Victoria Baserra seorang siswi SMA High school tak sengaja bertemu dengan El Ganendra, putra tunggal keluarga Eros, salah satu keluarga ternama dan memiliki impact yang besar. Seiring berjalannya waktu sesuatu hal gelap mulai terkuak.
Sebuah rahasia kelam, terkubur dalam dalam. tak ada yang tahu. hari ini dia berakhir atau justru baru memulai. Apa yang terjadi sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Putu Widia Sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Bibi datang dengan langkah ringan, membawa segelas jus buah dan beberapa cemilan ringan. Sorot matanya cukup terkejut, ketika melihat El dan Vicky yang saling bertatapan. Keduanya masih tidak sadar akan kedatangan bibi.
Kesunyian dan keheningan seolah membuat mereka nyaman. Senyum kecil mulai terukir di wajah bibi, ia berusaha menahan diri nya agar tidak kelepasan. Bibi mengambil nafas panjang, kemudian kembali melangkah mendekati mereka " Ehemmmm...." Gumam nya tersenyum.
Vicky dan El sontak terkejut, hampir terhenti tatapan mereka. Wajah keduanya berubah dari serius menjadi sedikit kaget, Vicky memalingkan wajahnya mencoba untuk bersikap biasa aja. Sedangkan El menoleh ke arah bibi di samping nya.
Bibi tersenyum dengan menaikkan kedua alisnya, El tau jika bibi tengah meledek nya kali ini. Ia mulai bersikap gelapan. " Bi, dari tadi?," Ceplos nya.
"Engga kok, bibi baru aja dateng. Keliatannya seru banget," Ceplos bibi sedikit memancing situasi.
"Apanya?," Tanya El spontan.
Vicky hanya tersenyum melihat bibi, ia kembali fokus mengerjakan tugasnya, menggeser posisinya di awal semula tadi.
"Itu... Yang..." El sangat cemas, menunggu jawaban bibi. Ini akan menjadi sumber masalah yang memalukan.
"Bi..." Tegur El, tanpa membuka mulut nya. Kedua matanya memberikan tatapan tajam pada bibi.
"Itu,, belajar nya." El menghela nafas lega, ia memejamkan kedua matanya , merilekskan aliran darah yang hampir sampai dipuncak. Untung saja bibi tidak mengatakan hal apapun.
Bibi tersenyum puas, ia tau apa maksud dari El. Wajah nya yang tegang dan kini berubah plong sudah menjelaskan segalanya.
"Non, ini jus buah naga. Ada sedikit cemilan ringan, siapa tau bisa menambah keseruan belajar nya," Ucap bibi sengaja menoleh pada El.
El memalingkan wajahnya, ia berpura pura tidak tau mengenai ucapan bibi tadi. " Iya Bi, terimakasih," Sahut Vicky. Ia menoleh ke arah El yang sejak tadi masih terlihat tegang. El yang mengetahui Vicky melihatnya, langsung berpura pura kembali menulis.
Gadis itu tersenyum tipis, menggeleng gelengkan kepalanya perlahan melihat tingkah lucu El.
"Yasudah, bibi tinggal dulu. Den El,"
"Hah?, apa ?," Kejut nya panik.
"Kenapa panik Den, bibi cuma mau bilang itu baju Aden udah bibi tarok di kamar ," Ucap bibi sedikit menahan tawa nya.
"Emmm, engga gak ada panik, Ouhh iya Bi makasih," Sahut El melirik pada Vicky.
Bibi hendak melanjutkan pembicaraannya, tetapi El tiba tiba menyela nya lebih dulu. " Bi, ada bau gosong dari dapur,"
"Hah?,, ya ampun... yasudah bibi tinggal dulu," Ucap nya mengingat sesuatu.
Bibi kemudian bergegas pergi, El tersenyum puas akhirnya ia bisa mengusir bibi secara halus. Karena jika tidak, ia akan dalam bahaya. Bibi sangat tau jika El salah tingkah, dan dia sangat menjaga image dirinya.
************
Matahari sebentar lagi ada kembali ke tempat ternyaman nya, dimana bulan yang ada bergiliran untuk menempati posisi nya saat ini. Begitupun Serra yang sudah seharian mengerjakan tugas di kamar nya.
Jam menunjukkan waktu sore hari, Serra meletakan pulpen dan menutup buku buku nya. Badan nya terasa begitu pegal, perutnya juga sudah mulai terasa lapar. Ia sangat bosan seharian harus mengerjakan tugas, biasanya dia selalu kerja kelompok bersama Vicky.
Tapi kali ini dia harus bekerja sendiri dan itu sangat melelahkan. " Ya ampun, pegel banget tangan gue. bisa bisa dua hari ke depan tangan gue tiba tiba berotot," Keluh nya menyandarkan tubuhnya di kursi belajar.
"Biasanya gue belajar bareng Vicky, tapi sekarang harus sendiri. Gini amat ternyata kalo ngerjain tugas harus sendiri,"
"Biasanya gue cuma bagian nulis, itupun sedikit. Sekarang gue yang nyari , gue yang mikir gue juga yang nulis,"
"Ya ampun, tuhan. Apa engga bisa kirimin satu orang yang pinter buat gue, yang bisa bantuin gue ngerjain tugas,,, cape banget," Rengek nya.
"Oh ya, ngomong ngomong Vicky lagi apa ya?, dia udah pulang belum ya?. Atau, jangan jangan Vicky betah disana ," Gerutu nya senyum senyum.
"Gue telpon ah nanti, hihihihihi.."
***********
Vicky melihat jam tangannya, hari sudah mulai petang. Kebetulan dia juga sudah selesai mengerjakan tugas tambahan dari Bu Rose. Ia merapikan buku bukunya, mengecek beberapa tugasnya dan finish dia yakin ini sudah benar.
El melirik Vicky yang sudah merapikan buku buku nya, keliatannya dia sudah selesai. Ia melihat pekerjaan nya sendiri, dan miliknya memang sudah selesai. Tetapi entah mengapa keyakinan nya berubah menjadi minus 0.
"Gue udah selesai, punya Lo gimana?," Tanya Vicky.
"Ouhhh,, udah kok. Gue juga udah selesai,"
"Oke, hemm. Kita bisa langsung foto Sekarang, biar cepet. Soalnya udah mau gelap,"
"Bisa bisa. ," Sahut El dengan wajah ragu.
"Kenapa?, apa ada masalah? ,"
"Hemmm, Lo bisa cek punya gue dulu, udah bener belum," El menyodorkan makalah miliknya pada Vicky, ia begitu ragu dengan susunan nya.
Vicky kemudian meraih nya, ia mulai membuka satu persatu halaman tersebut. El terus memantau nya , berharap tidak ada kesalahan. Ia seperti sedang menunggu keputusan dari atasan nya, ia sampai tak berkedip.
Ekspresi Vicky awalnya hanya biasa saja, tetapi makin dia membuka halaman ada hal hal yang membuatnya sedikit bergejolak. Matanya mulai terlihat menyipit, kemudian menjalar sampai ke bibir nya. El yang begitu tegang, kini rasanya berlipat ganda. Detak jantung nya langsung pindah ke kepala.
"Kenapa? Ada yang aneh?," Tanya El agak ragu.
Vicky melirik, menatap El dengan tatapan penuh. Sementara pria itu sibuk dengan ketegangan nya, dalam hitungan detik Vicky sudah tidak bisa menahan diri nya. Ia mulai tertawa kecil..
"Hahha...hahahhha," Tawa nya sungguh ringan dan lepas.
El semakin bingung dibuatnya, tetapi ia malah memperhatikan gadis ini tertawa. Ia memandangi nya , hati nya merasa bahagia melihat tawa yang keluar dari Vicky.
El kemudian ikut tersenyum tipis, Vicky sampai merapikan rambutnya yang mulai menghalangi wajahnya. Saking lucu nya perut nya mulai terasa sakit, Ia melihat El yang juga ikut tersenyum dengan tatapan mata penuh.
Vicky sudah tak bisa lagi tertawa, rasanya ini begitu lucu. Sampai tak ada suara yang keluar dari bibir nya. " Lucu banget?," Tanya El.
"Ya,, yaa lucu," Sahut Vicky berusaha menghentikan tawanya.
"Udah,, nanti perut Lo sakit. Gue seneng liat Lo ketawa lepas gini," Ceplos El spontan.
"Gimana?," Tanya Vicky agak kaget.
"Hemmm,, engga maksud gue .. Ketawa Lo lepas banget ," Ujar El, baru sadar dengan perkataannya.
"Lo nyusun ini, kebalik semua. " Vicky menjelaskan, sekaligus memperlihatkan pekerjaan El.
El mulai gelapan, ia berpikir bagaimana ia bisa menyusun nya secara terbalik. Dan ini berlaku keseluruhan. Ia tersenyum malu, melihat pekerjaan nya.
"Udah, nanti aja di perbaiki. Kita bisa foto dulu aja,"
"Oke, ayok," El lebih dulu beranjak bangun, ia mengeluarkan ponsel nya dan bersiap untuk berfoto. Kemudian disusul Vicky, ia merapikan rambutnya lebih dulu, dan siap untuk berfoto bersama.
Tetapi, tiba tiba keduanya terdiam mereka hanya saling menatap, melihat posisi mereka . Bagaimana caranya berfoto yang benar, sedangkan mereka masih agak canggung. Vicky mulai berpikir, begitupun El yang juga bingung.
"Hemmmm," El menggaruk kepalanya.
"Kita,," Ucap Vicky agak bingung.
"Oke. Gini!, daripada kita bingung, kita cari referensi foto yang benar. Gimana?," Ucap El
"Oke gue setuju, " Vicky mulai mendekati El, mereka berdua saling mencari referensi foto berdua yang benar, agar tidak terlihat seperti ada hubungan spesial.
Muncul beberapa referensi foto yang cukup formal , tanpa mereka sadari keduanya semakin dekat. Bahkan rambut Vicky mulai menyentuh bibir El, El mulai kehilangan fokus nya ketika tersadar bahwa Vicky sangat dekat dengan dirinya.
Mereka duduk bersebelahan di bangku kayu yang sempit, jarak antara tubuh mereka begitu dekat hingga hampir menyatu. Si pria merasakan detak jantungnya yang tiba-tiba berirama lebih cepat, seolah-olah waktu melambat di sekeliling mereka.
Matanya mulai menatap penuh ke arah Vicky, menyadari betapa dekat mereka bersentuhan. Hembusan nafas Vicky terasa hangat di kulit pria itu. Ada getaran halus di udara, sebuah ketegangan yang manis dan penuh arti. El menahan nafas sejenak, menikmati sensasi itu sebelum akhirnya Vicky juga menoleh.
Gerakan kepalanya sangat ringan, terasa begitu lembut di dada El. Mata itu mulai saling menatap untuk kedua kalinya. Vicky masuk ke dalam tatapan mereka, dalam keheningan dan kesunyian.
Dretttt,,,,,, Dretttttt , Suara ponsel dari saku baju Vicky terdengar. Mengejutkan kesadaran keduanya.
Vicky langsung menundukkan wajahnya, menjauhi El dan segera meraih ponsel nya. El yang tersadar, kemudian menghela nafas dalam. Mencoba bersikap biasa saja.
Terlihat panggilan masuk dari Serra, Ia kemudian mengangkatnya. " Hallo,"
"Hallo , Vickyyyyyyy....," Teriak nya mendengung di telinga Vicky.
Vicky sampai menjauhkan ponsel nya, memegang telinga nya yang terasa bergema. " Apaan?," Sahut nya singkat.
"Lo masih marah sama gue?,"
"Engga,"
"Tapi, suara Lo beda. Maafin gue ya Vicky, soal yang tadi. Gue cuma berniat bantu Lo aja. Suer deh ga boong,"
"Emmmm,, okey,"
"Nah gitu dong, ngomong ngomong Lo masih kerja kelompok?,"
Vicky melirik pada El disana, " Masih, kenapa?,"
"Ouhhhhh,,, engga," ujar Serra, ia menutup sedikit mulutnya yang hampir tertawa kecil, Vicky merasa Ucapannya sedikit berbeda. " Kenapa?, "
"Engga, gue gak papa. Terus kalian ngapain aja ?," Ceplos Serra tak sadar.
"Maksudnya ngapain aja?," Tanya Vicky serius.
Wajah Serra berubah merah, kedua matanya mulai melebar. Ia memukul jidatnya perlahan, sambil mengigit bibir bagian bawah. Bagaimana dia bisa mengatakan hal seperti itu. " Hemm,, maksud gue apa kerja kelompok nya seru, atau suasana nya tenang, nyaman gitu, kan soalnya kalo sama gue agak berisik,"
"Semoga aja, dia percaya," Gumam hati Serra.
"Ouhh,, biasa aja. Kayak kerja kelompok pada umumnya,"
"Oke oke. Kalo gitu gue tutup dulu telpon nya, Mamah gue manggil . Bye Vicky, sampai ketemu besok ," Serra langsung mematikan telpon nya dengan cepat. Ia tidak ingin mulut nya semakin berbicara yang aneh aneh.