NovelToon NovelToon
TANTE VIVIANNA

TANTE VIVIANNA

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Mengubah Takdir / Anak Lelaki/Pria Miskin
Popularitas:57.8k
Nilai: 5
Nama Author: Septira Wihartanti

Sepeninggal kedua orang tuanya, Dennis harus menggantungkan hidupnya pada seorang janda kaya bernama Vivianna. Sehari-harinya Dennis bekerja menjadi asisten pribadi Si Tante, termasuk mengurusi pekerjaan sampai ke keperluan kencan Tante Vivianna dengan berbagai pria.
Sampai akhirnya, Dennis mengetahui motif Si Tante yang sesungguhnya sampai rela mengurusi hidup Dennis termasuk ikut campur ke kehidupan cinta pemuda itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Sepanjang perjalanan ke kantor kami diam, tapi sampai kantor aku jadi bahan pelampiasannya.

Dia marah. Dan saat marah dia memperlakukanku sebagai miliknya. Sepenuhnya miliknya.

Tadinya ia tidak marah, tapi emosinya mulai menjadi saat aku didekati cewek-cewek dari divisi marketing, saat tante sedang meeting.

Begini ceritanya.

Yusuf, salah satu temanku datang dan menceritakan kalau ia sedang menjalani kegiatan yang menurutnya mengasikkan. Baru-baru ini dia ke Jogja, menemani temannya.

Bukan teman beneran, katanya.

Tapi ada seorang laki-laki yang menyewanya untuk jadi ‘teman’ perjalanan.

Judulnya ya ‘jalan-jalan’. Yang penting ada yang nemenin.

“Lu nggak diapa-apain?” aku bertanya sambil mengernyit. Jelas kegiatannya mencurigakan terdengar di telingaku. Bayangkan ada cowok random yang menyewa Yusuf untuk jadi teman liburannya? Kok rasanya terdengar ganjil yaaaa?

“Maksud pertanyaan lo apa, hoy?!” Yusuf menonjok ringan bahuku. “Namanya ‘Rental Teman’.”

“Pertanyaan gue sejelas itu bro. Lu nggak diapa-apain kan?” tanyaku mencoba meyakinkan pikiranku kalau Yusuf masih baik-baik saja.

“Pertanyaan lu ke arah negatif kayaknya. Nggak, jangan berprasangka buruk dulu. Itu orang yang nyewa gue emang seintrovert itu. Dan alasan dia nyewa gue adalah karena kalau jalan sama temennya di kantor, kebanyakan ceritanya menjatuhkan.”

“Dia nggak ngerayu-rayu lo ke arah ‘belok’ kan?”

“Amit-amit. Kagak! Gue utuh lahir-batin nih!” seru Yusuf.

“Jadi... lo dibayar berapa?”

“Hm...” Yusuf tampak berpikir, “Dua hari dua malam 2 juta. Karena kita explore ke tempat angker. Dia bikin konten penelusuran. Jadi yang harusnya sehari 500ribuan, gue nego karena lokasi jalan-jalannya beresiko tinggi.”

“Ooooh.” Aku manggut-manggut. Ya jelas, penelusuran mistis ngeri-ngeri sedap kalau dijalani sendirian. “Lumayan juga penghasilannya.”

“Itu setelah dikurangi konsumsi ya. Kadang dia traktir gue, kadang gue traktir dia. Seringnya split bill sih. Gue juga lagi cari teman biar hidup nggak monoton. Teman gue gitu-gitu aja soalnya. Kalo jalan sama teman sekantor, rasanya kok bosen ya tiap hari ketemu masa weekend ketemu lagi.”

“Kenapaa Dennis? Mau ikutan jugaaaa?” seorang cewek bergelayut di lenganku.

“Gimana kalau kita aja rental kamu buat jalan-jalan ke Bali weekend besok?” satunya lagi datang dan memeluk lenganku yang lain.

“Lah...” gumamku. “Gituan kan biar gue ketemu orang lain, ini malah teman sekantor juga yang rental. Nggak seru lah...”

“Kan kita belum kenalan Denniiiis, Hayo, nama gue siapa?” tantang salah seorangnya.

Ya jelas aku tidak tahu.

Aku bahkan baru kali ini melihat wajahnya, dia main peluk-peluk aja.

Sebebas itukah kehidupan di kantor ini?

Ah! Tapi saat di sekolah juga banyak cewek yang begini, seakan tak tahu malu tak ada batasan.

Aku sih tak masalah dengan keadaan itu. Aku tidak dirugikan, bahkan diuntungkan.

Mereka datang sendiri, menawarkan dirinya sendiri.

“Nama lo...” aku berpikir apakah aku akan merayunya balik atau tidak. Tapi di sudut mataku, aku melihat Tante Vivianna keluar dari ruang meeting dan menatapku dengan sinis sambil berjalan di koridor menuju ruangannya.

Lebih tepatnya tatapan itu ditujukan ke cewek yang sedang menempelkan tubuhnya di kedua tanganku. Tampaknya mereka bahkan tidak sadar kalau Tante lewat di belakang mereka.

Namun aku butuh validasi. Jadi aku memancing suasana menjadi lebih panas.

“Nama lo pasti Cantika ya?” tanyaku.

“Aaaah! Gubrak deeeh!!” mereka heboh sendiri.

Yusuf melihatku dengan sudut bibir tertarik ke atas, dia langsung sinis.

BRAKK!!

Kami langsung diam, Karena Tante Vivianna membanting pintu ruangannya kencang sekali.

“Wih, meeting udah selesai ya?” tanya salah satu cewek dengan nada suara rendah.

“Kelar meeting langsung spaneng, dah pasti proyek nggak berjalan lancar.”

“Ini mungkin gara-gara kemarin Bank plat merah kena kasus korupsi 2T jadinya bank lain kayak kita juga kena.” Kata yang lain.

Dimana aku bahkan sangsi alasan Tante Vivianna banting pintu gara-gara pekerjaan.

Karena menurutku dengan adanya kasus Bank Plat Merah itu, orang-orang kini malah lebih akan beralih ke Bank Swasta seperti kami yang memiliki regulasi lebih ketat dari Pemerintah karena modal kami adalah kepercayaan dari nasabah.

Tapi biarlah terserah cewek-cewek ini saja mau beranggapan seperti apa.

“Bro, lu bisa bantuin gue bikin foto nggak? Tapi pake filter. Hehe.” Akhirnya Yusuf pun bilang begini padaku.

“Buat promosi ya? Menurut gue sih apa adanya aja bro, lu kan buka jasa Rental Teman, bukan open BO.”

“Ya biar tampang gue mulus dikit laaah, hehehe.” Sikutnya menyenggol-nyenggol pinggangku.

Kuterima saja tawarannya. Lagian aku dibayar per foto 50ribu.

**

Menjelang siang aku masuk ke ruangan Tante untuk menyerahkan beberapa dokumen titipan dari tim marketing. Kebanyakan proposal kredit, ada beberapa aplikasi untuk pembukaan deposito nasabah.

Aku suka heran, Tante Vivianna ini Direktur Marketing. Tapi para marketingnya sendiri malah enggan bertemu dengannya. Ada 20 orang yang menitipkan proposal mereka padaku. Kuminta mereka menghadap langsung agar masalahnya cepat selesai, mereka malah memilih untuk menarik kembali saja proposal mereka.

Memangnya Tante Vivianna sejudes itu?!

Maksudku, kalau masalah pekerjaan pasti Tante akan objektif terhadap penilaiannya, karena berhubungan dengan kepentingan perusahaan.

Entahlah, mungkin pernah ada kondisi yang rumit sehingga Tante ditakuti di sini.

“Siang, Tante. Ini ada beberapa proposal untuk diperiksa.” Desisku sambil meletakkan beberapa dokumen sesuai urutan kepentingan.

Ia hanya diam sambil menatapku sinis.

Aku balik menatapnya.

Kulihat dari pantulan bayangan di belakangnya, para marketing di belakangku sedang ngintip-ngintip harap-harap cemas ke dalam ruangan.

“Kenapa kamu yang ngasih?” ia terdengar ketus.

“Siapa yang berani masuk kalau tampang Tante segalak itu? Mereka tidak dibayar lebih untuk menangani emosi atasan yang meledak-ledak, yang belum tentu berhubungan dengan pekerjaan.” Kataku. Berusaha cuek.

Tidak sekali dua kali ia ngambek.

Kubiarkan saja dulu.

Dia harus tahu, kalau menyia-nyiakanku, akan ada yang lain yang memungutku.

Jadi sebaiknya ia mulai terbuka mengenai perasaannya padaku.

Sebelum aku bosan main-main dan lebih memilih yang lain yang lebih jelas.

Aku memang bergantung padanya untuk masalah finansial.

Apa boleh buat, itu memang kenyataannya.

Tapi itu terdengar pedih di hatiku.

“Ck!”

Ia hanya mendecak sambil melempar kikiran kukunya dengan kasar ke atas meja di depannya.

Ia memeriksa pekerjaan anak buahnya, mencoret-coret beberapa lembar dengan pensil, menempeli post it, bahkan membuang satu dua proposal ke tempat sampah di dekatnya.

Aku hanya menunggunya sambil scroll hape.

“Dennis...”

Terdengar ia memanggilku.

Aku menatapnya sekilas.

“Ya Tante?” tanyaku sambil mengalihkan pandanganku kembali ke layar ponsel.

“Begini cara kamu membalasku?” begitu tanyanya,

“Apa sih?” gumamku dengan suara rendah.

Ya memang salah satu tujuannya itu, tapi mana mungkin aku mengaku kalau aku sakit hati mengenai masalah finansial?

Aku ditolak cewek gara-gara aku miskin.

Kurang nyesek apa , coba?!

Brakk!!

Dia kembali berbuat keributan.

Gebrak meja sambil berdiri menghadapku.

“Aku kasih jajan kamu kurang banyak atau gimana? Atau gaji kamu kurang? Kan sudah aku bilang kalau ingin gaji kamu sebesar Kartab kamu harus lanjutkan kuliah sambil bekerja!” serunya.

Aku buffer.

Dia ngomong apa ya? Aku nggak ngerti. “Maksudnya?” tanyaku meminta penjelasan.

“Itu! Kamu yakin mau ikutan Yusuf buat buka jasa Rental Teman?! Mau cari tambahan dana sambil menggoda cewek-cewek?! Mau bikin malu aku ya?!”

Aku diam sambil menatapnya dengan terbelalak.

Mau ketawa sih sebenarnya.

Ya ampun dia terpancing dengan kondisi se-receh itu? Kok bisa?!

“Bukan gajiku yang kurang. Tapi...”

“Tapi apa? Ngomong aja walau kenyataan ini pahit!” sahut Tante Vivianna.

“Tapi aku butuh teman buat jalan-jalan.”

“Kan ada aku!”

Hehehehe.

Di sini aku hampir saja menyeringai, tapi kutahan mati-matian.

“Rasanya aneh kalau jalan-jalan sama Tante sendiri.” Gumamku berusaha menolaknya untuk lebih memprovokasinya.

“Kita bisa jalan sebagai keluarga.” Kata Tante Vivianna.

“Aku maunya dating, Tante. Dikira aku nggak ada kebutuhan cinta-cintaan? Walau pun nggak sampai tidur bareng kan, paling tidak, ada sedikit sparkling. Kayak aer soda tuh. Nyess gitu!” kataku semakin memperpanas suasana.

“Kamu ngomong apa sih, aku nggak ngerti.” Sahutnya kesal.

“Boomers nggak bakal ngerti.” Aku mengibaskan tanganku.

“Aku nih milenial.”

“Eh ini udah tahun berapa ya?” aku mencoba mengejeknya membuatnya kesal.

“Yang beginian buat Gen Alpha masih terlalu dini.”

Aku masih termasuk Gen Z tapi malas mendebatnya karena kuanggap dia bilang aku ini Gen Alpha karena aku di matanya masih seperti anak kecil.  “Em... iya, kayaknya aku memang Alpha.” Kujawab saja begini. Alpha berdasarkan kepribadian

“Yang  kumaksud itu faktor geografis, Bukan sifat kamu! Kalau masalah kelakuan sih kamu bukan Alpha tapi Red Flag!” serunya.

“Masa siiiih?!” seruku sambil berdiri.

“Kamu mau kemana?! Kita belum selesai bicara!” serunya.

“Tante ribut banget.

“Jangan songong kamu.”

“Kalau kita mau jalan bareng, kita jalan sebagai pacar. Bukan keluarga. Pacar. Jelas?! Kesampingkan masalah finansial.” Aku menghadap padanya sambil merendahkan suaraku, berusaha tidak didengar orang.

“Oke, fine. Sebagai pacar. Tapi kamu jangan menyesal. Aku ini lumayan merepotkan kalau jadi seorang pacar.”

Aku memicingkan mata, ia sedang berusaha menantangku.

“Jangan membandingkanku dengan Ikhsan, Nelson, atau siapa lah itu. Aku ini cuma remaja yang terpaksa bekerja. Yang ada, Tante yang malah akan kerepotan.” Aku menantangnya.

“I'm ready for a change. Who do you think i am?! ” ia melipat kedua tangannya di depan dadanya.

Wah wah... sudah dimulai ya pertarungannya.

1
Do You Love me?😌
Kak aku ngakak
AyAyAyli
beber bgt
p
luar biasa
Naftali Hanania
nelson si cowok bendera merah ya.....ish..males bgt ganteng tp murah.........an
Naftali Hanania
wah....dimulai ni hubungan lebih nya.....ehem
Naftali Hanania
nah....jd kepikiran deh ni...iya jg ya
SasSya
pinter Denis
memancing di danau keruh
dan boom dapat ikan 🤣😂
mamaqe
laaahhh sepemikiran kita toorr
mboke nio
siap -siap gosip meraja lela
Daisy🇵🇸HilVi
wkwk sekali dayung langsung sampe qatar ya rev
Daisy🇵🇸HilVi
haaaahh kok serem sih
Daisy🇵🇸HilVi
astaga iya lagi🤦🏻‍♀️tadinya kepikiran klo hpku adalah bestiku yg selalu mengerti diriku😂😂iiiiyyyuuuhh kan jadi takut sama hp sendiri, jgn2 ada jinnya🤣
Daisy🇵🇸HilVi
pokoknya yg cuan embat aja ya den
Daisy🇵🇸HilVi
wkwk wisata horor ini mah
Wiwit Duank
yeyyy akhirnyaaa...dari sehari jadi berhari² 🤭
Wiwit Duank
udah yg jelas² aja Denis gak usah aneh² kek si Yusuf..ada si Tante kok.di provokasi dikit langsung nawarin diri 😂
D_wiwied
hmmm trio opo iki, padakne arep nonton sinetron po yoo 😆😆
Emi Wash
waduh melebihi cenayang yak...
sune aja
wes kompak
ngerti kebiasaAne othor yg maha segala
Eni Istiarsi
ini Pak Andra nya masih di Padmasari apa udah pindah sih 😄
Angspoer: masih hehehe
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!