Felisberta Divya Deolinda gadis pemalas dan putri kesayangan keluarganya, Naumi sebagai seorang sahabat selalu membantu dia dalam pelajaran. Sampai suatu hari terjadi kecelakan dan membuat Feli koma, saat terbangun dia terkejut mendapatkan dirinya ada di dalam novel yang selalu dibacanya berjudul ‘Bos Mafia Muda’. Pemeran utama wanita di novel itu bernama Shanaya, dalam cerita Shanaya berakhir menyedihkan. Feli menjadi Shanaya dan menjadi istri dari Bos Mafia Muda itu yang bernama Shankara Pramudya Anggara. Di usia yang masih muda Shankara bisa menaklukkan semua Mafia yang ada di Negaranya, sosok laki-laki itu ditakuti semua orang tidak ada siapa pun yang berani menentang maupun melawannya karena itu Shankara Pramudya Anggara dikenal sebagai Bos dari semua Mafia yang ada di Negaranya atau di sebut Bos Mafia Muda. Alur ceritanya berubah seiring waktu setelah Feli menjalankan kehidupannya bersama Shankara.
@KaryaSB026
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gibela26 Siyoon93, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
“Aku sungguh tidak sabar bertemu orang tua Annya,” Nina dan Feli sudah selesai berkemas.
“Kayanya ada yang ketukar.”
“Periksa baik-baik ray jangan sampai menghambat keberangkatan kita.”
“Bukan barang.”
“Lalu ?”
“Yang seharusnya senang itu Annya kenapa malah kamu yang lebih senang ?”
“Bodo amat.”
“Bos biasanya tidak akan pergi jika ada masalah yang belum tuntas tapi kali ini demi istrinya apapun dilakukan.”
“Dimana Shankara ?”
“Bos sudah menunggu di dalam mobil.”
“Sebenernya kita mau kerumah dia atau aku sih ?” memasuki mobil.
“Pastikan tidak ada yang tertinggal !”
“Sudah di cek dan dipastikan,” Feli mengaitkan sabuk pengaman.
“Dia tidak mengatakan apapun ?”
“Ada yang aneh di wajahku ?” Shankara terus menatap Feli.
“Tidak ada.”
“Sudah kamu siap kan yang aku minta ?” dari dalam mobil Shankara bertanya sama Dika.
“Sudah Bos.”
“Mereka tidak satu mobil dengan kita ?”
“Tidak, nanti mereka mengganggu kita.”
“Tanpa Nina pasti membosankan,” keluh Feli.
“Kamu lebih ingin bersama Nina dari pada aku ?”
“Eh tidak tidak, sama Shan juga tidak jauh seru ko.”
“Biasanya kamu fokus dengan ipad setiap kali dalam mobil,” batin Feli.
Di mobil yang dinaiki Nina “Tumben Ray gak bawa mobil ?”
“Bos yang suruh.”
“Oh, eh iya kalian sudah lihat desain milik Annya ?”
“Sudah,” serentak jawab Dika dan Raymond.
“Bagaimana menurut kalian ?”
“Mansion dengan desain yang dibuat Annya sangat cocok untuk orang seperti Bos selain itu bagi orang yang suka kedamaian juga bagus.”
“Setiap sisi dari bangunan nya sangat rinci mudah bagi mereka untuk mengerjakannya, jarang seorang arsitek melakukan itu.”
“Benar itu aku lihat di setiap gambarnya hal kecil pun bisa dilihat walaupun itu hanya kompor,” sambung Raymond.
“Jika saja Bos memperbolehkan Annya mempunyai profesi desain arsitektur pasti Annya menjadi nomer satu di Negara kita.”
“Tidak melakukan itu pun Annya bisa kaya. Bos Shan sudah menjanjikan bayaran yang fantastis dari hasil kerjanya itu.”
“Kali ini gue setuju,” Raymond berkomentar.
Perjalanan mereka dari vila ke pelabuhan memakan waktu kurang lebih 30 menit, belum lagi dari pelabuhan ke kota dan dari kota ke desa tempat tinggal Shanaya. Waktu yang dihabiskan untuk sampai ke rumah Feli sekitar 6 jam meski waktu yang mereka gunakan cukup lama mereka menikmati perjalannya.
“Mau kemana Dek ?” tanya pegawai pom bensin.
“Desa pojok Wilayah Timur Pak,” jawab Feli.
“Larut malam begini ? jalan menuju desa sana masih hutan sebaiknya kalian lanjutkan perjalanan besok. Saya dengan di jalan itu sangat rawan kejahatan, belakangan ini banyak orang yang di cegak di jalan.”
“Menakutkan sekali.”
“Sebaiknya menginap Dek.”
“Tidak perlu Pak, jangankan mereka yang hanya segelintir orang ribuan orang bersenjata saja tidak akan bisa melarikan diri.”
“Maksudnya ?”
“Terima kasih saran nya Pak.”
Supir memberikan uangnya “Hati-hati dijalan, ah mereka sungguh berani.”
Beberapa mobil terlihat mengikuti mobil yang di naiki Feli “Pantas mereka berani ternyata bawa pengawal.”
“Kendaraan mereka seperti ?” baru menyadari sesuatu.
“Mobil Bos Mafia terkejam di Negara ini,” orang itu hampir terjatuh karena shok.
“Kondisi jalan desa sungguh buruk.”
“Pegangan !”
“Okey.”
“Ke sini !” mengambil tangan Feli yang berpegangan di mobil ke genggamannya.
“Bos kita sudah sampai tapi gerbang menuju desa di tutup.”
Seorang security mengetuk kaca mobil “Permisi Pak, mau kemana malam-malam begini ?”
Supir membuka kaca mobil “Ke desa pojok.”
“Ada urusan apa kalian datang ?”
“Tanah kelahiran Pak.”
“Sampaikan kepada Kepala Desa kalian Bos Shankara datang.”
“Bos Shankara ?” Security berulang kali menyebut namanya berusaha mengingat.
“Pak Tukul ada apa ?”seorang teman yang sedang ronda lewat.
“Mereka dari luar kota,” melihat dari jauh.
“Mereka tidak bisa masuk ke Desa di jam segini.”
“Tapi mereka memintaku menyampaikan ke kepala desa kalau Bos Shankara datang.”
“Apa katamu Bos Shankara ?” berjalan cepat menuju mobil Shankara.
“Maaf Bos teman saya baru dia tidak tau, silahkan masuk Bos !” membuka gerbang.
“Kenapa membiarkannya masuk ?”
“Dia adalah Bos Mafia penguasa Negeri kalau kita menghadangnya kita bisa dalam masalah dan jika aku tidak datang kamu pasti tidak akan hidup. Dulu dia datang kemari untuk mengambil tanah Desa untungnya seorang gadis mau menukar kehidupannya dengan menikahi Bos Mafia itu.”
“Selamat selamat,” mengelus dada.
“Kamu berjaga disini aku akan pergi memberi tahu Kepala Desa.”
“Kepala Desa Kepala Desa …” teriak orang itu sambil berlarian.
Kepala Desa yang sedang tidur dengan istrinya mendengar jelas suara orang itu dan terbangun lalu keluar untuk mengecek siapa yang membangunkan dirinya di malam-malam.
“Ada apa teriak-teriak ?”
“Itu kepala desa …” ngos-ngosan napas tidak beraturan.
“Katakan dengan jelas !”
“Bos Mafia ..” terputus-putus.
“Dia datang kemari di jam segini ?”
“Benar.”
“Cepat kou beritahu orang tuanya Shanaya !”
“Iya kepala desa,” berlari kembali.
“Hening …”
“Malam begini pasti hening siapa yang mau beraktivitas di jam segini ?” balas Dika.
“Bos dimana kita memarkirkan mobilnya ?”
“Tempat sebelumnya !”
“Dimana rumah Annya ?” Raymond menelusuri jalan yang ada di kegelapan.
“Ini kah tempat Annya dilahirkan ?” Nina terus melihat sekeliling.
Shankara melepas mantel miliknya lalu dipakaikan ke Feli “Pakai ini agar lebih hangat.”
“Sudah lama aku tidak datang kemari ternyata tidak ada yang berubah,” melihat lampu kuning di pinggir jalan gang.
Disisi lain Khara sedang memikirkan Feli dan membuat Feli menjadi cegukan.
“Minum air hangat,” Shankara memberikan termos kecil.
“Udara disini cukup dingin juga,” Nina mengusap-ngusap tangannya.
“Shanaya anakku …” teriak seseorang dari kejauhan.
“Emak…” Feli berlari memeluknya.
“Bagaimana kabarmu nak ?”
“Sangat baik,” tersenyum menahan air mata jatuh.
“Emak juga tampak sangat sehat, dimana Abah ?”
“Abah ada disini Nak,” Abah membawa satu gerobak buah manga.
“Mendengar kamu datang Abah buru-buru memetik manga di belakang rumah.”
“Takut tidak sempat,” ucap lelah Abah.
“Abah …” memeluk Abahnya sambil menangis.
“Memeluk Emak dan Abah Shanaya membuat aku merindukan kedua orang tuaku,” air matanya mengalir.
“Syukurlah kalian sehat,” Shankara mengajak berjabat tangan.
“Ah Tuan kami …”
“Jangan terlalu sopan saya menantu kalian,” perkataan Shankara membuat semua orang tercengang.
“Kami akan menginap selama beberapa hari,” tambah Shankara.
“Benarkah itu ?” Emak dan Abah begitu bahagia mendengarnya, Emak mendekati Shankara lalu berlutut.
“Terima kasih sudah membawanya pulang.”
“Sudah seharusnya,” membantu Emak berdiri.
“Dia adalah istriku, kebahagiannya sangat penting.”
“Iniiii …” Abah hampir tidak percaya seorang mafia kejam mencintai putrinya dengan tulus.
“Nak apa dia …”
“Dia memperlakukanku layaknya seorang ratu,” tersenyum.
“Kamu tidak berbohong untuk membahagiakan kan kami ?”
“Untuk apa aku melakukan itu ?”
“Kami menjadi saksinya,” Nina membantu Feli.
“Dia ?”
“Sahabatku Nina.”
“Apa yang dikatakan Shanaya kebenaran ?”
“Saya bisa buktikan itu, putri anda mengenakan mantel Bos itu membuktikan Bos perhatian dengan Annya. Perhatikan termos kecil yang digenggam Bos, biasanya Bos tidak akan membawa hal kecil itu kecuali demi Annya.”
“Bos memberikan air hangat untuk Annya karena dia cegukan.”
“Selama ini Bos tidak akan peduli hal kecil itu tetapi setelah Annya datang Bos seperti bukan Bos kami.”
“Terima kasih,” Abah hendak berlutut namun di cegah Shankara.
“Saya yang seharusnya minta maaf karena mengambil putrimu secara paksa dan membuat keributan di desa.”
“Benar kah dia Bos Mafia yang paling kejam ?” kepala desa keheranan.
“Ayo ayo kita kerumah, tidak baik lama-lama disini.”
Emak merangkul Feli dan jalan bersama dan Shankara berjalan berdampingan dengan Abah. Meski terkejut dengan perubahan Shankara kepala desa senang Shanaya baik-baik saja.
“Saya akan kembali besok tolong sampaikan kepada Bos !”
“Tentu.”
Beberapa anak buahnya berjaga di luar dan sebagian orang membangun tenda di depan rumah Shanaya.
“Apa perlu melakukan itu ?” membuka gorden.
“Dimanapun kita berada tetap harus waspada,” bisik Raymond.
“Iya sih tapi terlihat berlebihan.”
“Maaf rumahnya jelek dan berantakan,” Emak menyajikan teh hangat.
“Uang mahar ?”
“Oh itu Emak Abah simpan tidak berani memakainya.”
“Kenapa Emak dan Abah tidak memakainya ?”
“Oh itu karena …”
“Kurang ?”
“Bukan begitu menantu tapi kami ingin menyimpannya.”
“Pakai uang itu sisanya akan ku berikan nanti.”
“Tidak perlu menantu uang itu sudah lebih dari cukup.”
“Carikan orang untuk membangun rumah ini !” pinta Shankara pelan.
“Ah tidak perlu,” menolak.
“Rumah ini adalah rumah orang tua istriku yang merupakan orang berpengaruh di Negara ini, apa kata orang nanti.”
“Yang dikatakan suamiku benar.”
“Baiklah karena kalian berkata demi kian Abah tidak bisa menolak.”
“Sudah larut sebaiknya kalian istirahat !”
“Baik …”
Karena rumah Shanaya memiliki ruang yang kecil mereka ticur di luar rumah kecuali Nina dan Feli.
“Apa tidak apa-apa aku tidur di kamarmu ? sedangkan Bos di luar ?”
“Kamu itu perempuan tidak baik tidur di luar bersama mereka.”
“Shanaya ?”
“Iya.”
“Kalian belum tidur ?”
“Belum,” Abah dan Emak masuk kamar.
“Abah senang kamu baik-baik saja,” mengusap pundak Feli.
Nina berdiri agar Emaknya Feli duduk di sampingnya “Sebaiknya aku keluar memberi mereka waktu,” Nina diam-diam keluar kamar.
“Loe kenapa kemari ?”
“Belum ngantuk,” judes Nina.
“Gue kan cuman nanya.”
“Shanaya sudah tidur ?” tanya Shankara.
“Dia sedang ngobrol dengan oran tua nya.”
“Melepas rindu,” sela Dika.
“Yah begitu lah.”
“Sekarang kamu sudah semakin dewasa kami bangga pada mu.”
“Semua itu berkat kalian,” memeluk keduanya.
“Ceritakan sedikit !”
“Tentang apa ?”
“Suami mu yang kejam kenapa bisa lembut dan baik seperti sekarang ?”
“Karena aku putri kalian.”
“Benar kah ?”
“Haha dasar anak ini …”
“Jangan khawatir, Aku buka lah anak cengeng dan manja.”
“Kami tau itu sekarang kamu bukan putri kami yang pemalu dan penakut.”
“Kalian merindukan ku ?”
“Sangat Nak.”
“Pantas saja kemari cegukan ku tidak berhenti.”
“Kamu masih percaya hal itu ?”
“Kalau seseorang cegukan tandanya dia di rindukan seseorang.”
“Syukurlah kamu datang kesini bukan hanya sehat tapi juga ceria.”
“Bagi kami hal itu lebih dari cukup,” Feli memeluk Emak.
“Sudahlah Emak kalau kita terus mengobrol dengan putri kita bagaimana dia bisa istirahat.”
“Ah benar nanti mata indah menjadi buruk,” mengusap pipi Feli.
“Tidurlah Nak.”
“Hemn.”
“Sudah selesai ?” Nina masuk kembali.
“Hemn.”
“Sungguh iri lebih baik tidak memiliki apapun dari pada tidak memiliki orang tua,” duduk di ranjang.
“Nina ? kamu anggap lah Emak dan Abah orang tua mu juga.”
“Apa boleh seperti itu ?”
“Kenapa tidak ?”
“Heheu…”
“Aku senang tinggal di sini walaupun jauh ke kota.”
“Kamu beruntung.”
“Sangat beruntung,” Feli tersenyum manis.
“Di kehidupanku sebelumnya tidak bisa menyadari kehangatan yang di berikan kedua orang tua ku kali ini membuatku sadar sepenuhnya.”
Keesokan paginya Feli dan Nina membantu Emak membuat sarapan.
“Yakin bisa melakukannya ?” Feli ragu Nina bisa masak di tungku kayu bakar.
“Kenapa tidak ?”
“Sebaiknya kamu bantu dia !”
“Benar kalau tidak dia bisa membakar rumah ini.”
“Ah tidak-tidak bukan begitu,” Feli menghentikan Nina yang memasukan semua tetelan di karung.
“Ambi satu saja tetelan sebelum itu rapihkan kayu bakarnya simpan yang paling besar di bawah setelah itu nyalakan api kemudian tambahkan kayu bakar kecil,” Nina sangat serius mendengarkan Feli.
“Annya kamu hebat,” tepuk tangan.
“Itu mudah.”
“Untungnya sebelumnya aku pernah camping di hutan jika tidak mereka pasti curiga,” batin Feli.
“Adonannya sudah siap, Emak ke warung dulu beli cabe.”
“Okey.”
“Masukan penggorengan ini tambahkan minyak.”
“Sama kaya di kompor yah ?”
“Iya.”
“Lalu?”
“Tunggu panas setelah itu masukan adonan ini,” Feli mencetak gorengan menggunakan centong kecil.
“Hanya menggunakan centong itu bentuknya jadi cantik.”
“Pertahankan apinya,” memasukan kayu bakar agar apinya stabil.
“Oh dimana saringannya yah ?”
“Tidak ada ?”
“Titip dulu, aku akan mencarinya !”
“Serahkan padaku, ini sangat mudah.”
Shankara melihat Feli mencari-cari sesuatu “Apa yang sedang kamu lakukan ?”
“Mencari saringan.”
“Seperti apa bentuknya ?”
“Bagaimana aku mendeskripsikannya, oh seperti ini …” Feli menggambar saringan di kertas.
“Sedang apa kalian ?” Emak datang dari warung.
“Saringan ada di mana Emak ? aku mencari dari tadi tidak ketemu.”
“Lupa ada di dalam lemari.”
“Dari mana asal asap hitam ini ?”
“Astaga …” Feli bergegas kembali ke dapur.
Setibanya di dapur Feli tertawa hebat “ HAHAHAAaaaaa …..”
“Hahaaaa Nina muka mu …”
“Eh dia bisa tertawa terbahak-bahak juga yah.”
“Menantuku tidak seburuk itu,” Emak menatap Shankara sambil tersenyum.
“Bagaimana ini …” Nina merasa bersalah.
“Tidak apa-apa,” Feli menahan tawanya.
“Anak ini meniup apinya dengan cara seperti itu pasti apinya langsung mati dan menimbulkan asap hitam yang tebal,” batin Emak.
“Biar emak lanjutkan bersihkan dirimu Nak !”
Nina membersihkan dirinya di temani Feli “Kenapa ?” Dika melihat Nina cemberut.
“Kecelakaan kecil,” Feli dan Shankara menahan tawa.
“Tadi aku menggoreng di tungku terus tiba-tiba apinya padam jadi meniupnya bukannya menyala malah asap yang keluar dan debu yang berhamburan keluar huahh …”