"Cinta ini tak pernah punya nama... tapi juga tak pernah benar-benar pergi."
Sora tahu sejak awal, hubungannya dengan Tama tak akan berakhir bahagia. Sebagai atasannya, Tama tak pernah menjanjikan apa-apa—kecuali hari-hari penuh gairah.
Dan segalanya semakin kacau saat Tama tiba-tiba menggandeng wanita lain—Giselle, anak baru yang bahkan belum sebulan bergabung di tim mereka. Hancur dan merasa dikhianati, Sora memutuskan menjauh... tanpa tahu bahwa semuanya hanyalah sandiwara.
Tama punya misi. Dan hanya dengan mendekati Giselle, dia bisa menemukan kunci untuk menyelamatkan perusahaan dari ancaman dalam bayang-bayang.
Namun di tengah kebohongan dan intrik kantor, cinta yang selama ini ditekan mulai menuntut untuk diakui. Bisakah kebenaran menyatukan mereka kembali? Atau justru menghancurkan keduanya untuk selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah bicara.
Sora tersentak. Kedua matanya terbuka secara paksa karena mimpi aneh yang barusan mengganggu tidurnya.
"Lo udah bangun?"
Suara itu....
Sora menoleh ke samping. Dilihatnya Tama sedang bermain game di ponsel dengan posisi seat mobil yang sudah dimiringkan. Sama seperti... eh? Kenapa seat-nya juga miring?
Sora spontan menegakkan punggung. Bukan karena kursinya yang sudah berubah posisi, namun karena baru menyadari ada sesuatu yang janggal. Di mana mereka? Kenapa bisa ada di pantai?
"Kita di mana, Tam? Lo bawa gue ke mana?"
"As you see, pantai." Laki-laki itu masih berkutat dengan gadget-nya. Sekalipun tidak menoleh pada Sora yang tengah menatapnya serius.
"Kenapa ke sini? Bukannya ke Arta Boga?"
"Udah. Liat aja surat jalannya. Udah ditandatangani purchasing-nya."
Sora terbeliak. Serius?? Tangannya otomatis bergerak mencari kertas-kertas itu di dalam tasnya. Benar, keduanya sudah ditandatangani oleh pihak yang berwajib.
"Lo kok nggak bangunin gue tadi?"
"Udah, tapi lo tidur kayak kerbau."
"Dan lo buka-buka tas gue sembarangan?" Sora masih berusaha menunjukkan rasa tidak sukanya akan perbuatan Tama. Tujuan mereka keluar dari kantor adalah untuk kunjungan customer. Bukan malah ke pantai!
Akhirnya Tama menyelesaikan permainannya. Menurunkan gawai dari depan wajah karena sadar Sora sedang minta diperhatikan.
"Dari pada gue nungguin lo yang nggak kunjung bangun?"
"Harusnya lo tunggu sampai gue bangun. Anak-anak taunya kita ke customer loh ya. Lagian siapa tadi yang ngelarang gue pergi sama yang lain karena takut ada yang melenceng? Sekarang lo malah lebih parah tau nggak?" Sora ngedumel sambil memasukkan kembali lembaran penting itu ke dalam tasnya.
"Nggak apa-apa asalkan melencengnya sama gue."
Jawaban itu menambah rasa kesal Sora. Rupanya adu mulut yang terjadi sebelum Sora ketiduran tadi, sama sekali tidak berpengaruh bagi Tama. Benar-benar bebal. Gadis itu menegakkan sandaran kursi, lalu menempelkan punggungnya ke sana sambil membuang muka dari si pengemudi.
Hampir dua menit mobil itu hening. Tama sejak tadi masih menatap ke samping, ke arah Sora yang juga ogah memulai pembicaraan.
"Gue mau ngomong sama lo. Baik-baik. Dan ini adalah kesempatan yang gue punya, Ra." Akhirnya pria itu memulai. Suaranya yang lembut dan berat membuat sensasi mimpi itu kembali mengganggu Sora. Kenapa rasanya sangat nyata?
"Bukannya tadi gue udah bilang end of conversation?"
"Mau sampai kapan lo ngejauhin gue?" tanya Tama to the point.
"Bukan urusan lo."
"Sora...." Dia berusaha menarik salah satu tangan perempuan itu. Namun ditepis, tentu saja.
"Don't cross the line, Tam!" hardiknya serius.
"Line apa sih?"
"Lo laki-laki yang punya pasangan. Gue nggak suka!" Dahi Sora berkerut.
"Trus kalau dipegang Julian mau? Ditempelin botol dingin ke pipi, suka?"
Alis perempuan itu semakin terpaut. Apa Tama cemburu? Oh come on, Sora, jangan terlena! "Bukan urusan lo!" jawabnya tetap pada pendirian. Ya, walau sebenarnya hatinya sedikit berdebar mendengar nada cemburu itu. Kembali membuang muka ke arah jendela.
"Gue jealous. Gue nggak suka lo punya hubungan apa-apa dengan Julian, atau siapapun." Sepertinya Tana sudah tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengakui rasa cemburu yang sudah lama dia pendam. Dengan berat hati dia mengutarakan itu meski tau Sora akan mengira dia egois.
Mendengar itu hati panas seorang Sora Abigail bagai disiram air dingin yang menyejukkan. Dia menoleh lagi dan mendapati Tama yang sedang menatapnya sendu.
"Lo nggak suka? Memangnya lo siapa dalam hidup gue, Tam?"
"Laki-laki yang tidak pernah berhenti lo cintai, Ra."
Jika petir di siang bolong itu benaran ada, mungkin sekarang itu lah yang sedang dialami Sora. Hatinya melonjak mendengar pernyataan yang diucapkan dengan tegas oleh Tama. Kedua matanya membesar saat ingatannya kembali kepada mimpi aneh tadi. Di dalam mimpi itu, Tama mengatakan kalau dia mendengar bisikan Sora dua bulan yang lalu.
Jangan-jangan... yang tadi itu... bukan mimpi? Hah! Tapi mustahil! Di dalam mimpinya Tama bilang kalau dia juga mencintai Sora. Tapi kenyataannya tidak demikian. Fix, dia hanya sedang bermimpi.
"Kata siapa?"
"Kata gue."
"Ck. Lo makin ngawur. Bisa pulang aja nggak? Gue nggak mau telat ke aula." Sora berniat menyudahi pembicaraan keramat yang berpotensi membongkar aibnya. Ya. Mencintai kekasih orang lain itu ibarat sebuah aib bagi Sora. Bukanlah sebuah tindak terpuji yang patut dibanggakan.
"Kita belum selesai, Sora. Gue bahkan belum sampai ke inti!" Tama menarik tangan kanan Sora dengan paksa dan membuat perempuan itu terbang ke atas pahanya.
"Tama!!" Pekikan perempuan itu terdengar memekakkan telinga. Dia kaget karena tenaga Tama begitu besar. Sampai-sampai bisa membuat bokongnya berpindah posisi. Dan by the way... ini... ini posisi yang mematikan. Sora tidak yakin akan mampu bertahan. Sialan si Tama!
Laki-laki posesif itu menahan pinggang Sora dengan kuat. Tidak menerima penolakan, apalagi kalau Sora berniat ingin turun.
"Listen to me, Sora!" Dan mungkin sedikit bentakan akan berhasil membuat nyali perempuan itu ciut.
Berhasil!! Sora mematung, menatapnya dengan raut wajah terkejut. Mungkin tidak menduga Tama akan seserius ini. Dengan posisi wajah yang sedekat itu, dia bisa melihat seluruh permukaan wajah Tama dengan jelas.
"Gue nggak tau lo aslinya sekeras kepala ini!" Tama masih mengomel. Dia seperti akan menelan Sora sekarang.
"Apa mau lo, hah? Jangan macam-macam!"
"Ada yang harus lo tau tentang gue dan Giselle." Sepertinya memang sudah saatnya. Tama sudah tidak sanggup berlama-lama cemburu.
Detak jantung Sora berubah semakin cepat. Kenapa juga dia harus mengetahui sesuatu tentang hubungan yang sudah membuat hatinya sakit selama empat bulan terakhir? Kenapa? Apa Tama belum puas membuat hatinya sakit?
"Apapun itu, lo nggak perlu cerita ke gue, Tam. Dan gue nggak pe- hmmpp!" Belum selesai bicara, Sora langsung dikejutkan aksi Dirga yang tiba-tiba menciumnya. Oh Tuhan! Sekujur tubuh Sora lunglai. Otot-ototnya melemah dalam hitungan detik. Seharusnya dia berontak. Tapi efek mimpi aneh itu membuat dia sedikit galau sejak tadi. Karena jujur saja, sejak tadi hati kecilnya merasa hangat mengetahui Tama masuk ke dalam mimpinya dan saat terbangun, laki-laki itu persis ada di sebelahnya.
Tama membiarkan ciuman itu berlangsung sedikit lama karena Sora sama sekali tidak melakukan perlawanan. Sekarang tingkah perempuan itu seperti sedang di persimpangan jalan. Antara ingin berpartisipasi atau diam saja. Tama hanya tersenyum di dalam hati. Itu artinya Sora mulai menerimanya. Itu artinya dia bisa menikmati ini lebih lama lagi.
Tanpa sadar Sora meremas pergelangan tangan Tama untuk memberi kode kalau dia kehabisan oksigen.
"Lo!" omelnya tanpa tedeng aling-aling. Punggung tangan kanannya dijadikan cover untuk bibirnya yang terasa kebas dan membengkak.
"Lo kebanyakan bicara. Jadi gue harus membuat lo diam secepatnya." Tama memberikan alasan kenapa dia tiba-tiba mencium perempuan cantik ini. Sora masih terengah. Pundaknya bergerak naik turun tak beraturan.
Buk!!
Tiba-tiba dia memukul dada Tama dengan keras. "Nggak nyium juga, Tama!! Gue bukan pacar lo!"
"Lo udah jadi cewek pacar sejak dulu. Dan akan selamanya milik gue. Jadi, jangan harap lo bisa sama Julian. Paham lo?"
Posesif tapi nggak jelas. Itulah Tama. Tapi Sora tetap saja berdebar sekalipun dia tau laki-laki ini sama sekali hanya manis di mulut saja.
"Terserah gue dong mau sama Julian atau enggak. Lo nggak berhak larang-larang gue. Buruan! Tadi lo mau bilang apa soal lo sama Giselle? Soal kalian udah tidur bareng?" tembak Sora asal. Niatnya ingin membentengi diri dari rasa ge-er atas ucapan Tama barusan. Juga dari rasa kecewa jika laki-laki itu berniat ingin memberi tahu sesuatu yang tidak ingin dia dengar.
Namun rupanya ada yang tersinggung akibat ucapannya. Sorot mata yang tadinya sudah lembut, kembali berubah dingin dalam hitungan detik. Tidak hanya itu, dia juga tiba-tiba mengembalikan Sora ke kursinya.
"Pake sabuk pengaman lo. Kita pulang."
***