"Maafkan aku karena aku sudah mengkhianatimu, sayang," batin Kaisar.
Kaisar sangat kaget saat mengetahui dirinya sudah merenggut kesucian seorang gadis cantik yang tidak lain adalah anak dari pembantunya.
Kaisar mabuk berat, sehingga menganggap Luna sebagai istrinya. Padahal istrinya saat ini sedang terbaring koma di rumah sakit.
Masalah semakin pelik, saat mengetahui Luna mengandung anaknya dan bersamaan dengan sang istri sadar dari komanya.
Apa yang akan dilakukan Kaisar? Apakah dia akan menikahi Luna?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Kepergian Luna
2 bulan kemudian....
Saat ini usia kandungan Luna sudah menginjak usia 8 bulan, dan aktivitas Luna sudah semakin terbatas karena perut Luna yang sudah semakin membesar.
"Luna, pokoknya mulai saat ini kamu jangan melakukan hal yang berat-berat lagi biar Bibi saja yang melakukan pekerjaan rumah."
"Iya, Bi. Nanti Luna hanya bantu-bantu sedikit saja soalnya kan Luna juga gak boleh diam saja harus banyak gerak juga."
Sementara itu, saat ini Kai dan Medina masih bergelung di dalam selimut karena hari ini adalah weekend dan Kai libur bekerja.
Kai mulai menggerakkan tubuhnya, perlahan Kai bangun dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Selama dua bulan ini Kai sama sekali belum mendapatkan bukti kalau Medina dan Mark selingkuh tapi ada yang membuat mood Kai berubah menjadi jelek, tadi malam Kai melihat ada tanda merah di tubuh Medina.
Tanda merah itu sudah mulai memudar, dan diperkirakan sudah cukup lama.
"Sial."
Gara-gara tanda itu, sekarang Kai mulai merasa ragu kepada istri tercintanya itu tapi Kai juga sangat berharap kalau tanda itu bukan tanda yang saat ini ada dipikirannya.
Tidak membutuhkan waktu lama, Kai pun selesai mandi. Kai dengan cepat memakai baju dan segera turun ke bawah untuk sarapan.
"Tuan mau sarapan apa?" tanya Luna.
"Roti saja."
Luna pun dengan sigap membuatkan sandwich untuk Kai, Kai yang sedang mengotak-ngatik ponselnya sesekali tampak mencuri-curi pandang kepada Luna dan memperhatikan perut Luna yang sudah sangat membuncit itu.
"Berapa usia kandunganmu?" tanya Kai.
"8 bulan, Tuan."
"Berarti tinggal satu bulan lagi, setelah kamu melahirkan anak itu, aku akan segera menceraikan mu tapi kamu tenang saja, aku akan membiayai anak itu," seru Kai santai.
Deg....
Luna menghentikan gerakan tangannya yang sedang membuat sandwich itu, matanya sudah mulai memanas. Sungguh kata-kata Kai sangat melukai hatinya, dan ternyata hal yang paling Luna takutkan benar-benar akan terjadi kalau anaknya akan lahir tanpa sosok seorang Papa.
"I-iya, Tuan," sahut Luna dengan menundukkan kepalanya.
Setelah selesai membuatkan sarapan untuk Kai, Luna pun pamit dan masuk ke dalam kamarnya.
"Nak, sepertinya percuma kita tinggal di sini karena sampai kapan pun Papamu tidak akan menganggap keberadaanmu," gumam Luna dengan mengusap perutnya.
Setelah selesai sarapan, Kai masuk kembali ke dalam kamarnya dan Kai melihat Medina masih terlelap tidur. Kai mengambil laptopnya dan memeriksa segala sesuatu mengenai kondisi perusahaannya.
"Sebentar, 6 bulan ke belakang perusahaan mengalami penurunan bahkan pemasukan perusahaan pun sampai turun 30 persen tapi kenapa Pak Imron tidak laporan tentang masalah ini," gumam Kai.
Kai segera menghubungi Mark dan menyuruhnya untuk datang ke rumah. 30 menit kemudian, Mark pun datang dan Kai sudah menunggunya di ruang tamu.
"Ada apa, kamu memanggilku?" tanya Mark.
"Apa kamu tahu, kalau 6 bulan ke belakang perusahaan kita mengalami penurunan? bahkan pemasukan perusahaan sampai menurun 30 persen," seru Kai.
Mark yang sedang menyeruput kopinya, langsung tersedak membuat Kai micingkan matanya dengan mengerutkan keningnya.
"Iyakah Kai? aku sama sekali tidak memeriksanya, soalnya kalau masalah keuangan Pak Imron yang urus," sahut Mark gugup.
Kai terdiam dan menatap Mark, tatapan Kai seolah-olah mengintimidasi Mark membuat Mark semakin tidak nyaman.
Hingga beberapa saat kemudian, Medina pun turun dari atas membuat Mark bisa bernapas lega karena Medina datang di waktu yang tepat.
"Mas, kenapa kamu tidak bangunin aku sih?" seru Medina dengan duduk di samping Kai.
"Aku tidak tega membangunkanmu karena aku lihat kamu tidur nyenyak sekali," sahut Kai.
"Loh Mark, sejak kapan kamu ada di sini?"
"Aku baru saja datang, Medina."
"Oh iya Mark, besok aku mau pergi ke Amerika mau mengantar Papa berobat, jadi aku minta tolong jagain Medina untuk kesekian kalinya," seru Kai.
"Tenang saja Kai, Medina biar menjadi urusanku," sahut Mark dengan senyumannya.
"Mas, kok kamu gak ajak aku pergi juga sih?" rengek Medina.
"Sayang, bukannya aku gak mau ajak kamu soalnya saat ini kamu kan sedang mengandung dan usia kandungan kamu masih sangat rawan jadi dokter melarang aku untuk membawa kamu bepergian naik pesawat dulu," sahut Kai.
"Berapa lama kamu pergi ke Amerika?" tanya Medina.
"Tidak akan lama kok, aku hanya mengantarkan Papa sama Mama saja, habis itu aku langsung pulang lagi," sahut Kai.
***
Malam pun tiba....
Luna mulai membereskan semua barang-barangnya, Luna sudah tidak bisa bertahan lagi dengan pernikahan yang sama sekali tidak diinginkan oleh Kai.
Luna sudah pasrah dengan keadaan dan memutuskan untuk pergi dari kehidupan Kai. Luna tidak mau menjadi orang yang akan merusak kebahagiaan sepasang suami istri itu.
"Luna, kamu yakin akan pergi?" tanya Bi Surti.
"Iya Bi, maafkan Luna ya yang tidak bisa lagi menemani Bi Surti."
"Tidak apa-apa Luna, justru Bibi senang kalau kamu pergi dari sini soalnya Bibi tidak tega melihatmu tersiksa setiap hari dengan kelakuan Tuan Kai dan Nyonya Medina. Apa kamu akan pergi dengan Bi Sum?"
"Iya Bi, Luna dan Ibu memutuskan untuk hidup di kampung saja, walaupun di kampung hidup kita sederhana tapi setidaknya di sana kita hidup tenang," sahut Luna.
"Apa kamu sudah izin kepada Nyonya Arini dan Tuan Mahaprana? soalnya tadi Bibi dengar, Tuan Kai akan membawa Tuan Mahaprana berobat ke Amerika."
"Ibu sudah pamitan sama mereka, awalnya mereka tidak mengizinkan tapi pada akhirnya mereka mengerti dan tidak mau memaksa juga."
"Syukurlah, semoga di sana kamu mendapatkan kebahagiaan Luna dan anak kamu lahir dalam keadaan sehat."
"Amin, terima kasih Bi."
Bi Surti memeluk Luna dengan meneteskan airmatanya, Bi Surti sudah menganggap Luna seperti anaknya sendiri.
"Apa kamu mau memberitahukan Tuan Kai?"
"Tidak Bi, pamitan atau tidak, Tuan Kai tidak akan memperdulikannya. Jadi, Luna akan pergi secara diam-diam dan kalau ada yang menanyakan Luna pergi ke mana, jangan Bibi kasih tahu."
"Baiklah."
***
Keesokan harinya....
Pagi-pagi sekali Kai sudah berangkat ke Amerika bersama kedua orangtuanya, dan Medina pun pergi entah ke mana.
Luna segera pamitan kepada Bi Surti, karena Bi Sum sudah menjemput Luna dengan memakai taksi.
"Selamat tinggal Bi, Bibi sehat-sehat ya di sini jangan sampai lupa makan biar Bibi tidak sakit."
"Iya Luna, kamu juga jaga kesehatan di sana."
"Surti, kita pergi dulu."
"Iya Bi Sum, kalian hati-hati ya, semoga selamat sampai tujuan."
Luna dan Bi Sum pun segera pergi menuju kampung halaman mereka, Luna tidak bisa menahan airmatanya. Tidak bisa dipungkiri, kalau hati Luna sangat sakit.
Bi Sum menggenggam tangan Luna. "Kamu harus kuat Luna, Ibu yakin kita bisa melewati ini semua," seru Bi Sum.
"Iya Bu, semoga saja."