Tamara adalah seorang wanita muda yang independen dan mandiri. Ia bisa hidup bahagia dan kaya tanpa dukungan seorang laki-laki. Ia juga membenci anak-anak karena menurutnya mereka merepotkan dan rewel.
akan tetapi takdir membuatnya harus mencicipi kehidupan yang paling ia benci yaitu bertransmigrasi menjadi seorang ibu muda dari anak yang bernasib malang...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Q Lembayun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku merindukan mu
Tamara duduk dengan tenang sambil menikmati dan mencerna makanan yang telah diberikan oleh Dharma padanya. Saat matahari mulai meninggi dan cahaya matahari bersinar sangat cerah, disaat itu juga Tamara melihat seorang laki-laki berdiri di depan pintu kamarnya.
Laki-laki itu terlihat sangat tampan dengan seragam lengkap militernya. Dia memiliki tubuh yang tegap dan aura seorang prajurit yang kental. Akan tetapi Tamara dapat melihat bahwa mata laki-laki itu berkaca-kaca saat melihatnya.
"Istri..."
Tamara bukan orang bodoh, ia dapat memahami dan mengerti ketika orang ini memanggilnya dengan gelar 'istri'. Hanya saja Tamara belum siap bertemu dengan laki-laki yang ia sebut sebagai seorang 'suami'.
Tamara tak mengerti perasaannya, akan tetapi satu hal yang ia tau bahwa ia merasa begitu merindukan laki-laki di depannya. Jantungnya berdetak keras dan mata Tamara menjadi panas. Air matanya jatuh tanpa bisa ia jelaskan kenapa.
Ketika laki-laki itu mendekat beberapa langkah untuk menghapus air matanya, Tamara segara mundur karena takut. Melihat ibunya menangis, Dave pun langsung bereaksi. Ia tak peduli jika ayahnya masih hidup dan berdiri di depannya, ia hanya peduli pada keadaan ibunya saat ini. Ayahnya telah membuat ibunya menangis saat ini maka Dave tak akan menyukainya.
"Kamu membuat ibuku menangis." ucap Dave marah.
Sebelum Dave marah lebih lanjut, Dharma segera menggendong Dave untuk segera menjauh dari kedua orang tuanya. Ia tidak ingin anak itu terlibat dengan urusan orang dewasa.
"Dave kita keluar dulu sebentar, biarkan ibu dan ayahmu berbicara. Ibumu menangis karena dia terlalu merindukan ayahmu, jadi dia menangis bukan karena sedih tapi karena bahagia."
Mendengar hal itu Dave pun mengerti, ia membenci ayahnya karena sepeninggal ayahnya, ibunya menjadi begitu murung. Akan tetapi Dave tau bahwa ibunya sangat mencintai ayahnya, makanya dia bersikap seperti itu. Jadi Dave pun menuruti permintaan pamannya tanpa perlawanan, walaupun ia masih khawatir untuk meninggalkan ibunya bersama sang ayah dalam satu ruangan.
Setelah Dave pergi, kini hanya tertinggal Tamara dan Vin. Keduanya masih tetap diam dan belum memulai percakapan apa-apa setelahnya. Banyak hal yang sebenarnya ingin disampaikan Vin ketika ia bertemu dengan Tamara pertama kali setelah kepergiannya. Akan tetapi semua itu hilang saat ia melihat wajah cantik itu meneteskan air mata.
Di mata Vin, Tamara adalah wanita cantik, lembut dan manja. Dia besar di panti asuhan bersamanya, dia sangat pengecut dan terkadang sangat lemah. Dia mudah diintimidasi oleh orang lain sehingga Vin selalu berusaha melindungi sekuat tenaga. Ia berusaha mengurus semuanya seorang diri dan membuat Tamara hidup dengan tenang tanpa beban yang berarti.
Akan tetapi saat ia melihat tubuh istrinya yang kurus dan pucat saat ini, Vin merasa sangat patah hati. Ia pun segera menekuk lututnya dan mendekat sambil mengeluarkan air mata.
"Istri, aku pulang..."
Tamara tidak tau apa yang terjadi pada perasaannya, mungkin ini adalah emosi dari tubuh aslinya yang tertinggal. Tapi yang pasti, Tamara tak bisa menekan perasaan sedih saat melihat laki-laki di depannya. Tamara pun bangun dan mendekat kearah Vin dan menamparnya dengan keras.
"Kamu, kamu masih ingat pulang!" Tamara ingin mengumpat dan memarahi laki-laki di depannya dengan kata-kata yang kasar. Ia ingin menanyakan tentang kenapa ia masih hidup dan kenapa ia tidak kembali dengan cepat. Tapi bibirnya hanya bisa mengatakan kata-kata pendek seperti itu.
Setelah itu air mata Tamara jatuh semakin deras, ia memeluk Vin dan menangis dengan keras. Ia merindukan laki-laki ini, walaupun Tamara baru pertamakali bertemu dengannya tapi Tamara tak bisa mengingkari perasaannya bahwa ia merindukan Vin dalam hidupnya.
"Aku merindukanmu..."
"Yah, aku juga merindukanmu."
"Kamu suami yang tidak bertanggungjawab, kamu meninggalkan istrimu yang sedang hamil. Kamu, kamu... Aku sangat membencimu."
"Yah, kamu pantas membenciku. Aku adalah suami terburuk, maafkan aku." ucap Vin sambil memeluk istrinya dengan erat.
Sesekali Vin menepuk bahu Tamara untuk menenangkannya, tapi wanita itu justru menangis lebih keras dan itu membuat Vin semakin patah hati. Vin tak bisa membayangkan bagaimana Tamara saat ia tak bersamanya. Wanita ini begitu manja dan terbiasa diperlakukan dengan istimewa olehnya. Jadi Vin tak bisa membayangkan bagai Tamara hidup dalam keadaan hamil tanpa bantuan darinya.
"Terimakasih karena masih bertahan hingga sekarang."
Vin tak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika ia pulang dan melihat Tamara sudah pergi meninggalkannya. Mungkin Vin akan mati bunuh diri dan mengikuti jejak istrinya. Ia sangat beruntung karena Tamara bisa bertahan hingga saat ini dan memberinya seorang putri sebagai hadiah. Vin sangat senang dan bersyukur Tamara masih berada di pelukannya.
Akan tetapi kebahagiaan Vin perlahan hilang saat ia mencium bau yang begitu familiar. Bau itu biasanya ia temui di medan perang, jadi ia sedikit kaget saat bau itu ada di ruangan ini. Ia pun menghapus air matanya agar dapat melihat dengan jelas lingkungan yang di sekitarnya.
Vin mengendus bau itu dengan lebih teliti dan melihat ke arah lantai, betapa kagetnya Vin saat melihat ada darah yang mengalir di atas keramik putih itu. Vin pun segera melepas pelukannya pada Tamara dan hal pertama yang ia lihat adalah wajah pucat Tamara yang terlihat kesakitan.
"Tamara, kamu berdarah."
Vin pun memeriksa tubuh Tamara dan betapa kagetnya ia saat melihat celana Tamara telah basah oleh darah. Setelah itu ia mendengar Tamara mengeluh padanya dengan suara yang lemah.
"Perutku sakit."
Saat itu juga Vin langsung menggendong Tamara dan menidurkannya di atas kasur. Setelah itu Vin segera pergi untuk mencari dokter, akan tetapi tangan Tamara enggan melepaskannya. Hal tersebut membuat Vin sedikit kesulitan.
"Tamara lepaskan tanganku dulu, aku akan memanggil dokter untukmu."
"Sakit..."
"Ya aku tau. Jadi tarik nafas pelan lalu hembuskan, aku akan segera kembali setelah memanggil dokter. Jadi bersabarlah."
Setelah itu Vin melepas tangan Tamara dengan paksa dan berlari sekuat tenaga untuk mencari dokter.
Tamara tak tau apa yang ia rasakan saat ini. Tubuhnya begitu sakit dan tulang-tulang seperti dipatahkan satu persatu. Perutnya terasa seperti ada tangan-tangan yang mencabik-cabik nya dari dalam. Hal tersebut baru pertama kali Tamara rasakan. Ini adalah pertama kalinya Tamara merasakan rasa sakit semacam ini.
"Sakit..." ucap Tamara mengeluh.
Sistem lobak [Peringatan! Peringatan! Peringatan! Keadaan tubuh mengalami penurunan fungsi normal. Tubuh induk tidak mampu menahan rasa sakit pada tingkat ekstrim. Tubuh induk akan dinonaktifkan kembali dalam 3.... 2.... 1....]
Setelah itu Tamara tak bisa mendengar apa-apa lagi, ia hanya merasa bahwa jiwanya ditarik dengan paksa seperti sebelumnya. Akan tetapi ini begitu menyakitkan, hampir sama rasanya seperti saat ia mati sebelumnya. Mungkin ini yang dinamakan sebagai kematian untuk yang kedua kalinya.