NovelToon NovelToon
Bukan Sekedar Takdir

Bukan Sekedar Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:731
Nilai: 5
Nama Author: xzava

Aku tak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, apalagi dari arah yang tidak kusadari.
Tapi ketika seseorang berjuang mendekatiku dengan cara yang tidak biasa, dunia mulai berubah.
Tatapan yang dulu tak kuingat, kini hadir dalam bentuk perjuangan yang nyaris mustahil untuk diabaikan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xzava, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Sepulang dari PKL, mereka berlima langsung berangkat ke mall. Mereka hanya menggunakan satu kendaraan agar lebih praktis, sementara kendaraan yang lain dititipkan di rumah Febi, karena memang rutenya searah.

Yura yang HP-nya rusak tampak tidak terlalu antusias, namun justru teman-temannya yang terlihat bersemangat memilihkan jenis HP untuknya.

“iPhone aja lah, bagus kameranya,” saran Hana penuh keyakinan, sambil memamerkan HP-nya.

“Kalau udah lama, baterainya cepet habis. Samsung aja, lebih awet!” sahut Febi bersikeras.

"Yeee, iPhone juga awet kali." Hana gak mau kalah.

“Ya ampun, kalian ribut banget. Emangnya siapa yang mau beli HP?” protes Aldin sambil melirik Yura.

“Gue yakin Yura bakal beli HP Android,” kata Rizki santai. “Dia dari dulu juga gak pernah pakai iPhone.”

Yura hanya diam, tidak ikut menyela atau menanggapi. Ia masih lelah secara fisik dan mental, belum cukup pulih dari kekecewaan yang ia alami.

Sesampainya di mall, tanpa banyak bicara, Yura langsung melangkah menuju toko HP Samsung.

“Nah kan, bener kata gue. Android lagi,” ucap Rizki sambil tersenyum bangga.

Bukan hanya mereknya yang sama dengan HP lamanya, Yura bahkan memilih tipe dan warna yang sama hitam polos.

“Haduuh, beli warna lain kek Yur. Masa warna hitam lagi?” keluh Hana.

“Hitam mulu, hitam mulu... hidup lo suram amat,” timpal Febi dramatis.

“Terserah orang lah, kalian kenapa sih ngatur-ngatur,” celetuk Aldin.

“Gue udah bosan lihat lo beli apa-apa warna hitam. Lo tuh anak seni, harusnya lebih berwarna hidupnya,” omel Febi sambil geleng-geleng.

Rizki nyeletuk santai, “Dia beli pake duitnya sendiri. Bukan donatur dilarang ikut campur.”

Komentar itu langsung membuat Febi bungkam seketika.

“Warna biru cantik loh Yur,” Hana mencoba merayu lembut.

Namun Yura tetap pada keputusannya. “Gak, makasih.” Ia langsung berjalan ke kasir untuk menyelesaikan pembelian.

“Capek banget lihat nih anak keras kepala,” gumam Febi dan Hana hampir bersamaan, membuat Rizki dan Aldin menahan tawa.

Selesai urusan membeli HP, Yura memandang teman-temannya.

“Makan yuk?” ajaknya singkat.

Rizki langsung bersorak kecil, “Akhirnya! Dari tadi gue nahan ngomongin makanan.”

“Let’s go Sis,” ucap Rizki sambil merangkul pundak Yura.

“Lepas, atau batal makan,” balas Yura datar.

“Okkeyy,” Rizki buru-buru melepaskan rangkulannya sambil cengengesan.

“Untung gue laper. Kalau enggak, udah gue geplak kepalanya,” gumam Rizki pelan.

“Mulutmu,” balas Yura setengah senyum, untuk pertama kalinya terlihat lebih rileks.

Mereka pun berjalan bersama menuju lantai atas. Suasana sedikit lebih ringan. Luka memang belum sembuh, tapi tawa kecil dan obrolan hangat seperti inilah yang pelan-pelan menenangkan hati Yura.

...****************...

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, namun suasana di mall masih cukup ramai. Yura dan teman-temannya baru saja keluar dari bioskop setelah menonton film terbaru.

“Seru banget filmnya! Kapan-kapan kita nonton lagi yuk!” seru Febi penuh semangat.

“Boleh!” Hana langsung mengiyakan, wajahnya masih ceria.

Saat mereka berjalan menuju parkiran, Aldin bertanya, “Mau cari makan dulu gak sebelum pulang?”

“Boleh deh. Makan apa ya enaknya?” Febi mulai berpikir keras, sambil memegang perut.

“Nasi goreng aja,” usul Yura, pelan tapi jelas.

“Gue sih pengen mie goreng,” sahut Hana.

“Biasanya penjual nasi goreng juga jual mie goreng,” timpal Rizki.

Aldin yang menyetir malam ini langsung menimpali, “Tenang, gue tau tempat makan yang enak.”

Tak lama kemudian mereka sampai di warung nasi goreng yang Aldin maksud. Tapi tampaknya warung itu sedang ramai sekali malam ini.

“Rame banget,” gumam Hana.

“Namanya juga warung makan, pasti rame,” balas Rizki dengan nada sedikit ketus.

“Eh, sensi amat,” Hana menyikut lengan Rizki sambil tertawa kecil.

“Ayo turun. Makin malam, makin rame ini,” ajak Aldin sambil mematikan mesin mobil.

Sebelum memutuskan untuk mengantri, mereka menatap spanduk menu yang terpasang di depan warung.

“Mau makan apa?” tanya Aldin.

“Apa aja… gue duduk dulu, capek,” jawab Yura datar, lalu langsung menuju salah satu meja kosong.

“Mie goreng biasa aja deh,” ucap Hana sambil menunjuk menu.

“Gue ikut, samain aja,” sahut Febi, lalu menepuk bahu Aldin dan Rizki. “Kita nyusul Yura duluan ya.”

“Iya sana, duluan aja,” kata Aldin.

“Gue nasi goreng maut, pedesnya yang nendang,” ujar Rizki sambil bersemangat. Ia hendak menyusul Hana dan Febi, namun bajunya ditarik Aldin.

“Hei, jangan kabur. Bantuin gue pesen.”

“Yaaelah, baru juga mau duduk santai,” keluh Rizki pura-pura kesal, tapi tawanya pecah sendiri karena sadar gaya lebay.

Aldin juga ikut tertawa, suasana malam itu menjadi lebih hangat di tengah dinginnya udara luar. Meski hari sudah larut, mereka masih menikmati kebersamaan, seolah waktu PKL mereka belum akan berakhir sebentar lagi.

...****************...

Yura melajukan mobilnya perlahan ke arah rumah. Malam ini, hatinya terasa sedikit lebih lega. Tawa dan kebersamaan bersama teman-temannya membuat beban di dadanya perlahan mencair.

Sesampainya di depan rumah, Yura turun dari mobil seperti biasa untuk membuka pagar. Namun, matanya langsung menangkap sesuatu yang tidak biasa, secarik kertas tertempel di pagar rumahnya.

Karena penasaran, Yura mendekat dan membaca tulisannya,

“Maafkan saya, semalam ada urusan mendesak, sampai saya lupa memberitahu. Besok, mau makan malam bersama?”

— Ardhan

Yura menarik napas pelan. Tidak ada keterkejutan di wajahnya, tidak ada kemarahan. Kali ini, ia lebih tenang. Ia menatap kertas itu beberapa detik, lalu melengos. Tanpa menyentuh atau melepasnya, ia membiarkan kertas itu tetap tertempel di sana seolah tak pernah melihatnya.

Ia kembali ke mobil, lalu memarkirkannya di garasi. Sebelum masuk ke dalam rumah, ia menyadari sesuatu, ponsel barunya belum memiliki kartu SIM. Ia segera mencari ponsel lamanya yang sempat ia lempar karena kesal.

“Kenapa sih gue bodoh banget, sampai ngelempar,” gumamnya kesal pada diri sendiri saat akhirnya menemukan ponsel yang sudah mati itu di sudut garasi.

Ia mengambil kartu SIM, dan segera masuk ke dalam rumah. Masih banyak hal yang harus ia urus, mengunduh ulang aplikasi, login ke semua akun, menyambungkan ulang semuanya dari awal.

Untung saja, sebagian besar data penting sudah tersimpan rapi di laptop-nya.

Yura menghela napas panjang. Malam ini, ia tidak lagi kecewa hanya lelah.

Yura terjaga hingga larut malam, sibuk mengurus ponsel barunya. Waktu terus berjalan, dan tanpa terasa jarum jam sudah menunjuk pukul tiga dini hari. Bukan karena proses instalasi aplikasi yang lama, tapi karena satu hal yang cukup merepotkan Yura lupa kata sandi akun media sosialnya.

Satu per satu akun ia coba pulihkan, mencocokkan email dan nomor lama, bahkan harus membuka folder lama di laptopnya untuk mencari petunjuk sandi yang pernah ia catat.

Begitu semuanya selesai, rasa lega hanya sebentar, karena tubuhnya sudah terlalu lelah untuk sekadar berdiri.

Tanpa sempat mandi, apalagi berganti baju, Yura merebahkan tubuhnya di sofa ruang tengah. Ia hanya sempat menarik selimut tipis yang tersampir di sandaran sofa, lalu memejamkan mata.

Dalam hitungan detik, ia pun terlelap di sana, kalah oleh lelah, dan hari yang terlalu panjang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!