran berharap dia akan puas hanya dengan mengirim Yuer padanya? Tidak mungkin cara kerjanya begitu.

"Jadi, dia meminta bantuan kecil untuk menyebut kekaisaran agar dia bisa memperkenalkanmu."

Yuer tersenyum miring. "Sebagai barang politiknya."

"Aku tidak menyukai caranya tadi, tapi fakta rahasia yang ku ketahui bahwa dia belum menikahimu itu sungguh luar biasa..."

Dalam kasus itu bisa dibilang Yuer sangat beruntung. Seharusnya Yuer dinikahinya di hari pertama ia sampai di Benteng Utara, atau bagian terburuknya menjadi pemuas nafsu pria itu tanpa dinikahi.

"Karena dia tidak menyukaiku."

Lady Jinhwa memicingkan matanya. "Atau karena dia tak mau memaksamu? Dia tidak memaksamu untuk... Itu bukan?"

Itu?

Yuer dengan cepat menoleh pada Jinhwa.

"Tidak, mungkin anda sulit untuk percaya tapi dia tidak menyentuhku seperti itu."

Tatapan takjub penuh ketidakpercayaan menghiasi wajah Jinhwa. "Wen Yuer, aku ingin mengatakan kau beruntung tapi kurasa itu tidak sopan setelah apa yang sebenarnya kau alami."

Wen Yuer tersenyum kecut. "Ya, sepertinya aku memang beruntung. Seharusnya aku merasa begitu."

Jinhwa menatapnya. "Tapi tadi kau tampak... menghindari Qi Zeyan. Kau pasti marah padanya."

Yuer tertawa, bukan jenis tawa yang manis ataupun pahit, hanya sedikit terdengar hambar. "Aku selalu marah padanya. Atau mungkin dia yang selalu membuatku begitu."

Jinhwa memiringkan kepala, seakan sedang menilai. "Sepertinya hubungan kalian lebih menarik dari yang aku perkirakan."

"Aku sedang menahan diri untuk tidak mengutuknya."

Jinhwa tertawa lepas. Tawa dari dada, bukan hanya bibir. "Aku suka kau, Yuer. Dunia terlalu penuh dengan perempuan yang pura-pura lembut atau pura-pura kuat tapi bisa dibilang kau memang kuat. Tapi kau realistis, hanya menjadi dirimu sendiri."

Yuer hanya diam, menatap pantulan langit senja di kolam yang tenang. Tapi dari caranya menarik napas, Jinhwa tahu pujian itu bukan sesuatu yang sering ia terima. Atau mungkin, sesuatu yang diam-diam ia butuhkan malam ini.

Hanya jika Jinhwa tahu, kalau dia sedang berpura-pura tenang disaat hatinya terasa disayat oleh pedang tajam milik Zeyan.

"Tapi, Wen Yuer, kurasa Zeyan bukan tipe seseorang yang akan membunuh seorang wanita hanya karena wanita itu memakinya."

Lucu sekali bahwa Lady Jinhwa secara tidak langsung memberitahunya bahwa Yuer bisa memaki Zeyan tanpa kehilangan nyawanya.

"Tapi masalahnya, aku tidak terbiasa memaki orang, Nona..."

Kemudian Jinhwa tertawa, Yuer tersenyum tipis dengan penilaian di kepalanya bahwa Lady Jinhwa tidak semenyeramkan itu.

...

Yuer baru pergi ke kamarnya dengan diantar oleh seorang pelayan setelah dia mengobrol panjang dengan Lady Jinhwa. Rasanya sedikit meringankan beban berat di hatinya.

Begitu pelayan yang mengantarnya berbalik pergi, ia membuka pintu kamarnya dan langsung menghentikan langkahnya. Seseorang berdiri di dalam kamar, di antara lentera yang hanya setengah menyala dan cahaya malam dari luar jendela.

Zeyan.

Ia bersadar pada meja dengan lengan terlipat.

"Aku tidak ingat pernah memintamu masuk," ujar Yuer dingin, menutup pintu di belakangnya dengan suara pelan.

"Aku tidak datang untuk izin."

"Ah, tentu. Seperti biasa." Yuer berjalan ke sisi ranjang, melepas selendangnya. "Kalau kau datang untuk memberitahu sesuatu setelah semuanya selesai, aku sudah mendengarnya."

Zeyan tidak bergerak. "Kalau kau ingin marah, silakan. Tapi kau tahu, aku tak pernah berniat mempermalukanmu."

Yuer tertawa pendek, kering. "Lucu sekali. Karena kalau itu bukan niatmu, kau memiliki bakat alami untuk mempermalukan seseorang."

Hening. Hanya suara kain ketika Yuer menggantung jubah luarnya di belakang kursi.

"Apa itu menyakitimu, Wen Yuer?" suara Zeyan nyaris tak terdengar.

Yuer menoleh perlahan. Tatapannya tajam, terluka, dan sangat tenang.

"Menurutmu?" gumamnya.

Zeyan menatapnya beberapa detik, lalu berdiri. Langkahnya pelan, tapi pasti, mendekat. Yuer tidak mundur.

"Kau ingin tahu kenapa aku tidak menjelaskannya lebih dulu?" suara Zeyan rendah. "Karena kalau aku melakukannya, aku takut kau akan menolak ikut. Dan aku butuh kau di sana."

Yuer menyipitkan mata. "Menurutmu aku akan menolak? Kau tahu aku bahkan tidak melakukan apapun saat ayahku mengirimku padamu? Dan menurutmu aku akan sanggup menolak disaat sejak awal aku adalah alat negosiasi."

"Bukan begitu—"

"Lalu apa?" suara Yuer naik. "Kau membawaku dan bilang ke semua orang bahwa aku adalah hadiah! Tawaran damai! Apa kau tahu rasanya berdiri di sampingmu saat semua orang menatapku seperti barang? Ini adalah yang kedua kalinya dan ku harap sebelumnya kau memberitahuku agar aku bisa mempersiapkan mentalku."

Zeyan menegang. "Aku hanya ingin mereka tahu, bahwa kekaisaran takut padaku. Wen Yuer, seharusnya ini tidak seserius yang kau pikirkan."

"Dan seharusnya kau tahu, aku tidak berhak menerima semua ini." Yuer menatap Zeyan dengan mata berkaca-kaca.

Mereka berdiri sangat dekat sekarang. Napas mereka saling menyentuh. Tidak ada lagi jarak netral. Hanya kemarahan, rasa sakit, dan sesuatu yang menggantung di antara kata-kata.

Zeyan menggeram pelan. "Kalau kau berpikir aku melakukannya tanpa berpikir bahwa kau akan terluka, mungkin aku memang terlalu bodoh mempercayai instingku soal dirimu."

Yuer mendekat setengah langkah, tatapannya naik menantang. "Kalau kau berharap aku tidak terluka, seharusnya kau bersikap lebih kejam padaku sejak awal."

Dan saat itu, mungkin karena kata-kata, atau karena emosi yang terlalu banyak untuk ditampung dalam ruang kecil—Zeyan mengangkat tangan, menyentuh rahang Yuer dengan kasar tapi tidak menyakitkan. Matanya dalam, gelap, dan sedikit bergetar.

"Kenapa kau terus membuatku ingin… membuat kesalahan?" napasnya berat.

Wajah mereka sangat dekat. Yuer tidak menjauh. Tapi bibirnya sedikit terbuka, bukan karena ingin tapi karena ia bingung. Karena ia marah. Karena ia tidak tahu apakah ia akan mendorongnya, atau membiarkannya.

Bibir Zeyan sudah sangat dekat.

Satu inci.

Setengah.

Tapi tepat saat napas mereka menyatu, ibu jari Zeyan bergerak ke depan bibir Yuer. Hanya menempelkannya disana beberapa saat sebelum mengusap lembut bibir Yuer.

Zeyan menutup mata. Rahangnya mengencang. Tangannya perlahan turun, melepaskan.

Ia mundur setengah langkah, kemudian berbalik, berjalan ke arah pintu. Tapi sebelum pergi, ia menatap Yuer sekali lagi, matanya tidak lagi tajam.

"Aku tidak tahu bagaimana caranya menenangkanmu, tanpa menyakitimu lebih dulu."

Lalu ia pergi. Pintu tertutup.

Yuer berdiri di tempatnya, masih merasakan panas di wajah dan dadanya. Jantungnya berdetak keras, tapi ia tidak mengerti apakah itu karena marah atau karena apa yang hampir saja terjadi.

Dan malam di luar tetap sunyi, seolah tidak terjadi apa-apa.

1
lunaa
lucu!!
lunaa
he indirectly confessing to herr 😆🙈
lunaa
gak expect tebakan yang kupikir salah itu benar 😭
lunaa
yuerr lucu bangett
lunaa
damn zeyan, yuer juga terdiam dengarnya
Arix Zhufa
baca nya maraton kak
Arix Zhufa
semangat thor
Arix Zhufa
ehemmmm
lunaa
itu termasuk dirimu zeyan, jangann nyakitin yuerr
Arix Zhufa
mulai bucin nich
Arix Zhufa
cerita nya menarik
Arix Zhufa
Alur nya pelan tapi mudah dimengerti
susunan kata nya bagus
Sungoesdown: Makasih kak udah mampir🥰
total 1 replies
Arix Zhufa
mantab
Arix Zhufa
Thor aku mampir...semoga tidak hiatus. Cerita nya awal nya udah seru
Sungoesdown: Huhuuu aku usahain update setiap hari kak🥺
total 1 replies
lunaa
liat ibunya jinhwa, pasti yuer kangen sama ibunya 😓
lunaa
then say sorry to herr 😓
lunaa
suka banget chapter inii ✨🤍 semangat ya authorr 💪🏻
Sungoesdown: Makasih yaa🥰
total 1 replies
lunaa
yuer kamu mau emangnyaa 😭🤣
lunaa
dia mulai... jatuh cinta 🙈
lunaa
menunggu balasan cinta yuer? wkwk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!