Seraphina di culik dari keluarganya karena suatu alasan. Lucunya ... Penculik Seraphina malah kehilangan Seraphina.
Seraphina di temukan oleh seorang perempuan yang sedang histeris sedih karena suaminya selingkuh, sampai mempunyai anak dari hasil selingkuhan. Perempuan yang menemukan Seraphina tidak mempunyai anak. Karena itulah dia memungut Seraphina. Jika suaminya punya anak tanpa sepengetahuannya jadi ... Mengapa tidak untuknya?
Kehidupan Seraphina nyaman meski dia tahu dia bukan anak kandung dari keluarganya saat ini. Kenyamanan kehidupannya berubah saat orang tuanya mati karena ledakkan.
Saat dirinya sedang terkapar tak berdaya dalam kobaran api. adiknya Ken, berbisik kepada dirinya untuk lari sejauh mungkin. Dengan sekuat tenaga ia melarikan diri dari seorang yang memburunya, karena ia penyintas yang sangat tak diharapkan.
Inilah perjalanannya. Perjalan yang penuh suka dan duka. Perjalanan kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon miao moi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
aku punya kekuatan elemen
Seraphina telah mengganti jubah mandinya dengan gaun tidur. Ia kekenyangan dan kelelahan. Matanya seakan memberat, ia sangat mengantuk ... ia menaiki ranjang memutuskan untuk langsung tidur saja.
Biasanya ia akan baca buku dulu sebelum tidur tapi kali ini tidak. Ia merebahkan kepalanya di bantal yang empuk, matanya sudah akan terpejam saat ada orang yang mengetuk pintu kamarnya.
Ia kembali membuka matanya dengan kesal, "siapa?"
"Ini aku?" Terdengar dari suaranya adalah suara Ken. Pintu terbuka, kepala Ken menyembul. "Boleh aku masuk?"
Ia duduk bangun dari tidurnya. "Kau sudah masuk." Ia menatap Ken lelah.
Ken menyengir sambil masuk kamar sepenuhnya, berjalan mendekati ranjangnya. Ken duduk di pinggir ranjangnya.
"Kau masih marah padaku?" Tanya Ken, meski lampu Saudah padam, ia masih dapat melihat ken menatap kepadanya dengan sorot bersalah di keremangan cahaya bulan.
"Aku tidak marah. Kaulah yang marah tanpa sebab. Mengapa kau begitu?"
Ken menatapnya dengan ragu, "kau janji tak akan memberitahu kepada siapapun?"
Ia sungguh-sungguh benar lelah. Matanya memberat, ia sungguh ingin mendengar apa yang akan dibicarakan ken. Ia sangat penasaran, ia menatap Ken dengan mengangguk.
"Termasuk kepada ayah dan ibu?" Tanyanya, ia makin melemas karena mengantuk.
"Iya ... Kau ingat saat kita sedang festival—"
"Bisakah kita bicara besok saja?" Potong Seraphina, ia buru-buru merebahkan kembali kepalanya di bantal. "Aku sungguh sangat mengan—." Suaranya mengecil lalu hilang.
Ken melongo melihatnya, tak biasanya Seraphina seperti ini. Ken menaikkan selimut Seraphina sampai ke lehernya. Sejenak ia menatap lama wajah seraphina. "Baiklah besok saja. Selamat tidur kak." Gumam ken.
•••••••••
Seraphina malas membuka matanya, masih sangat menikmati tidurnya. tapi ia terpaksa membuka matanya dengan tiba-tiba, saat ia teringat akan memberitahukan sesuatu kepada orang tuanya. Ia langsung meloncat dari ranjangnya. Tanpa memakai sendal ia langsung berlari keluar kamar.
Ia sedang berlari kearah kamar orang tuanya, saat berpapasan dengan riya. "ibu dan ayah sudah pulang?" Tanyanya.
"Sudah dari tadi malam. Mereka masih tidur." Jawab riya.
"Masih di dalam kamar?!" Tanyanya lagi.
Ia kembali berlari tanpa menoleh kearah riya' yang sedang mengangguk. Ia membuka pintu kamar orang tuanya begitu saja, tanpa ia ketuk terlebih dahulu. Terlihat orang tuanya masih terlelap pulas. Ia langsung masuk, mengambil ancang-ancang lalu berlari dan melompat keatas ranjang orang tuanya—di tengah-tengah mereka berdua terbaring.
"Ayo bangun. Ayo bangun. Ayo bangun." Ia melompat-lompat sampai kasur beserta orang tuanya bergerak-gerak.
"Seraphina ...," erang ayah. "Berhenti. Kau menganggu kami."
"Bangunlah. Kumohon ada yang aku ingin bicarakan." Ia makin brutal melompat-lompat.
"Nanti, bicarakan nanti saja saat kami sudah bangun." Kata ibunya.
"Tidak! Tidak bisa!" Serunya, ia menaiki tubuh ibunya lalu duduk di atas pinggang.
"Nak. Kamu bukan bayi lagi! turun!" Pinta ibunya.
Merasa ibunya tidak nyaman karena pinggangnya di tindih olehnya, ia pun turun. Ia langsung kembali meloncat-loncat di atas kasur, membuat kedua orangtuanya kembali mengerang kesal.
Akhirnya ibunya tak tahan, dia bangun ,duduk menatapnya dengan kesal. Ia menyengir dengan lucu meminta maaf.
Ibunya mendengus, menatap Seraphina dengan lelah, "apa yang ingin kamu bicarakan?"
"Ayah!" Serunya sambil berusaha menarik selimut ayahnya. "Ayok bangun jugaaa."
"He'emmm." Ayahnya hanya bergumam.
"Sungguh Seraphina jika ini tidak penting. Awas kamu ...." Ucapnya, mata ibunya akan setengah terpejam lagi.
Ia menatap kecut kepada orangtuanya.
"Aku mempunyai elemen kekuatan. Bukankah ini penting?" Serunya menatap mereka dengan kesal. Ibunya seketika membuka matanya dengan lebar, melotot menatapnya. Kali ini ia bisa melihat ibunya sudah fokus, sepenuhnya terjaga.
"Elemen kekuatan?" Ayahnya seketika langsung duduk. "Elemen kekuatan apa?"
Mereka menatap dengan penuh tanya kepadanya. Ia mendongak dagunya berhasil karena membuat orangtuanya memperhatikannya. Sudah tidak ada yang namanya mata mengantuk, mereka sepenuhnya tersadar.
Ia nyengir, "kalian penasaran?"
Orang tuanya kompak mengangguk.
Ia menahan senyum saat melihat rambut orang tuanya yang kacau, terlihat konyol dengan rambut yang mencuat sana-sini.
"Sepenasaran apa?" Tanyanya, ia tersenyum dengan raut jahil.
Orangtuanya kompak menatapnya dengan mata sipit, mereka berdua sejenak saling tatap. Mereka ber telepati. Ia menatap mereka dengan tanya sekaligus geli. Orangtuanya tiba-tiba mengangguk, seolah sepakat tanpa kata-kata. Ayahnya tiba-tiba saja menangkapnya lalu membaringkan tubuhnya.
Ia memekik lalu tertawa terbahak-bahak saat ibunya menggelitik perutnya dengan brutal. Ayahnya menahan lengannya membiarkan ibunya terus menggelitik perutnya. Orangtuanya menyeringai.
"Anak nakal!" Seru ibunya. "Beraninya kamu membohongi kami?!"
"Aku tak bohong!" Serunya histeris di tengah ia tertawa-tawa. "Tolong berhenti dulu."
Ayahnya melepaskan tangannya. Ibu Berhenti menggelitik dirinya.
Dengan nafas tersengal-sengal ia duduk menghadap kedua orangtuanya. Tangan ia tadahkan, lalu dengan fokus ia memikirkan kekuatan itu keluarlah pikirannya. Elemen warna hijau yang entah bernama apa, keluar di permukaan tangannya, memukau orangtuanya.
Mereka melongo terpaku kagum. Seraphina menatap mereka dengan seringai. Orangtuanya melihat, menunggu ... lalu mengernyit bingung. Saat hanya cahaya saja yang keluar, tidak ada reaksi lain dari cahaya tersebut.
"Elemen kekuatan apa ini?" Tanya ayahnya hati-hati. Sejenak orangtuanya saling tatap dengan bingung.
"Tolong ambilkan bunga itu." pintanya melihat bunga yang layu di vas meja ibunya. Sangat pas di situasi ini.
Ayah turun dari ranjang lalu meraup mengambil beserta vas nya. Dia memberikan kepadanya. Ayahnya kembali duduk sambil melihat dengan penasaran.
Satu tangan kiri ia pegang vas bunga, satu tangan yang lain sibuk mengeluarkan energi elemen. Cahaya hijau dari tangannya menyelimuti bunga itu. Sesaat yang mencengangkan dengan pelan dan pasti, bunga itu bergerak, tersentak bangun dari layu ke tegak. kembali sehat.
Orangtuanya melongo takjub menatapnya. seraphina nyengir karena berhasil, "aku tak tahu ini kekuatan apa, tapi inilah dia."
"Aku tak pernah seumur hidup melihat kekuatan seperti ini." Kata ayahnya takjub.
Ibunya menutup mulutnya sambil terpana menatap bunga di vas nya. Ia menatap seraphina lalu menatap ke bunga nya, bergantian. Seketika ibunya meraup dirinya ke pelukannya. "Ya Ampun ini kekuatan yang cantik."
Ayah dan ibunya bertatapan dengan takjub, mereka melihat dirinya dengan bangga. Ia merasa hatinya hangat, ia merasa canggung ditatap seperti demikian rupa, ia menyeringai. Ayahnya mengacak-ngacak rambutnya gemas.
"Kamu harus melatih kekuatan elemenmu agar lebih hebat lagi." Kata ayahnya.
"Iya. Kita harus memberikan guru untuknya." Kata ibunya memandang ayahnya dengan semangat.
"Benar, kita akan mencarikan guru untuk Seraphina." Kata ayahnya. Ayahnya mengajak Seraphina untuk tos.
Ibunya menggaruk lehernya, "tapi, dimana kita akan mencari guru untuknya? Di wilayah ini tak ada yang mempunyai kekuatan seperti ini?"
Seraphina diam mengamati keluarganya berbicara.
"Ada yang punya kekuatan seperti ini, tapi bukan dari wilayah ini ...." Ayahnya tiba-tiba diam seolah sesuatu terlintas dari benaknya, tiba-tiba ayahnya menatapnya dengan lama.
Seraphina menatap ayahnya dengan bingung.