NovelToon NovelToon
Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Kaya Raya / Fantasi Wanita / Ruang Ajaib
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Aluna, seorang pekerja kantoran, punya satu obsesi: Grand Duke Riven Orkamor, antagonis tampan dari game otome yang seharusnya mati di semua rute. Baginya, menyelamatkan Riven adalah mimpi yang mustahil.

​Hingga sebuah truk membuatnya terbangun sebagai Luna Velmiran — putri bangsawan kaya raya yang manja dan licik, salah satu karakter dalam game tersebut.

​Kini, Riven bukan lagi karakter 2D. Ia nyata, dingin, dan berjalan lurus menuju takdirnya yang tragis. Berbekal pengetahuan sebagai pemain veteran dan sumber daya tak terbatas milik Luna, Aluna memulai misinya. Ia akan menggoda, merayu, dan melakukan apa pun untuk merebut hati sang Grand Duke dan mengubah akhir ceritanya.

​Namun, mencairkan hati seorang antagonis yang waspada tidaklah mudah. Salah langkah bisa berarti akhir bagi mereka berdua. Mampukah seorang fangirl mengubah nasib pria yang ia dambakan, ataukah ia hanya akan menjadi korban tambahan dalam pemberontakannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 : Endus Dikit

Di tengah koridor akademi yang ramai, waktu seolah berhenti di satu titik di mana tangan Luna Velmiran menggenggam erat kerah seragam Grand Duke Orkamor.

Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. Untuk pertama kalinya, Luna bisa melihat pantulan dirinya yang mungil di mata biru sedingin es itu.

Ia bisa mencium aroma samar mint dan kertas tua dari tubuhnya. Kepalanya yang biasanya penuh dengan rencana dan jeritan fangirl, untuk sesaat kosong total.

"Lepaskan, bodoh! Lepaskan tanganmu! Kenapa tubuh ini tidak bergerak!?" jerit kesadarannya.

Seolah mendengar perintah itu, refleks "Lady Luna" akhirnya mengambil alih.

Ia segera melepaskan genggamannya seolah baru saja menyentuh bara api, mundur selangkah dengan gerakan yang sedikit kaku, dan membungkuk dengan sempurna.

"Ma-maafkan saya, Grand Duke Orkamor. T-teman saya tidak sengaja," ucapnya, suaranya sedikit bergetar — entah karena takut atau karena masih terlalu bahagia.

Riven tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya menatap Luna dengan tatapan dingin yang sulit diartikan selama sedetik, lalu melirik Garam yang sedang bersiul pura-pura tidak tahu.

Dengan gerakan tajam dan efisien, ia merapikan kerah seragamnya yang sedikit kusut. Tanpa sepatah kata pun, ia berbalik dan berjalan melewati mereka, melanjutkan langkahnya seolah insiden barusan hanyalah gangguan kecil yang tidak berarti.

Saat punggung Riven yang tegap itu menghilang di ujung koridor, Garam mendekat sambil terkekeh, siap melancarkan ejekan. "Nah, itu tadi 'alami' banget. Dia bahkan tidak melihatmu dua kali. Jadi, apa rencanamu selanjut—"

Ucapan Garam terhenti. Ia melihat Luna berdiri mematung, menatap kosong ke telapak tangannya — tangan yang tadi menggenggam kerah Riven.

Perlahan, dengan gerakan yang hampir sakral, Luna mengangkat tangan itu ke depan wajahnya. Ia menutup matanya, dan dengan ekspresi penuh kebahagiaan... ia mengendus tangannya dalam-dalam.

Sebuah senyum aneh yang membuat bulu kuduk berdiri, terukir di bibirnya.

"Aroma mint dan kertas tua... Persis seperti deskripsi di novel. Aku berhasil... Aku berhasil menyentuhnya dan mencium aromanya... Mantap Jiwa!"

Garam berhenti tertawa. Senyum jahilnya lenyap seketika, digantikan oleh ekspresi ngeri.

Matanya yang biasanya penuh semangat kini melebar. Ia sering melihat duel ksatria yang berakhir fatal, tapi ia belum pernah melihat sesuatu yang semengerikan ini.

"A-apa-apaan... Tuan Putri Manja ini?" batin Garam, tanpa sadar mundur selangkah. "Menakutkan."

Merasa suasana menjadi sangat aneh, Garam berdeham. "A... ayo makan. Aku sudah lapar."

Syukurlah, kata "makan" berhasil menarik Luna kembali ke dunia nyata. Senyum anehnya lenyap, digantikan oleh ketenangan anggun yang biasa.

"Tentu," jawabnya.

Kantin Akademi Trisula adalah sebuah aula besar dengan langit-langit tinggi dan jendela-jendela kaca patri yang indah.

Meskipun masih sedikit ngeri dan waspada, Garam tetaplah Garam. Ia langsung memesan setumpuk makanan yang cukup untuk memberi makan lima orang, sementara Luna, yang masih melayang di dunianya sendiri, hanya memesan secangkir teh.

Saat mereka duduk, Garam menatapnya dengan curiga sambil melahap paha ayam panggang. "Baiklah, Tuan Putri. Jelaskan. Apa-apaan kau tadi? Yang bagian mengendus tangan itu."

Luna menyesap tehnya dengan tenang. Ia sudah menyiapkan alasan. "Parfumnya," jawabnya singkat. Senyumnya tipis, ini baru Luna yang Garam kenal.

"Aromanya mengingatkanku dengan parfum lama ayahku. Itu saja."

Garam tidak terlihat sepenuhnya percaya, tapi karena steak di depannya terlihat jauh lebih menarik daripada menginterogasi temannya yang agak aneh, ia memutuskan untuk mengabaikannya untuk saat ini.

Tepat pada saat itu, perhatian Luna kembali tertuju pada pintu masuk kantin.

Trio yang ia lihat di halaman tadi — Iselyn, Elion, dan Zean — memasuki aula.

Luna memperhatikan dinamika mereka dengan saksama. Iselyn dan Elion berjalan berdampingan, mengobrol dengan akrab, sementara Zean mengikuti di belakang, jelas memposisikan dirinya sebagai "pihak ketiga".

Sebuah senyum penuh kemenangan terukir di bibir Luna.

"Ah, jadi ini hasilnya. 'Event Eliminasi' pertama. Iselyn memilih untuk menerima traktiran Elion." Pikirannya langsung memproses mekanismenya.

"Itu artinya, Elion mendapatkan +10% afeksi dan untuk sementara ini menduduki posisi Male Lead. Zean tidak dipilih, tapi karena dia tetap ikut itu artinya dia mendapatkan +5% dan menjadi Second Male Lead."

Luna menganggukkan kepala. "Posisi yang sangat rapuh, tentu saja, karena Iselyn bahkan belum bertemu Alther Miraglen dan dua target kencan6g lainnya."

Dalam game Iselyn dan Delapan Pedang, Iselyn atau pemain harus memilih dua dari lima target kencan: satu sebagai Male Lead dan satu lagi sebagai Second Male Lead. Pilihan ini menciptakan total dua puluh kemungkinan kombinasi rute yang bisa ditukar posisinya kapan saja seiring berjalannya cerita.

​"Tunggu. Jika mereka memilih pergi ke kantin... itu artinya Iselyn tidak mengambil pilihan alternatifnya: langsung pergi melihat-lihat kelas bersama Zean."

​Wajahnya yang tadinya hanya menganalisis, kini menunjukkan kilat keserakahan yang tersembunyi di balik cangkir tehnya.

​"Aku ingat dengan jelas. Jika memilih rute itu, di taman kecil dekat koridor kelas, Iselyn seharusnya menemukan semanggi berdaun empat!"

"Lalu Zean kemudian akan menjelaskan bahwa itu adalah simbol keberuntungan pada orang yang memetiknya. Event itu memberikan peningkatan status permanen: Keberuntungan +1%."

​Status Keberuntungan adalah stat paling langka dan hampir mustahil untuk dinaikkan. Itu adalah harta karun. Harta karun yang kini tergeletak sendirian, tidak diklaim.

​Luna meletakkan cangkir tehnya dengan denting pelan. Misinya sudah jelas. Ia harus pergi sekarang, sebelum ada orang lain yang menemukannya. "Ah..., tapi bagaimana caraku meninggalkan Garam yang sedang asyik makan ini?"

"Yah, siapa yang peduli." ​Dengan gerakan halus di bawah meja, Luna mengaktifkan cincinnya. Sebuah koin emas muncul di tangannya. Ia kemudian meletakkannya di atas meja dan mendorongnya ke arah Garam.

​Garam, yang hendak menyuap potongan daging ke mulutnya, berhenti. Matanya terpaku pada koin emas yang berkilauan itu.

​"Ini untuk traktirannya," kata Luna, suaranya tenang. "Aku ada urusan mendadak. Sampai jumpa di asrama."

​Sebelum Garam sempat memproses atau bahkan mengucapkan terima kasih, Luna sudah bangkit dari kursinya.

Ia berjalan keluar dari kantin dengan langkah anggun dan tergesa-gesa, meninggalkan teman sekamarnya yang kini menatap tumpukan makanannya, lalu menatap koin emas itu. Garam bingung harus bagaimana merayakan ini... tanpa melakukan hal yang berarti, hari ini dia sudah mendapatkan uang setara delapan bulan uang saku.

​Di koridor, senyum licik terukir di wajah Luna.

​"Harta karun pertamaku... aku datang."

​Luna berjalan cepat menyusuri koridor akademi yang mulai sepi karena sebagian besar siswa sudah berada di kantin atau aula utama.

Tujuannya jelas: Gedung Perkuliahan Timur, dekat ruang kelas musik. Ia bergerak dengan tujuan yang jelas, sangat kontras dengan sosok Luna Velmiran yang biasanya berjalan tanpa arah di pesta-pesta.

​Ia tiba di lokasi yang ia ingat dari game: sebuah taman kecil yang tersembunyi di antara gedung perkuliahan dan aula musik. Tempat yang jarang dilewati orang dan ditumbuhi semak-semak bunga liar.

1
aku
TIDAK. mak jlebb 🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!