NovelToon NovelToon
Keikhlasan Cinta

Keikhlasan Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Hamil di luar nikah / Anak Yatim Piatu / Teen Angst / Angst
Popularitas:144.4k
Nilai: 5
Nama Author: mama reni

Rasa trauma karena mahkotanya direnggut paksa oleh sahabat sendiri membuat Khanza nekat bunuh diri. Namun, percobaannya digagalkan oleh seorang pria bernama Dipta. Pria itu jugalah yang memperkenalkannya kepada Vania, seorang dokter kandungan.

Khanza dan Vania jadi berteman baik. Vania menjadi tempat curhat bagi Khanza yang membuatnya sembuh dari rasa trauma.

Siapa sangka, pertemanan baik mereka tidak bertahan lama disebabkan oleh perasaan yang terbelenggu dalam memilih untuk pergi atau bertahan karena keduanya memiliki perasaan yang sama kepada Dipta. Akhirnya, Vania yang memilih mundur dari medan percintaan karena merasa tidak dicintai. Namun, Khanza merasa bersalah dan tidak sanggup menyakiti hati Vania yang telah baik padanya.

Khanza pun memilih pergi. Dalam pelariannya dia bertemu Ryan, lelaki durjana yang merenggut kesuciannya. Ryan ingin bertanggung jawab atas perbuatannya dahulu. Antara cinta dan tanggung jawab, siapakah yang akan Khanza pilih?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab Dua Puluh

Senyuman dipaksakan di wajah Vania saat melihat Dipta berkeliling di antara rak-rak perlengkapan bayi. Suasana toko yang penuh warna-warni mainan dan pakaian bayi itu membuat hatinya sedikit bergetar. Dipta terlihat sangat bahagia saat melirik Khanza yang sedang memilih baju kecil berwarna biru. Rasa cemburu muncul begitu saja meski dia segera menepisnya. “Ingat Nia, Dipta telah memilih Khanza, bukan aku,” batinnya.

“Lihat, ya! Ini lucu banget!” seru Khanza sambil mengangkat sebuah bodysuit dengan gambar kucing yang imut. Matanya berbinar-binar, kebahagiaan perempuan itu seolah menular ke Dipta yang dengan penuh perhatian memperhatikan pilihan Khanza.

“Bagus, tapi aku lebih suka yang ini,” jawab Dipta sambil menunjukkan bodysuit berwarna biru muda.

Vania hanya bisa menahan napas. Seharusnya dia merasa bahagia untuk pasangan yang sedang jatuh cinta itu, tetapi ada rasa sakit yang terus menghantuinya. Terlalu nyata betapa Dipta memperhatikan Khanza. Bagaimana bisa dia tidak merasa cemburu? Setiap senyuman Dipta untuk Khanza adalah seperti jarum yang menusuk perasaannya yang terdalam.

“Mau pilih warna yang mana, Vania?” Tanya Dipta, mengambil alih perhatiannya.

“Eh … aku? Uh, ya … aku … ini,” Vania menunjuk pada sebuah kaos dengan gambar dino yang terlihat lucu. “Tapi buat siapa, ya?” Dia tertawa gugup, mencoba meredakan keheningan yang tersebar di antara mereka.

“Kok tanya buat siapa? Tentu saja untuk anaknya Khanza dong!" jawab Dipta.

"Bajunya lucu. Tapi aku rasa sudah cukup, Mas. Jangan terlalu banyak juga beli bajunya," balas Khanza.

"Tak apa, nanti juga bisa dipakai sama anak yang lahir di klinik Vania jika kebetulan ibunya tak bawa baju," ucap Dipta.

Melihat energi positif antara Dipta dan Khanza, hatinya bergejolak. Kenapa dia merasa seperti penghalang dalam kebahagiaan mereka? Dipta yang dia cintai, telah memiliki wanita lain di sisinya. Lagipula, seharusnya dia bahagia melihat sahabatnya bahagia, bukan?

“Eh, Mbak Vania! Ayo sini, lihat ini!” Khanza memanggilnya. “Ayo foto bareng di depan rak bayi! Kita harus mendokumentasikan momen ini, Mbak!”

Khanza menyeretnya dan tanpa bisa menolak, Vania mengikuti. “Satu, dua, tiga!”

Kamera Dipta mengklik dan mereka semua tersenyum. Vania terlihat ceria di foto itu, tetapi saat melihat kembali ke arah Dipta dan Khanza, senyuman mereka tampak terlalu sempurna. Vania setengah tersenyum, setengah merasa seperti tambahan yang tidak diinginkan.

“Kamu harus ikut mengedit foto-foto ini,” saran Dipta saat mereka melanjutkan berkeliling. Tanpa terduga, dia menggenggam tangan Khanza dan memimpin jalan—seolah mereka sudah membentuk keluarga kecil.

Di sudut pikirannya, Vania berusaha untuk mundur sedikit. Dia ingin bahagia untuk mereka. Dia harus bisa. Saat mereka bertiga menghampiri rak yang penuh dengan mainan bayi, Vania menghentikan langkahnya lagi.

“Dipta, lihat itu!” dia menunjuk bertumpuk-tumpuk mainan. Momen itu seakan mengingatkan mereka bahwa bayi Khanza, yang ditunggu tiap harinya semakin dekat. “Aku suka ini!” Dia mengangkat boneka beruang berwarna coklat dengan mata yang besar.

“Lucu banget! Tapi aku rasa kita perlu lebih dari satu ya. Untuk bantal dan dipeluk bayinya,” Dipta menjawab.

“Iya, benar! Lima tahun yang lalu aku pernah baca di majalah, bayi itu butuh mainan dan bantal peluk,” ujarnya menyenggol topik pembicaraan.

“Apa benar? Kita harus cari tahu lagi ya,” jawab Khanza sembari tersenyum.

“Pasti. Kalaupun bayi menikmatinya bersama kita, itu jauh lebih menyenangkan,” sambung Dipta dengan nada lembut.

Mendengarkan itu adalah satu hal yang baik, namun Vania merasa semakin terasing. Perlahan ia mengalihkan perhatian sambil mengutak-atik handphone-nya. Tanpa sadar, hatinya berdoa agar Tuhan memberikannya kebahagiaan yang sama.

Tanpa kehadirannya secara sadar, Dipta menoleh pada Vania. “Kamu kenapa? Kok diam saja?”

“Oh, tidak apa-apa, kok. Hanya melihat foto-foto lama,” Vania berusaha menunjukkan senyuman paling tulusnya meski di dalam jiwa ada kepedihan yang dalam.

“Tapi kita juga butuh pendapatmu,” ujar Dipta.

“Uh, oke! Tunggu … yang mana yang kita pilih? Oh, ini.” Vania menunjuk mainan beruang yang lucu di tangan Khanza. “Pilih ini! Warnanya netral dan enak dipandang.”

“Baiklah, beruang itu jadi pilihan kita!” teriak Dipta. Pria itu tampak yang paling bersemangat, seakan menanti kehadiran bayi kandungnya sendiri.

Sambil bergerak menuju kasir, ada saat-saat hening di antara mereka. Vania merasa seolah dia seperti tidak ada di sana, tapi berusaha mengabaikan perasaan itu. Terkadang, lebih baik untuk tetap bersyukur dan berdoa untuk kebahagiaan orang yang dicintainya.

Ketika mereka beranjak dari kasir, Vania melihat sekeliling, berharap menemukan sesuatu yang bisa menunjukkan ketertarikan dirinya sendiri. Tanpa sengaja, matanya terpikat pada rak sepatu. Segera, perhatian Dipta dan Khanza pun teralihkan.

“Wah, lucunya!” Dipta berlari menghampiri, dan Khanza mengikuti di belakangnya.

“Kita harus beli ini! Lucu banget untuk si kecil!” Dipta bersemangat sambil mengangkat sepatu kecil itu.

“Nanti kita harus mencari sepatu-lain juga. Supaya dia punya banyak pilihan,” anjur Dipta lagi.

“Bisa juga dijadikan aksesori saat foto-foto nanti!” sahut Vania, mendalami kebahagiaan yang terpancar dari wajah Dipta dan Khanza.

Tidak lama kemudian mereka pun kembali ke rak utama untuk beralih ke kategori barang lain. Ada saat yang ditunggu-tunggu, saatnya menuju perlengkapan terakhir untuk si kecil. Di sepanjang jalan, selama obrolan ringan dilangsungkan, Vania berusaha sekuat tenaga untuk menahan air mata yang mulai menggenang.

“Wah, sisa pilihan kita tinggal penggendong bayi nih. Kita harus memutuskan yang terbaik,” ucap Dipta sambil melirik ke arah Khanza.

Pelayan toko itu lalu menawarkan beberapa jenis dan merek gendongan bayi. Lagi-lagi Dipta begitu semangat mendengar penjelasannya.

“Berapa harganya ya? Kita lihat dulu saja. Yang penting nyaman untuk si kecil,” ujar Vania mencoba memberi masukan, walau dia sudah sangat ingin pergi. Menyebalkan sekali, aneh sekali rasanya di tengah kebahagiaan yang sebenarnya bukan miliknya.

Akhirnya, Khanza memutuskan satu pilihan, dan mereka beranjak menuju kasir untuk menyelesaikan semuanya. Vania merasa lega karena sebuah perjalanan sudah selesai, tetapi suatu perasaan aneh masih menghantuinya.

Sebelum mereka meninggalkan toko, Dipta dan Khanza bergandeng tangan seolah membentuk ikatan yang tak bisa dipecah. Vania berjalan sedikit di belakang, menyaksikan dua sosok yang mencinta yang selamanya terjalin, dan dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Bohong, jika dia mengatakan sudah benar-benar ikhlas. Walau dia telah melepaskan dan merelakan Dipta, tapi di sudut hatinya masih ada rasa sedih. Bukan waktu yang sebentar kebersamaan dirinya dan Dipta. Sepuluh tahun lebih mereka dekat layaknya pasangan kekasih, ternyata hanya semu. Dia mencintai sendiri sedangkan Dipta hanya menganggapnya teman biasa.

“Makasih ya, Vania, sudah ikut dan bantu memilihkan. Kamu pasti capek,” ucap Dipta, seolah merasakan kegundahan di hati Vania.

“Aku senang kok menemani kamu dan Khanza!” jawabnya dengan senyuman yang mencoba dipaksakan. Mereka bertiga akhirnya meninggalkan toko pakaian itu dan menuju sebuah restaurant untuk makan malam sebelum pulang. Vania kembali menarik napas mencoba menghilangkan perasaan yang ada dihatinya.

Jangan tangisi dia yang telah pergi, meski dia sangat berarti. Tuhan punya rencana yang lebih baik di kemudian hari. Skenario Tuhan bukan untuk dibaca dan diterka, tapi hanya untuk dimainkan oleh kita sebagai pemeran utamanya. Suatu hari, kamu akan menyadari bahwa Tuhan punya rencana yang lebih baik, kamu melepaskan seseorang agar yang lebih baik bisa datang. Apa pun yang terjadi dalam hidupmu, percayalah, segalanya dalam rencana Tuhan, dan yakinlah akan selalu indah pada akhirnya. Bersyukur atas apa pun yang diterima. Menyenangkan ataupun tidak, Tuhan pasti punya rencana yang pastinya terbaik untukmu.

1
Ari Atik
semoga kalian berjodoh ..

kalau aq dukungnya kanza sama ryan.
terlepas kesalahan ryan di masa lalu,
semua orang pasti melakukan khilaf,dan berhak mendapat kesempatan untuk berbenah...
Ari Atik
kanza mode galak terus....
Ari Atik
lanjut thor...

siapapun jodoh vania ,aq ngikut yg penting happy ending./Smile/
Eva Karmita
sabar Ryan semangat ya percayalah dgn ketulusan cinta mu Khanza akan luluh juga hati nya
Iffah Olivia
kak temukan mereka ber3
Ma Em
Aku bingung Thor kalau doakan Khanza dgn Ryan kasihan Dipta kalau doakan Khanza dgn Dipta kasihan Ryan karena bagaimana kelakuan Ryan dulu sama Khanza sekarang Ryan sdh menyadari kesalahannya dan mau bertanggung jawab karena Ryan sdh punya Mika dari Khanza dan mereka jadi keluarga yg lengkap untuk merawat Mika bersama sama 😇🤭🤗😅
Felycia R. Fernandez
naaah Khanza aja yang pacaran ma Dipta bisa dengan tabah melepaskan Dipta...
ini Vania yang katanya sahabat susah bener move on kayak istri ditinggal suami...
padahal sama sama dalam urusan cinta kan...
diani viviani
sabar Ryan
diani viviani
Alhamdulillah akhirnya Khanza ikhlas semoga mereka berjodoh ya
Teh Euis Tea
dipta baik dan cinta sm khanza tp mamanya dipta ga menyukai khanza, lebih baik km sm rian yg mamanya aj mau nerima km, sayang jg sm km dan yg penting mika jg nyaman sm rian papinya
ken darsihk
sebaik baik nya Dipta , tapi akan lebih bagus kalau Mika tumbuh dan berkembang bersama orang tua kandung nya
Ida Nur Hidayati
semoga Khanza bisa menerima ketulusan Ryan
🌷💚SITI.R💚🌷
smg ketuluan hati kamu dapat balasan yg baik dan kamu dapat jodoh yg baik sesuai harapan kamu..khanza sm dipta klu memang mereka berjodoh tdk akan kmn pasti ktmu..ya kan mama reni🥰🥰🥰😊😊
🌷💚SITI.R💚🌷
Alhamdulillah..klu kamu sdh ikhlas tp mereka blm bisa bersatu krn mereka msh bersahabat,,mudah²n mereka dapat jodoh yg trbaik masing² ya khanza
🌷💚SITI.R💚🌷
semoga yg trbaik ya khanza krn apapun keputusan pasti ada yg mendukung kamu..
Felycia R. Fernandez
ribut lagi...
padahal niat Ryan mah baik..
mungkin Khanza blom nyaman tinggal di rumah mami mu Ryan...
Ida Nur Hidayati
benar kata Khanza Ryan.sebaiknya berembuk dulu sebelum mengambil keputusan
🌷💚SITI.R💚🌷
makanya ryan mulai sekarang apapun kemauan kamu buat mika kamu bicarakan dulu sm khanza biar ga ada salah sangka dan kamu jg jangan memaksakan kehendak kamu biar ga retak lg sm khanza
🌷💚SITI.R💚🌷
makanya khanza nikah aja sm Ryan ga pa²😁😁
🌷💚SITI.R💚🌷
jangan generasi dulu ryan pastikan dulu khanza benar² menerima kamu dan sembuh dr traumay..baru kamu bisa senyum2
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!