Kenyataan pahit yang membuat hidupnya berubah. Tak ada lagi sifat manja dan lemah. Yang ada kini adalah sesosok gadis cantik tak tersentuh meski di bibirnya selalu tersungging senyum.
Keras hatinya membuat setiap orang segan bahkan tak ingin berurusan dengannya.
Namun, bagaimana dengan orang-orang yang menjadi sebuah bara dendam dalam hati nya terus berkobar?
Mampukah mereka selamat dari dendam seorang Arcila Damayanti yang merupakan titisan dari siluman penghuni kebun angker?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serra R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Liontin mata ular
Sebaik-baiknya sikap siluman yang menyerupai manusia pada akhirnya sifat aslinya akan muncul juga. Demikian juga yang terjadi pada Derrick tentunya. Namun sekali lagi, dia yang memang sudah terlatih dan merupakan keturunan terpilih tentu tak sembarangan. Derrick bahkan mampu berkamuflase dalam senyumannya.
Seperti saat ini, ketika dirinya dan Arcila memutuskan untuk menelusuri tentang kematian Sena. Nampak sangat kemarahan dalam mata keduanya. Derrick yang memang sangat penasaran dengan keseharian sang ibu tentu sangat berantusias mendengarkan cerita sang adik. Bahkan luapan emosi pun dapat dirasakan dari dalam diri Arcila.
Tanda lahir di kening gadis cantik tersebut sampai terlihat jelas seiring emosinya yang memuncak. Derrick mengusap lembut tanda berbentuk ular samar tersebut. Pemuda itu tersenyum lembut seraya mengecup kening sang adik. Rasa sayangnya bertambah besar pada gadis yang berada dalam pelukannya tersebut.
Meski sadar, mereka tak lagi sama. Namun Derrick tak akan pernah tinggal diam jika sesuatu mengancam adik cantiknya tersebut.
Dia yang tak memiliki hati bukan berarti tak punya perasaan. Derrick bahkan pernah merasa kesal karena sang adik lebih memilih bersama dengan Arsen dibanding dengannya. Beruntung nya, dia memiliki sahabat manusia yang bisa mengerti dirinya. Kehadiran Leo dan Ario disamping pangeran tampan tersebut tentu sangat membantu.
"Andai kamu tahu bagaimana kejadian ketika ibu dibunuh beserta orang tua Leo. Mungkin tak hanya tanda ini yang akan keluar. Namun aku yakin kamu akan berubah wujud seketika itu. Dan untuk saat ini, lebih baik kamu tak mengetahuinya. Aku bersyukur rasa peka dalam dirimu tak setajam aku, jika tidak kamu akan tersiksa adikku."
"Kak, kira kira kalung pemberian ibu ada dimana ya? seingatku waktu itu, aku menyimpannya bersama dengan perhiasan lainnya."
"Jangan terlalu dipikirkan. Dia akan muncul dengan sendirinya nanti. Benda itu telah melekat denganmu karena permata yang ada didalamnya merupakan permata ular. Dia akan ber reaksi ketika merasakan pemiliknya berada di dekatnya."
Arcila mengangguk paham. Meski terlalu banyak misteri yang harus dilaluinya namun Arcila tak lagi menutup diri. Gadis itu telah sepenuhnya menerima takdir dirinya yang berbeda. Menjadi manusia titisan yang mempunyai kekuatan bawah sadar mengerikan jika tak dapat diatasi dengan baik.
Suara ketukan pintu membuat keduanya menoleh. Sebelum membuka nya, Arcila lebih dulu meminta sang kakak untuk tak menampakkan diri. Karena bagaimanapun kehadirannya akan membuat orang lain bingung.
Wajah teduh Pak Sandro nampak di depan pintu ketika telah terbuka. Lelaki tambun tersebut masuk dengan membawa sebuah map coklat di tangannya.
"Maaf, Sanca. Om mengganggu kamu siang begini." Lelaki tersebut berbicara pelan.
"Ada apa, Om? apa ada sesuatu yang terjadi?"
Keduanya duduk berhadapan di sofa. Sementara Derrick masih berada disana menyaksikan interaksi keduanya dalam diamnya. Diamatinya sosok Sandro dengan teliti.
"Om baru saja menerima ini." Map coklat tersebut telah berpindah tangan.
Dengan tak sabaran Arcila membuka map dan melihat isinya. Mengernyitkan dahi tak mengerti dan itu membuat Pak Sandro menghela nafas dalam.
"Di bawah itu ada tanda tangan dan namamu. Apa kamu pernah merasa melakukannya?"
Arcila kembali mengernyitkan dahinya. Di telitinya lagi berkas yang berada di tangannya kini lebih seksama. Dirinya tak merasa pernah menandatangani sesuatu. Namun tanda tangan tersebut jelas miliknya.
Mata Arcila membelalak sempurna kala dia mengingat sesuatu. Pada saat itu, Sarlita anak gadis Gio tiba-tiba datang dan menginap di kediaman besar tersebut. Tanpa ada curiga keluarga itu menyambut baik niat Sarlita. Dan pada saat itulah seingat Cila mereka main tanda tangan dan saling becanda mengejek tanda tangan masing-masing.
"Apa mungkin waktu itu?" Lirihnya namun masih bisa didengar oleh Pak Sandro maupun Derrick yang berdiri di belakangnya.
Pemuda itu menatap lekat berkas di tangan sang adik. Seringaian tipis nampak di sudut bibirnya. Ternyata mereka telah lama merencanakan semuanya secara matang. Bahkan, mereka tahu mana saja yang menjadi milik Arcila hingga dengan mudahnya mereka menjual akses tersebut sebelum Arcila sendiri sadar akan miliknya.
"Om, ini sebenarnya butik yang mana? terus terang butik mama ada 3 dan setahuku semuanya dikelola oleh istri Om Gio dan juga Om Dody hingga saat ini. Terus di sini tertera atas namaku, aku sungguh tak mengerti semua ini Om."
"Butik yang berada di salah satu mall itu yang sebenarnya adalah hak mu. Dan di dalam surat kuasanya, mamamu mengatakan jika butik tersebut menjadi milikmu setelah usiamu genap 20 tahun. Itulah sebabnya mereka baru mengeluarkan surat ini karena usiamu itu."
"Apa surat ini kuat, Om?"
Anggukan kepala Pak Sandro membuat Arcila lemas. Bukan masalah hartanya yang dia sesalkan. Namun karena kebodohannya lah apa yang telah di persiapan oleh sang mama hilang oleh karena tangannya sendiri. Seharusnya dia bisa berpikir jauh ke depan dan tak mudah percaya pada siapapun meski itu mengatasnamakan saudara.
"Om akan membantu sebisa yang Om mampu. Jangan terlalu diambil pusing terlebih dahulu. Ada baiknya kamu membicarakan ini dengan Arsen, siapa tahu dia memiliki solusi yang bisa kita pakai nantinya. Om minta maaf karena harus memberitahukan berita ini padamu, karena om pikir kamu berhak untuk tahu semuanya. Hanya kamu satu satunya pewaris keluarga Gerald yang sebenarnya. Kamu berhak mengambil alih semua yang memang seharusnya menjadi milikmu. Besabarlah nak, semua pasti akan ada jalannya."
Arcila mengangguk, dia sangat bersyukur memiliki orang-orang baik yang berkenan membantunya dalam keterpurukan. Pak Sandro pada akhirnya memilih meninggalkan Arcila kembali sendiri dalam ruangannya.
Pria paruh baya tersebut tak lantas diam. Dia mulai bergerak dengan meng akses segala pergerakan sekecil apapun yang dilakukan kedua saudara Sena tersebut.
Derrick kembali menampakkan dirinya ketika melihat pak Sandro benar-benar telah keluar dari ruangan tersebut.
"Kamu menginginkannya?"
"Bukan masalah batiknya atau apa kak. Tapi aku merasa tak berguna sama sekali. Apa yang mama percayakan padaku malah terlepas oleh tanganku sendiri tanpa aku sadar. Aku telah membuat mama kecewa, kak." Arcila menundukkan wajahnya.
"Bukan salahmu. Jangan khawatir soal itu, karena kakak pasti akan membantumu nanti. Oh ya, apa kamu sudah tahu jika ayah akan mulai bertapa lagi?"
"Ha, maksud kakak ayah akan pergi lagi?"
"Bukan pergi, tapi kembali mengurung diri lebih tepatnya. Apa kau ingin bertemu dengannya sebelum dia kembali bersembunyi?"
"Apa kakak akan pulang?"
"Ada sesuatu yang harus aku tanyakan pada ayah sebelum dia mulai menutup diri. Jika kau mau ikut, datanglah nanti ke rumah. Sekarang aku harus pergi dulu, sepertinya sudah terlalu lama aku meninggalkan kantor. Aku rasa kak Rio akan menghukumku nanti. Tapi tak apa, setidaknya aku bisa melihatmu baik baik saja adikku."
Derrick memeluk Arcila lembut sebelum kembali menghilang meninggalkan Arcila yang kembali termenung.