Selama ini, Rambo mengutuk diri dalam kehidupan nikah paksa yang terjadi antaranya bersama Erin 3 bulan belakang. Sayang, tak ada ruang untuk Erin dalam kehidupan Rambo yang masih memendam cinta lama.
Hingga semua berubah ketika waktu mempertemukannya kembali dengan sang pujaan hati di masa lalu, Marwah.
Dipertemukan kembali dalam keadaan yang sama-sama telah menikah, Rambo yang tak bisa menahan rasa cintanya pada Marwah, akhirnya terjebak dalam konflik terlarang dalam kehidupan rumah tangganya. Dengan ancaman yang semakin banyak, terutama pada Marwah yang sering mendapat kekerasan dari suaminya, juga Erin yang tak mau melepaskan Rambo, mampukah Rambo melindungi wanita yang dicintainya... Atau haruskah ia menerima hidup bersama Erin selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon unchihah sanskeh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20 - Bangkit! Kamu Bukan Perempuan Lemah
"Aku tak tahu harus apa Om! Ibu sudah tahu semua yang kita lakukan. Tiba-tiba tadi pagi dia datang padaku, mengatakan semua pengetahuannya. Rupanya dia sudah curiga dari awal aku datang ke sini, bahkan dia sudah mendengar pembicaraan kita semalam di meja makan, termasuk saat kamu memakan puding dari tanganku." Marwah akhirnya membeberkan semua pada Rambo, ia sudah tak peduli lagi pada ancaman Erin jika ia memberi tahu Rambo soal perjanjian mereka.
"Lalu apa yang dia lakukan?" Tanya Rambo.
"Ibu minta aku untuk mengatakan padamu, jangan ceraikan dia. Dia memintaku untuk meyakinkan kamu untuk berubah pikiran. Karena kalau tidak, dia akan membocorkan rahasia kita ke muka umum. Dia akan menyiarkan berita perselingkuhan kita ke media. Karir kamu... semuanya akan hancur."
Rambo langsung menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Dipukulnya dinding sebelah kanan, begitu keras sampai Marwah terkejut.
"Sial! Rupanya dia jauh lebih licik dari bayanganku!" Umpatan demi umpatan mengalir dari mulut penuh berewok Rambo.
Sorot mata penuh amarah itu langsung teralih pada bayangan Marwah, yang lesu dan ketakutan. Marwah baru saja mengingkari janji lagi pada Erin, sehingga mungkin ia tak mampu menyimpan kegelisahan yang melanda hebat hatinya.
Tapi jauh di lubuk hatinya yang terdalam, Marwah meyakini bahwa lelaki cerdas ini jauh lebih hebat mencari jalan keluar. Di saat ia sedang kalut, Ia meyakini bahwa hanya Rambo lah yang bisa memberinya pertolongan. Bahkan saat ia berusaha bohong pun, Rambo terlalu peka dan langsung sadar. Entah Rambo yang terlalu cerdas, atau memang karakter Marwah yang gampang ditekan.
"Lalu apa lagi yang dia katakan, padamu?"
Marwah menarik napas dalam-dalam, kemudian mengatakan lagi lebih rileks dan tenang. "Ibu tahu kita bermain api, tapi anehnya ia tak memintaku pergi dari kehidupan kalian, atau paling tidak dia seharusnya mengusir ku segera. Tapi rupanya tidak. Ibu malah minta aku untuk tetap di sini dengan syarat, aku harus berpura-pura padamu seakan tak terjadi masalah apa pun. Dekat dengan kamu seperti biasa. Aku sendiri tak paham, hanya yang aku pikirkan adalah, aku seperti berdiri di atas bom tanam. Tak ada yang bisa ku lakukan selain menurut, sebab jika aku bergerak sedikit saja, aku akan membuat masalah paling besar."
"Kamu mengambil keputusan untuk menurut karena kamu berhasil ditekan olehnya." Ucap Rambo seraya bangkit dari kursi. "Jangan panik Marwah, teruslah lihat ke depan. Pegangan hidupmu akan runtuh kalau kamu lemah. Ingat! aku menyukai dan menaruh simpati padamu, bukan karena kamu gadis lemah yang tak memiliki daya upaya apa pun. Tapi, karena kamu adalah perempuan super kuat yang tak pernah gagal mengarungi hidup. Kamu adalah perempuan cerdas yang mampu melawan arus zaman. Kamu besar di jalanan, tentu mentalmu jauh lebih kuat di banding wanita rumahan manja. Jangan pernah lupakan itu."
Marwah terdiam, hanyut dalam setiap makna yang baru saja di sampaikan lelaki pujaannya barusan. Lelaki gondrong berotot yang sekarang berdiri di tengah-tengah kamar Marwah. Antara pintu dan ranjang.
"Hidup bersama ku tidak lah mudah, Marwah. Maka kuatkan mental dan kecerdasanmu. Kalau kamu lemah dan gampang tertekan, kamu bukanlah bagian dari Marwah yang ku kenal!" Ucapnya kembali, ia ada di muka pintu sekarang.
"Om---aku ingin terus bersamamu." Marwah berkata pelan, tapi masih bisa didengar untuk frekuensi Rambo dan jika ada orang-orang yang ada di kamarnya. "Apa yang harus aku lakukan untuk hal itu? Apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi ancaman bu Erin ini. Aku tidak mau kalau kamu lagi yang harus berjuang, kamu lagi yang mati-matian. Padahal aku lah yang membuat kamu merasa ada di posisi ini."
Rambo diam, menerawang jauh pada ruanganan makan dari muka pintu kamar, Tapi sayangnya mereka sendiri-sendiri saat ini. Bayangan tentang romantik dalam dirinya membara-bara. Erin memang cerdas, tapi hal semacam itu tak akan mengubah hasrat cinta Rambo dan Marwah.
"Aku sudah tahu harus melakukan apa. Dan kamu, Marwah. Lakukan perintahnya untuk berpura-pura menyembunyikan sesuatu dariku. Selebihnya katakan padaku apa yang dia rencanakan. Jangan pernah mundur, karena aku tak pernah menginginkan siapa pun selain kamu."