Salahkah apabila seorang ayah—walaupun tidak sedarah—mencintai anak yang diasuhnya, dan cinta itu adalah cinta penuh hasrat untuk seorang pria pada kekasihnya.
"Akhiri hubungan kita! setelah itu Daddy bebas bersama Tante Nanda dan Hana juga akan bersama dengan pria lai ..."
Plakkkkkkkkk...! suara tamparan terdengar. Wajah Hana terhempas kesamping dengan rambut yang menutupi pipinya, karena tamparan yang diberikan Adam begitu kuat.
Hana merasa sangat sakit terlebih pipinya yang
sudah ditampar oleh Adam. Serasa panas di pipi itu,
apalagi dihatinya.
"Jangan pernah katakan hal itu lagi, sampai kapanpun kamu tetap milik Daddy, siapa pun tidak berhak memiliki kamu Hana." teriak Adam dengan amarah yang memuncak menatap tajam wanitanya. Ia menarik Hana dalam pelukannya.
"Daddy egois, hiks hiks." Hana menangis sembari memukul dada bidang Adam.
Apakah mereka akan tetap bersatu disaat mereka tak direstui? Bagaimana Adam mempertahankan hubungan mereka?
Nantikan kisah mereka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kaylakay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
melon
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tampak di ruang kerja Adam sedang melanjutkan pekerjaannya yang tertunda siang tadi.
Saat memutuskan makan siang bersama dengan Hana tadi, Adam tidak lagi kembali ke kantornya. Alhasil pekerjaannya jadi tertunda.
Di ruangan kerja Adam, pria itu senantiasa memangku gadisnya sambil bekerja. Dia sama sekali tidak kerepotan, padahal bobot tubuh Hana lumayan berat.
Hana tertidur satu jam yang lalu setelah permainan panas mereka, dan terbangun karena tidak mendapati daddy-nya di-atas kasur. Adam mengambil kesempatan itu untuk melanjutkan pekerjaannya saat Hana tertidur.
Tapi ternyata Hana menyusul ke ruang kerjanya dengan wajah yang masih mengantuk. Karena sudah terbiasa tidur dengan Daddy-nya, membuat ia tidak bisa terlelap jika tidak bersama pria dewasa itu.
Hana menyusul ke dalam ruangan Adam, bermaksud untuk berbaring menunggu Adam di sofa ruangan itu. Tanpa harus menganggu pekerjaan Adam. Tetapi apa daya, Adam selalu saja memaksanya untuk duduk di-pangkuannya.
"Dad, lebih baik Hana duduk di sofa aja," ujarnya untuk yang kesekian kali, karena selama itu dia belum berhasil untuk membujuk Adam.
"Kenapa, Sayang? Daddy lebih suka seperti ini, pekerjaanku jadi cepat selesai, apalagi kalau kamu memberi Daddy ini. Tangan kiri Adam mer*m*s salah satu bongkahan milik Hana.
Dan Hana langsung mencubit paha pria matang itu. "Jangan macam-macam, Dad. Ingat kita lagi di mana, lagi pula kalau sampai ada yang masuk dan lihat kita gimana?"
Adam terkekeh mendengar Hana yang berbicara seperti itu. Dia memutar tubuh Hana agar duduk menyamping
"Tenang aja, Sayang. Ruangan Daddy nggak ada orang yang berani masuk."
"Tetep aja, ruangan kerja Daddy kan nggak kedap suara."
"Ayolah, Baby. Sebentar saja, sebelum Daddy lanjutin pekerjaan Daddy lagi." Adam masih juga membujuk.
"Tapi Hana masih ngantuk Daddy." ucapnya dengan bibir yang maju ke-depan.
"Tapi Daddy akan, tetap melakukannya." Adam langsung menyingkap blouse yang dikenakan Hana, dengan satu tangan yang menahan pergerakan gadis itu.
"Daddy!" Hana sudah membulatkan matanya.
"Shut up, Baby. Makanya nurut aja apa kata Daddy. Biar Daddy nggak perlu maksa kamu kayak gini."
"Iya tapi, jangan di ruangan Daddy. Nanti suara kita kedengaran."
Mendengar itu, Adam menyeringai penuh. Ah, suka sekali kalau Han seperti ini, Adam lalu meraih benda yang mirip seperti remote di atas meja kerjanya. Lalu mengaktifkan pengedap suara di ruangan kerjanya.
Dan Adam langsung melanjutkan aksinya. Dua tangan Adam mengotak-atik layar menyala di depannya, sementara mulut itu tak berhenti untuk bergerak. menyesap buah kesukaannya.
Hana terkadang beringsut kegelian, dan terkadang geleng-geleng kepala. Merasa tak habis pikir dengan kelakuan Adam, kenapa pria ini suka sekali menjadi bayi besar.
"Dadhhh!' panggil Adam sambil melenguh, saat Adam memainkan lidahnya. Adam menengadah, tanpa melepaskan pucuk yang memenuhi mulutnya. Menunggu Hana kembali bersuara.
"Apa Daddy akan seperti ini, kalau udah nikah sama Tante Nanda?" tanya Hana penasaran, pikirannya tiba-tiba melalang buana, memikirkan bahwa Adam akan selalu melakukan ini semua bersama Nanda setelah menikah nanti.
Dan lagi-lagi semua itu membuatnya merasa kesal sekaligus tak terima.
Mendengar itu, Adam berhenti sejenak dari aktivitasnya. Lalu memandang wajah Hana, wajah yang memerah karena menahan hasrat.
"No, Baby. You are the first (Kamu adalah yang pertama) Daddy nggak akan pernah mau lakuin itu sama wanita lain, selain kamu." Adam mengusap kedua pipi mulus milik Hana dengan lembut.
"Tapi Daddy, itu berarti Daddy nggak akan mau dijodohkan sama Tante Nanda?" Hana bertanya dengan ragu.
"Daddy tidak akan menikah dengan siapapun selain kamu, mengerti!" ucap Adam tegas.
Sontak pernyataan Adam, membuat perasaan Hana begitu bahagia. Hana tersenyum lebar mendengar hal itu. "Apa kata Daddy, kalau Daddy tidak akan menikah jika itu sama Hana?" Hana membatin dengan begitu bahagianya.
Tampak jelas rona senang di-wajah seksinya itu. "Daddy Nggak salah ngomong kan?" Hana memastikan kembali ucapan Daddy-nya.
Takut jika ini hanyalah mimpi belaka. Karena apa yang ia dengar beberapa Minggu yang lalu, dimana Adam mengiyakan perjodohan yang dilakukan Daddy-nya.
"Daddy memang nggak salah ngomong." Adam tersenyum mengelus pipi itu.
"Hana cinta sama Daddy." ucap Hana kemudian, lalu memeluk Daddy-nya.
Adam membalas pelukannya, sambil mengelus punggung itu. "Daddy juga cinta sama kamu." balas Adam.
Keduanya berpelukan dengan Hana yang sudah setengah polos karena ulah Adam tadi.
Adam lalu melepaskan pelukan itu. Menatap Hana sebentar lalu kemudian berucap. "Saatnya minum melon." ujar Adam seraya merampas kembali buah kesukaannya yang masih terpampang di depannya itu.
"Aow .... Daddy! pelan pelan." Hana menggelengkan kepalanya melihat Adam, dengan rakusnya bermain main dibuah itu.
Adam tidak mendengarkan ucapan Hana, dan malah mulutnya lebih kuat menyesap dibuah melon itu. Sesekali tangannya meremas buah melon yang satunya lagi.
Keduanya menikmati aktivitas di ruang kerja milik Adam.
Di tempat lain. Tepatnya di rumah kakek Barack dan Oma Ani. Kedua pasangan itu sedang video call bersama wanita bernama Nanda.
"Gimana kabar kamu?" tanya Oma Ani tersenyum senang didepan layar hp itu.
"Baik, Tante. Gimana kabar Tante sama Om di-sana?" jawab Nanda dengan sopan.
"Kami juga baik. Kata papa kamu, hari Senin kamu udah tiba di sini ya?" tanya Oma Ani masih dengan senyum yang mengembang.
"Iya Tante, Senin Nanda udah tiba di Indonesia."
"Iyah, cepetan baliknya! Tante udah nggak sabar nungguin kamu" ucap Oma Ani dengan begitu antusiasnya.
"Iyah, Tante."
"Iyah, kami sudah tidak sabar nunggu kepulangan kamu. Dan tentu saja Adam anak kami juga tidak sabar." kakek Barack menambahi ucapan istrinya.
"Saya jadi malu dikatain kayak gitu." Nanda dengan nada bercanda.
Kedua pasangan tua itu pun terkekeh mendengar ucapan Nanda.
"Nggak usah malu sama calon mertua." goda Oma Ani.
Nanda hanya bisa menanggapi dengan senyum malunya.
Kakek Barack terlihat begitu senang berbicara dengan Nanda di layar persegi milik Oma ani itu. Percakapan mereka berlanjut hingga Nanda menanyakan kepribadian Adam kepada Barack dan juga Ani. Hingga berlanjut seputar pekerjaan Adam di Indonesia.
Kakek Barack memang menginginkan calon menantu yang berpendidikan dan juga dari keluarga terpandang, agar mengimbangi keluarga mereka. Dan Nanda adalah salah satu kriteria yang masuk dalam hal itu.
Sementara Oma Ani hanya mengikuti saja apa kata suaminya, jika selama itu baik untuk anaknya ia akan setuju. Beliau tidak tahu saja jika wanita seperti apa yang anak mereka cintai.
Tapi terbalik dengan kedua orangtuanya. Adam malah mencintai anak angkatnya sendiri, yang sudah tidak mempunyai orang tua maupun keluarga lagi.
Ia sudah benar benar mencintai gadis berumur 19 tahun itu, hingga tidak bisa berpaling lagi ke wanita lain.