Wanita yang sering menangis dalam sujudnya, dia adalah Syifa Salsabila, seorang istri yang selalu dihina dan direndahkan ibu mertua dan saudara iparnya lantaran ia hanya seorang ibu rumah tangga tanpa berpenghasilan uang membuatnya harus berjuang. Dengan kesabaran dan perjuangannya yang tak kenal lelah akhirnya kesuksesan pun berpihak padanya. Akankah ia balas dendam setelah menjadi sultan? ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FAMALIN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
"Tante Syifa lagi di rumah orang tuanya, Sayang. Kenapa, Dek Nasya kangen ya?"
"Iya, Om. Aku pingin Tante Syifa disini lagi sering ngajarin aku gambar, mewarnai dan juga nemenin aku main,"
"Doakan saja ya Dek Nasya, semoga Tante Syifa segera mau Om jemput kesini lagi,"
"Aamiin., Om."
"Terima kasih, btw Om duluan ya, keburu lapar mau bikin mie, nggak ada Tante Syifa Om jadi repot apa-apa sendiri,"
"Iya, Om."
Setelah Fahri berlalu, Zaki segera menghampiri keponakan kecilnya itu "Nasya, Kalau kamu nggak ada yang ngajarin belajar dan maen, Om Zaki mau kok sekarang nemenin kamu?"
"Hmm, boleh deh Om, tapi sebenarnya gambaran Om Zaki dengan gambaran Tante Syifa lebih bagusan punya Tante Syifa," ungkapnya sambil membuka-buka buku gambarnya.
"Masa sih? Coba Om lihat gambarannya Tante Syifa?" Pinta Zaki antusias.
"Nih, bagus kan, Om?" tunjuknya di salah satu halaman buku gambarnya.
Zaki spontan melihat gambar itu dengan senyum-senyum, dalam hatinya senang walaupun saat ini tidak bisa melihat orangnya langsung, namun dengan melihat hasil karyanya sudah membuatnya sangat bahagia.
"Kok Om Zaki malah senyum-senyum sih?"
"Iya gambarannya Mbak Syifa bagus, Om akui." jawabnya dengan mengacungkan jempol.
"Tapi bentar, Om! Kenapa ini gambarannya Tante Syifa bisa agak mirip dengan gambarannya Om Zaki ya? Hmm ..."
"Mirip? Maksudnya?"
"Ini gambar rumahnya satu pintu dua jendela dan gambar bunganya juga cuma satu tangkai, ya kan? Perhatikan deh!" tanya Nasya semakin menuntut Zaki lebih cermat lagi.
"Oh iya, yang beda kan cuma warnanya aja ya?"
"Heum, walau tingkat kerapihannya lebih bagus punya Tante Syifa sih,"
"Biarlah, emang Mbak Syifa itu selalu menang dari Om,"
"Hah??"
"Maksudnya biasanya kan kaum wanita itu emang suka dengan kerapihan dan keindahan, Nasya."
"Tapi ibuku kayaknya nggak sih, Om. Karena ibu jarang mau ngajarin aku gambar gini,"
Inem yang menyimak obrolan itu sambil menimbang telur, ia langsung menyahut begitu namanya disebut oleh putrinya itu "Nasya, Sayang. Bukannya ibu nggak mau ngajarin kamu belajar, cuma ibu kan sibuk ngurusin dagangan, jaga warung belum lagi kulakan juga, jadi nggak sempat, Sayang."
"Nah, ibumu kan sibuk, Nasya. Jadi maklumin aja. Btw apalagi yang di ajarkan Tante Syifa padamu?"
"Banyak, Om. Tante Syifa ngajarin baca IQRO huruf-huruf hijaiyah juga, Tante Syifa dulu sering ngajarin aku ini itu, hingga akhirnya aku pelan-pelan sudah bisa sedikit."
"Wah keren, coba Om ajarin dong!" pinta Zaki pura-pura.
"Nggak mau! Om Zaki kalau minta di ajarin langsung sama Tante Syifa aja, pasti juga langsung bisa karena Tante Syifa itu ngajarinnya telaten dan lemah lembut jadi mudah untuk dimengerti, Om."
'Haduh, kenapa kamu spil terus sifat baiknya sih, Nasya? Kan Om jadi tambah kangen nih, padahal bukan siapa-siapanya juga, hufftt ...' Racaunya dalam hati.
"Om Zaki?"
"Eh iya?"
"Jangan ngelamun dong, Om! lanjut yuk ajarin menggambarnya!"
"Heum."
Sambil mengajari sang keponakan yang imut nan lucu itu, Zaki malah tak fokus pikirannya terus tertuju pada Syifa 'Apa rencana yang ada di depan sana Ya Allah? Hingga aku bisa terjebak dengan perasaan yang salah ini?' batinnya bingung atas takdirnya sendiri.
"Om Zaki gimana sih? Ini gambarnya nggak nyambung, Om??" sadarkan Nasya karena Zaki menggambar yang tidak masuk akal.
"Oh iya, Maaf. Sayang. Om sepertinya capek nih, jadi menggambarnya di lanjut besok aja ya?"
"Ya udah deh, nggak apa-apa, Om. Aku juga mau mandi dulu!"
"Heum, Papay Nasya ..." ujarnya dengan di iringi senyum termanisnya.
~~
Di rumahnya Rita melakukan aktivitas beberes rumah sambil terus menggerutu "Haduhh, kenapa cuci piring ini nggak selesai-selesai sih? Padahal belum cuci baju, nyapu halaman, ngepel lantai, hufft ..." keluhnya baru merasakan tanpa adanya Syifa sebenarnya dia sendiri yang rugi.
"Fahri, carikan ibu pembantu dong! Badan ibu pegal-pegal semua nih gara-gara beberes terus seharian nggak selesai-selesai?"
"Salah ibu sendiri kemarin di bantuin istriku tidak bersyukur malah ngecewain dia terus??"
"Ya udah, ibu minta maaf deh."
"Ibu minta maaf? berarti kalau Syifa tinggal disini lagi ibu suka?"
"Ya." jawabnya pura-pura, ia hanya ingin tugas-tugas rumahnya itu Syifa yang menyelesaikan.
"Alhamdulillah, aku sangat bersyukur, ibu sekarang mau berubah."
'Berubah? Oh Tidak, Fahri! Ibu hanya mau memanfaatkan tenaga Syifa aja buat ngerjain tugas-tugas rumah ini semua.' pikirnya dengan rencana jahat.
"Kalau gitu nanti Fahri ngabarin Syifa supaya besok mau dijemput pulang kerumah ini lagi ya, Bu?"
"Heum."
Fahri segera mengambil ponselnya dan ia mengirim pesan bahwa istrinya harus segera siap-siap untuk dijemput, tapi ternyata Syifa menolak, ia tak percaya kalau ibu mertuanya itu sudah berubah, akhirnya Fahri berinisiatif mau mengajak Rita untuk menjemput Syifa.
"Bu, besok siang ada acara nggak?"
"Tumben tanya acaranya ibu? Emang kamu mau apa?"
"Semisal mau Fahri ajak jemput Syifa di rumah orang tuanya, Ibu bersedia?"
"Rumah Besan kan jauh? Kalau kamu ngajak ibu kesana kita naik apa?"
"Ya naik Bis lah, Bu. Gimana?"
"Ah, Nggak mau! Naik Bis nggak enak, harus oper sana sini, Ribet!"
"Lha trus ibu maunya naik apa?"
"Naik mobilnya Zaki yang empuk dan nyaman lah! besok kamu sewa mobilnya Zaki aja nanti malah bapak juga bisa ikut?"
"Sewa? Tapi Zaki belum bisa setir mobil, Bu?"
"Yah sewa sekalian Zaki-nya dong?!"
"Ya udah, nanti Fahri bilang sama Zaki dulu."
"Nah gitu, ibu senang. Semoga Zaki mau, dan kita bisa naik mobil bagus lagi, yeayyy ..."
"Astaghfirullah, Bu. Nggak usah lebay gitu juga kali, malu!"
"Diam kamu! Seumur-umur kamu kan belum bisa beli mobil bagus, sekarang ada mobilnya Zaki kamu malah ngehina ibu??"
"Maaf, Bu. Bukan begitu maksudnya, Sebenarnya Fahri sekarang juga bisa misal beli mobil yang sederhana, tapi kan kita harus memprioritaskan kebutuhan dulu baru keinginan, Fahri mau beli rumah dulu!"
"Ah terserah deh! nungguin kamu sukses itu lama, Fahri. Kalau nggak kerja diluar negeri dulu seperti Zaki."
"Belum tentu sih, Bu. Yang penting ibu doakan saja yang terbaik!"
"Ya."
*
*
Zaki sudah dihubungi oleh Fahri, dan ia sangat setuju bisa ikut mengunjungi Syifa dan keluarganya. Dalam hati Zaki begitu bahagia dengan melupakan logikanya demi bisa bertemu dengan wanita yang tak seharusnya ia cintai.
"Bang Fahri, mobilnya sudah siap, jadi berangkat jam berapa?" tanyanya sudah tak sabaran lagi.
"Bentar lagi, Zak. Aku rapiin kamarku sebentar supaya saat istriku datang nanti tidak risih melihat barang berantakan."
"Iya, Bang. Saya tunggu sampai bang Fahri, Bu Rita dan Pak Harun siap,"
"Heum, terima kasih."
Zaki begitu antusias dengan perjalanan ini yang mungkin akan membutuhkan waktu tiga jam jarak tempuh menuju ke rumah Syifa.
"Melisa, walaupun kamu jarang datang ke mimpiku tapi ternyata Allah menghadirkanmu dalam diri orang lain, perasaanku padamu seolah akan abadi selamanya di dalam sudut hatiku yang paling dalam." gumamnya sambil tersenyum bahagia.
"Melisa? siapa, Zak?" Tanya ... tiba-tiba datang.
Bersambung ...