NovelToon NovelToon
Gadis Jalanan Pewaris Mahkota

Gadis Jalanan Pewaris Mahkota

Status: sedang berlangsung
Genre:Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kim Yuna

Setelah terusir dari rumah dan nyaris menjadi korban kebejatan ayah tirinya, Lisa terpaksa hidup di jalanan, berjuang mati-matian demi bertahan.

Ketika kehormatannya terancam, takdir mempertemukannya dengan Javier Maxim, CEO muda nan arogan, yang muncul sebagai penyelamat tak terduga.

Namun, kebaikan Javier tak datang cuma-cuma. "Tuan bisa menjadikan saya pelayan Anda," tawar Lisa putus asa.

Javier hanya menyeringai, "Pelayanku sudah banyak. Aku hanya memerlukan istri, tapi jangan berharap cinta dariku."

Dan begitulah, sebuah pernikahan kontrak pun dimulai. Sebuah ikatan tanpa cinta, yang hanya berfungsi sebagai kunci bagi Javier untuk mengklaim warisannya. Namun, seiring waktu, pesona dan kecantikan Lisa perlahan menyentuh hati sang CEO.

Seiring kebersamaan mereka, sebuah rahasia besar terkuak: Lisa bukanlah wanita sembarangan, melainkan pewaris tersembunyi dari keluarga yang tak kalah terpandang.

Mampukah cinta sejati bersemi di tengah perjanjian tanpa hati ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kedatangan Keyra

Lisa berjalan pelan, sedikit kikuk, menghampiri Javier yang sudah duduk rapi di meja makan. Langkahnya terasa berat, pagi ini terasa berbeda.

Di hadapannya, Javier duduk dengan tenang, menatap ponselnya sambil sesekali melirik ke arah dapur. Ia sudah menggulung lengan kemejanya, duduk tegak, dan terlihat segar. Di meja, dua piring nasi goreng hangat, potongan buah, dan dua gelas jus jeruk telah tersaji rapi.

Lisa mengusap pelan ujung apron yang masih melilit di pinggangnya. Ia ragu bukan karena takut, tapi karena bingung bagaimana bersikap terhadap seorang pria yang dulu nyaris tak menyapanya, dan kini... menunggunya untuk sarapan bersama.

Javier tanpa menoleh, dengan nada lembut

“Akhirnya datang juga. Aku kira kamu sengaja ngumpet.”

Lisa tersenyum kecil, sedikit gugup.

"Aku tadi beresin dapur, Mas... takut kelihatan nganggur."

Javier meletakkan ponselnya di meja, menatap Lisa. Ada sorot teduh di matanya—bukan sorot penilaian, tapi perhatian.

“Kamu nggak perlu bersihin semuanya sendiri. Kita punya pelayan, ingat?”

Lisa tertawa pelan, canggung.

"Iya, tapi aku juga nggak mau kelihatan cuma numpang hidup di sini."

Beberapa pelayan yang sedang berlalu-lalang—Mbak Rani dan Pak Budi di sudut ruangan—menoleh sekilas ke arah mereka. Ada kerutan samar di wajah mereka, antara heran dan kagum.

Biasanya, meja makan hanya diisi keheningan. Javier makan cepat dan pergi tanpa kata. Tapi hari ini, suasana terasa... hidup. Bahkan ramah.

Mbak Rani assisten termuda di rumah itu berbisik pada Pak Budi

“Mas Javier senyum, Pak... liat sendiri, kan? Senyum. Beneran.”

Pak Budi membalas lirih.

"Kayaknya Bu Lisa bener-bener mengubah suasana rumah ini."

Kembali ke meja makan, Lisa duduk perlahan. Tapi jari-jarinya saling mencengkeram di bawah meja. Ia belum terbiasa... duduk seruangan dengan Javier, apalagi melihat pria itu menatapnya tanpa tatapan sinis atau datar seperti dulu.

“Kamu tidak makan?”

"Belum. Aku pikir nunggu Mas selesai dulu."

“Kalau kamu nunggu aku, aku juga nunggu kamu. Kita sama-sama lapar, kan?”

Lisa menunduk, wajahnya memerah. Ada sesuatu dalam nada Javier yang membuat perutnya bergejolak. Manis, tapi juga menakutkan. Karena ia tahu... dirinya mulai nyaman.

Tangan Javier tiba-tiba menyodorkan sendok ke arah Lisa.

“Coba dulu. Kalau nggak enak, kita pesan makanan luar.”

Lisa tersenyum, pelan.

"Kalau kamu bisa habisin satu piring itu, berarti aman buat disaji lagi besok."

Javier tertawa kecil. Tawa yang pelan, tapi tulus. Dan bagi Lisa, itu lebih membuat gugup dibandingkan teriakan atau diam-diaman seperti dulu.

Ia memandang sekeliling melihat pelayan tersenyum simpul, lalu buru-buru menunduk berpura-pura sibuk.

Bahkan rumah ini seperti sedang belajar mengenali cinta dari awal.

'Kenapa sekarang dia seperti ini? Kenapa dia harus manis... saat aku baru mulai belajar untuk tidak berharap?' Batin Lisa.

"Rencana mu apa hari ini? Apakah kamu butuh sesuatu, sayang?" ucap Javier setelah menyelesaikan makanan nya.

Lisa menoleh, sedikit kikuk mendengar panggilan itu. Tapi ia membalas dengan senyum lembut.

"Tidak ada. Aku juga tidak butuh apa-apa. Apa yang mas berikan sekarang sudah lebih dari cukup." cicit Lisa.

Javier menatapnya dalam-dalam, seolah mencari kebenaran di balik kata-kata itu.

"Aku tahu aku banyak salah di awal. Tapi aku ingin memperbaikinya, Lisa. Selama kamu masih mau di sisiku…"

Lisa terdiam. Bukan karena tak tahu harus berkata apa, tapi karena hatinya... mulai luluh.

"Aku di sini, Mas. Aku belum pergi, kan?"

Javier mendekat. Tangannya menyentuh punggung tangan Lisa, hangat dan penuh makna. Bukan sekadar sentuhan suami istri di atas kertas, tapi ada rasa yang perlahan tumbuh.

"Terima kasih karena masih bertahan. Aku janji... mulai sekarang, kamu nggak akan sendiri lagi."

Lisa menunduk, menyembunyikan senyum kecil yang tak bisa ditahan. Tapi sebelum momen itu berlarut, ponsel Javier bergetar di meja. Nama yang tertera membuat senyum Javier langsung memudar—Keyra.

Lisa melirik sekilas. Wajahnya berubah.

"Kamu bisa angkat, kalau itu penting."

"Tidak. Yang penting sekarang... kamu."

***

“Sial!”

Keyra membanting ponselnya ke sofa, napasnya memburu. Matanya menatap nanar layar yang baru saja mati—Javier memutuskan panggilannya. Lagi.

Tangannya gemetar saat ia mengambil ponsel itu kembali, membuka riwayat panggilan, dan melihat betapa seringnya ia menghubungi pria itu dalam dua minggu terakhir. Semua tak dijawab, atau dibalas dingin.

“Kenapa Kak Javier mematikan teleponku? Apa karena perempuan itu… Lisa?!”

Nada suaranya meninggi. Ada kemarahan, tapi juga luka yang dalam. Ia berdiri dari sofa apartemen mewahnya dan berjalan mondar-mandir, heels-nya berdetak tajam di lantai marmer.

Bayangan Lisa kembali terlintas dalam pikirannya—gadis polos dengan wajah lembut dan sorot mata yang… mengganggu. Keyra membencinya bukan karena Lisa mencuri Javier. Tapi karena Lisa mampu mengubah pria itu dalam waktu singkat.

'Dulu, aku yang selalu ada untuknya. Aku yang tahu bagaimana kerasnya hidup Kak Javier waktu ditinggal Ibunya. Aku yang bantu dia bangun reputasinya di perusahaan keluarga... Tapi sekarang, hanya karena wanita itu—dia berubah. Dia menjauh dariku.' Batin Keyra.

Tangannya meraih gelas wine di meja, lalu meneguknya cepat. Tapi rasa pahit di lidah tak mampu menetralkan pahit di dadanya.

Ia meraih tas kecilnya, memasukkan ponsel, lalu berdiri dengan mata menyala. Tatapan penuh tekad.

“Kalau dia tidak mau menjawab panggilan, aku akan datang langsung. Biar Lisa tahu siapa aku sebenarnya.”

...----------------...

Suasana sore di rumah keluarga Maxim biasanya tenang. Angin berhembus lembut dari jendela terbuka, membawa aroma daun teh dan wangi citrus dari taman belakang. Tapi ketenangan itu mendadak buyar oleh suara langkah-langkah sepatu hak tinggi yang berderap tajam di lantai marmer.

Lisa, yang tengah duduk di ruang tengah sambil membaca buku resep, spontan menoleh. Matanya membulat saat melihat siluet tinggi seorang wanita yang sangat ia kenal berdiri di ambang pintu ruang tamu.

Keyra.

Wanita itu masuk tanpa permisi, mengenakan blazer putih gading yang melengkung pas di tubuhnya. Bibirnya merah marun, dan tatapannya... tajam, menusuk. Pelayan rumah yang membukakan pintu tadi tak sempat menahan—semua tahu siapa Keyra, adik tiri Javier yang sangat mencintai kakak tirinya.

Lisa segera bangkit dari duduknya. Dadanya berdebar, tangannya sedikit gemetar saat ia melipat buku di pangkuannya.

“Keyra... kamu?” suaranya lirih.

Keyra menatap Lisa dari ujung kepala sampai kaki, seolah sedang menilai kualitas musuhnya. Senyum miring muncul di bibirnya.

“Aku ingin bicara. Sekarang.”

Lisa menelan ludah. “Kalau kamu ingin bicara... harusnya kamu janjian dulu. Ini rumah Javier—”

“Dan aku tidak butuh janji temu untuk datang ke rumah seseorang yang aku kenal jauh lebih dulu darimu,” potong Keyra dingin.

Lisa diam. Ia tak ingin bertengkar, tapi jelas ini bukan sekadar kunjungan sopan.

Keyra duduk dengan anggun di sofa panjang. Ia menyilangkan kaki, lalu menatap sekeliling.

“Rapi juga rumah ini sekarang. Dan lebih hangat. Kudengar itu karena kamu.”

Lisa berdiri di seberang meja, menjaga jarak.

“Kalau kamu ingin bicara, silakan. Tapi aku tidak mau debat kusir.”

Keyra tertawa kecil, dingin.

“Lucu. Kamu pikir kamu sudah cukup penting untuk bisa menolak debat denganku?”

Lisa menarik napas panjang. Ia tahu Keyra datang bukan untuk berdamai. Dan benar saja, tak butuh waktu lama sebelum perempuan itu menyinggung apa yang sejak awal jadi alasan kedatangannya.

“Kamu tahu kan, Lisa,” katanya perlahan, “Kau hanya wanita miskin yang tidak jelas asal usul nya, kalau bukan kebaikan Kak Javier kamu nggak akan pernah duduk di rumah ini. Kamu bukan siapa-siapa.”

Lisa menatapnya, tak terpancing. “Dan kamu tahu, kalau aku benar-benar bukan siapa-siapa, kamu nggak akan datang ke sini, menyerangku dengan kata-kata tajam hanya karena Kak Javier tidak lagi menjawab panggilanmu.” sinis Lisa dengan berani.

Mata Keyra menyipit. “Berani sekali kamu bicara seperti itu.”

“Aku hanya jujur.”

Keyra bangkit. Suaranya mulai meninggi.

“Dulu aku yang selalu ada untuk Kak Javier! Waktu dia kehilangan ibunya, waktu dia berjuang sendirian memegang perusahaan keluarganya, aku yang ada di sampingnya! Aku tahu setiap luka di hidupnya—bahkan sebelum kamu masuk sebagai istri dadakan!”

Lisa menahan napas. Perkataannya terasa menusuk, tapi ia tetap tenang.

“Kalau kamu tahu semua luka itu... kenapa kamu tak bisa menerima kalau dia ingin sembuh? Kenapa kamu marah saat seseorang, siapapun itu, membuatnya tersenyum?”

Keyra membeku sejenak. Bibirnya mengatup, lalu ia berbisik lirih, “Karena aku mencintainya... dan karena aku tahu dia juga pernah mencintaiku.”

Di balik perkataan itu, ada luka yang nyata. Tapi Lisa tidak ingin terbawa emosi.

“Ingat kalian ini bersaudara, Keyra.”

"Cuman saudara tiri, tidak ada halangan aku untuk menikah dengan Kak Javier, kami tidak ada hubungan darah."

Saat itu, suara langkah terdengar dari arah tangga. Javier muncul, mengenakan kemeja abu gelap yang dilipat rapi di pergelangan tangan. Wajahnya langsung berubah saat melihat siapa yang ada di ruang tamu.

“Keyra?”

Keyra menoleh, dan untuk sesaat... matanya tampak bersinar. Ia melangkah cepat ke arah Javier, nyaris seperti ingin memeluk.

“Kak Javier, aku hanya ingin bicara. Aku nggak tahan kamu terus menghindariku. Aku ingin tahu alasannya langsung dari kamu, bukan dari asumsi.”

Tapi Javier tak bergerak. Ia berdiri tegak, menatapnya datar.

“Kamu tidak seharusnya datang ke sini tanpa izin.”

Keyra terhenti. “Aku... hanya ingin kejelasan. Aku bingung. Apa semua ini hanya karena perempuan itu?”

Lisa menunduk, tak ingin ikut campur. Tapi Javier melangkah maju, berdiri di antara mereka.

“Aku sudah bilang, Keyra. Hidupku sudah berubah. Aku sudah menikah. Dan aku ingin kamu berhenti datang, berhenti mengganggu Lisa.”

“Jadi kamu benar-benar memilih dia?” suara Keyra mulai bergetar.

“Aku memilih hidupku yang sekarang. Dan Lisa ada di dalamnya.”

Lisa menoleh cepat. Ada dentuman aneh di dadanya. Kata-kata itu... terdengar nyata. Untuk pertama kalinya.

Keyra terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia menegakkan bahunya.

“Baik. Kalau itu pilihanmu… aku akan pergi.”

Tapi sebelum melangkah, ia menatap Lisa dengan tajam—tatapan yang bukan hanya cemburu, tapi dendam.

“Mainmu cantik, Lisa. Tapi ingat, ini belum selesai.”

Setelah pintu tertutup dan suara mobil menjauh dari halaman, Lisa masih berdiri kaku di dekat meja. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, tak tahu harus berkata apa. Javier menghampirinya perlahan.

“Kamu nggak apa-apa?”

Lisa hanya mengangguk. Tapi suaranya pelan saat berkata, “Dia bilang ini belum selesai…”

Javier menyentuh pelan bahu Lisa, membuat wanita itu menoleh.

“Aku janji, kamu nggak akan menghadapi semua ini sendirian.”

Lisa menatapnya. Tatapan itu... tidak dingin. Tidak palsu. Tapi hangat, dan perlahan, membuat benteng yang ia bangun runtuh sedikit demi sedikit.

“Aku percaya, Mas. Tapi janji itu... jangan ingkar.”

Javier mengangguk. “Tidak akan.”

Tapi jauh di sudut hati Lisa, firasatnya belum reda. Karena ia tahu, seseorang seperti Keyra... tidak pernah menyerah tanpa rencana.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
Reaz
/CoolGuy//CoolGuy//CoolGuy/
yuniati sri
saya sangat mengapresiasi tulisan anda sangat berkesan
yuniati sri: lanjut thor, semangat 45
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!