Kuliah? Haruskah aku menjadi cepat dewasa, menemukan pasangan lalu menikah? Tunggu, aku harus meraih gelar sarjanaku lebih dulu. Tapi, bagaimana kalau bisa meraih keduanya?
Oh, Tidak ...! Ini benar-benar membingungkan.
Ini kisah Adinda Dewi Anjani, gadis desa yang terpaksa merantau ke kota untuk kuliah, demi menghindari perjodohan dengan anak kepala desa yang ketampanannya telah menjadi sorotan berita.
Lika-liku kisah Anjani mengejar gelar sarjana, tak luput dari godaan cinta masa kuliah. Apalagi, tren slogan "Yang Tampan Jangan Sampai Dilewatkan" di antara geng kampusnya, membuat Anjani tak luput dari sorotan kisah cinta. Lalu, akankah Anjani lebih memilih cinta sesama daripada gelar yang pernah dimimpikan olehnya? Atau justru pembelajaran selama masa kuliah membuatnya sadar dan memilih hijrah? Yuk, kepo-in ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indri Hapsari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CS1 Kejutan dari Juno
"Paman Sam ....!" teriak Anjani dari arah pintu depan.
Teriakan tersebut bukan tanpa sebab. Tepat saat Anjani selesai menjawab salam untuk melihat siapa yang datang, dia pun teriak, bahkan spontan memanggil Paman Sam. Anjani kaget, takut, dan berbagai perasaan lain menjalar di sekujur tubuhnya saat itu. Merasa tidak cukup hanya dengan sebuah teriakan, Anjani pun kembali berteriak bahkan sambil menutup wajah menggunakan kedua tangannya.
Apa yang saat itu dilihat Anjani? Bukan hewan, bukan pula sesuatu yang menjijikkan. Lalu apa yang dilihatnya?
"Ahaha, akhirnya datang juga. Silakan masuk!" kata Paman Sam mempersilakan.
Seketika Anjani menatap Paman Sam seakan tidak percaya. Paman Sam baru saja mempersilakan gerombolan orang bertubuh kekar, tubuhnya dipenuhi tato, bahkan sebagian ada yang memiliki bekas luka di wajahnya. Melihat orang-orang tadi tentu membuat Anjani ketakutan, karena memang sama sekali tidak mengenal mereka.
"Ada apa dengan wajah aneh kau itu, Anjani. Hahaha .... Kenalkan, mereka adalah mantan anak buahku dulu. Sekarang mereka sudah sama-sama tobat. Benar begitu kan, kawan?" tanya Paman Sam kepada mantan anak buahnya.
"Betul!" jawab mereka serempak.
"Mantan anak buah? Nggak salah, Paman? Mereka terlihat lebih menakutkan, loh. Ups, hihi. Maaf, nggak bermaksud." Anjani nyengir setelah berkata demikian.
"Tak percaya kali dengan paman kau ini, ya. Sekarang tolong buatkan kopi untuk mereka, ya. Eit, jangan terlalu manis. Takut diabetes ntar." Paman Sam menyuruh Anjani, lalu memberi isyarat pada mantan anak buahnya untuk duduk.
Anjani kembali dengan membawa sembilan cangkir kopi, dan segelas teh hijau. Kopi-kopi tersebut untuk mantan anak buah Paman Sam, dan teh hijau untuk Paman Sam. Anjani sempat kaget karena tiba-tiba salah satu yang tubuhnya paling kekar berdiri menghampiri Anjani. Degup jantung Anjani sampai terdengar oleh dirinya karena kaget. Rupanya, orang tersebut hendak membantu Anjani membagikan cangkir-cangkir kopi itu ke teman-temannya.
"Ah, lega. Ahahaha ...." Anjani salah tingkah.
"Tak perlu takut kau, Anjani. Mereka sama baiknya dengan paman kau ini. Dari sebelah kiri, ada Regi, Pras, Uben, Ki Jaki, Bendot, Tulen, Wan, Hegi, dan yang baru saja membantu kau namanya Topan. Kita mau reunian hari ini. Mau gabung?" Paman Sam menawarkan.
"Nggak, deh. Ini sudah mau pukul 9. Anjani ada janji sama teman. Boleh ya, Paman?" Anjani tersenyum manis demi mendapat izin dari pamannya.
"Baiklah, boleh. Tapi jangan sampai lupa kau makan siang ntar, ya." Paman Sam akhirnya mengizinkan.
Tiba-tiba saja pria paling kekar yang bernama Topan tadi kembali menghampiri Anjani. Karena masih belum terbiasa dengan sosok teman-teman pamannya, Anjani sedikit kaget meski tak separah tadi. Topan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Itu kresek hitam. Dan ... isinya adalah lipstik.
"Aku punya anak perempuan seusiamu. Hari ini dia minta dibelikan lipstik. Satu akan kuberikan untuknya. Dan yang satu ini hadiah dariku untukmu. Terimalah!" kata Topan.
Anjani tersentuh dengan pemberian itu. Rupanya hatinya begitu lembut, dan sepertinya sangat menyayangi anaknya. Teguran keras bagi Anjani agar tidak menilai kacang dari kulitnya.
"Terima kasih, Paman Topan. Aku senang, dan putrimu juga pasti senang." Anjani tersenyum tulus, kemudian pamit pergi menuju cafe Bro-Sis.
***
Meli memandang heran ke arah Anjani. Saat itu bentor berhenti karena abang bentor izin sebentar mengambil kue pesanan istrinya. Begitu abang bentor masuk ke sebuah toko kue, Anjani justru memanfaatkan momen itu untuk mencoba lipstik hadiah dari salah satu anak buah Paman Sam. Anjani mulai mengoleskan lipstik warna peach ke bibirnya setelah meminjam kaca bedak milik Meli.
"Anjani? Kau oke?" tanya Meli.
"Aku oke. Gimana, bagus nggak?" Anjani meminta pendapat Meli tentang lipstik yang baru saja dipakainya.
"Bagus, sih. Cocok. Kamu jadi keliatan lebih cantik. Tapi tumben banget, sih? Lipstik yang kita beli bareng waktu itu bahkan nggak kamu pakai sama sekali. Lah yang ini, dapat dikasih langsung dipakai."
"Nggak ada apa-apa sih, Mel. Mungkin karena hari ini mood-ku lagi bagus aja. Lagi happy."
"Ah! Baguslah kalau begitu. Aku jadi punya temen buat ngobrolin make up."
Anjani memang sedang dalam suasana hati yang baik. Selama ini dia memang enggan memakai bedak, lipstik, atau barang-barang lain yang disukai wanita. Itu karena Anjani lebih nyaman dengan penampilan yang biasa saja, natural. Entah kenapa, melihat Paman Topan memberinya hadiah, dia seakan merasakan kasih sayang yang sama, seperti ketulusan kasih sayang Paman Topan kepada putrinya. Anjani memakai lipstik itu karena menghargai pemberian Paman Topan.
***
Pukul 09.20 di cafe Bro-Sis
Dua gelas jus alpukat dengan tambahan kental manis cokelat pesanan Juno dan Dika telah datang. Tiga piring roti bakar keju ukuran jumbo juga sudah terhidang. Juno dan Dika duduk di bangku besar yang muat untuk sepuluh orang. Juno sengaja memilih bangku tersebut agar cukup untuk teman-teman yang sudah dia undang.
"Juno, ngapain pesen banyak-banyak. Kita kan cuma berempat. Cuma nongki doang. Paling ntar Meli yang mulai ngegosip lagi." Dika heran dengan pesanan Juno yang menurutnya terlalu banyak.
"Jangan terlalu dipikir, Dika. Biar aku yang traktir semua hari ini." Juno mantap berkata.
"Meli sama Anjani mana, sih?" Dika menengok ke arah pintu. Berharap dua temannya akan datang. Akan tetapi, Dika justru melihat Ken baru akan memasuki cafe. Dika terkejut karena ada seniornya. Lebih terkejut lagi saat Juno memanggil Ken dan seolah dia sudah menunggunya.
Ken bergegas menghampiri Juno dan Dika. Seperti biasa, Ken tampil keren dengan gaya casual. Senyumnya khas. Sungguh pantas menjadi salah satu idola di kampusnya.
"Juno, kau ngundang senior juga?" Dika bertanya dengan sedikit berbisik sebelum Ken sampai di mejanya.
"Tentu saja. Biar tambah rame." Juno ikut berbisik. "Mas Ken langsung pesen minum aja," kata Juno kemudian.
Ken langsung memesan dua gelas jus melon. Dia juga memesan sepiring roti canai rasa cokelat dengan taburan gula.
"Banyak amat, Mas Ken?"
"Kamu yang bayar, kan? Aku sumpahin berkah, deh!" kata Ken.
"Ah, iya deh. Mas Mario mana, Mas?
"Hah? Kamu ngundang Kak Mario juga? Gila, bro!" Dika kaget.
"Baru tau kalau Juno emang gila, ya? Haha .... Bentar lagi nyusul. Tungguin aja. By the way, mana Anjani sama Meli? Kok nggak keliatan?" tanya Ken penasaran. Tak lupa dia mulai memakan roti canai pesanannya.
"Tunggu aja, bentar lagi juga nongol." Juno menjawab sambil memeriksa pesan di smartphone miliknya.
Belum selesai Juno melanjutkan perkataannya, yang ditunggu-tunggu datang. Anjani dan Meli baru saja memasuki cafe. Meli lebih dulu melambai ke arah Juno dan Dika, dan lebih bersemangat lagi saat melihat Ken duduk di sana. Meli berlarian karena tak sabar duduk di sana. Sementara itu, Anjani tidak meniru jejak sahabatnya. Dia tetap berjalan santai.
Juno bangkit dari kursinya. Bukan untuk menyambut kedatangan teman-temannya. Namun, Juno berdiri karena dia terpesona. Bola matanya membulat, untuk beberapa detik tak berkedip. Sadar dengan sosok yang dilihatnya, Juno pun kemudian tersenyum.
"Bungaku telah menunjukkan pesonanya," kata Juno lirih.
"Woi, Juno! Pesenin aku minuman juga, dong. Persis Kak Ken." Suara Meli membuyarkan pandangan Juno pada Anjani.
"Ah, Meli. Ganggu aja, deh. Nih, makan rotinya dulu." Juno menyodorkan sepiring roti bakar keju kepada Meli.
"Anjani, tumben dandan hari ini?" Dika bertanya tanpa basa-basi.
"It's oke, Anjani. So beautiful. Mantap!" Ken mengacungkan dua jempol tangannya, kemudian kembali memakan roti canai miliknya.
Anjani hanya tersenyum menanggapi teman-temannya, karena sejujurnya Anjani tidak ingin dipuji. Kemudian, dia duduk di kursi yang berdekatan dengan Meli. Melihat Meli yang lahap memakan roti bakar keju, Anjani pun ikut mengambilnya satu dan mulai memakannya.
Tiba-tiba .... Meli mengeluarkan secarik kertas dari sling bag miliknya. Dengan tetap mengunyah roti bakar, Meli memberi isyarat pada Juno untuk segera membaca tulisan di kertas tersebut.
Tulisan di kertas yang diberikan Meli sukses membuat alis Juno terangkat sebelah. "Mel, buat apa ini?" tanya Juno kemudian.
"Itu daftar pertanyaan yang harus kau jawab. Kau sendiri yang bilang di grup chat, kan. Yang mau kepo-in Kak ... Hm, hmm .... Anjani!" Meli kaget karena tiba-tiba mulutnya dibekap oleh Anjani.
Tentu saja Anjani melakukan hal itu. Apa jadinya kalau orang yang hendak dikepo-in duduk di meja yang sama. Tidak bisa dibayangkan bagaimana reaksi Ken nantinya. Bisa saja malah bertanya hal-hal yang tidak perlu, atau bahkan malah besar kepala.
Meli mengerti kode yang diberikan Anjani. Sesaat setelah bekapan itu lepas, Meli nyengir lalu bergegas mengambil kembali kertas miliknya.
"Oke, Anjani mau pesan minum apa? Jangan bilang kopi tubruk dengan tambahan kental manis. Tapi oke juga sih kalau kamu ingin memesan itu." Juno terlihat bersemangat.
"Segelas air putih saja," pinta Anjani.
"Serius nggak mau yang manis-manis? Ups, lupa. Manisnya kan sudah ada di kamu." Juno menggombal.
Juno mendapat lemparan bola tisu. Lemparan itu berasal dari Meli yang tidak ingin mendengar Juno berkata hal-hal yang tidak penting.
"Juno, pesankan segelas juga untukku," kata Meli kemudian.
"Serius kau juga? Tumben?" tanya Juno memastikan pesanan Meli.
"Ya seriuslah. Buat kusiram ke mukamu, biar berhenti menggoda sahabatku." Meli terlihat kesal.
"Ahaha, santai dong, Mel. Bercanda, doang!" Juno membela diri.
Adu mulut itu terus berlangsung. Hingga tanpa disadari, di dekat bangku tempat mereka berkumpul sudah ada Mario. Anjani-lah yang pertama kali menyadari kehadiran Mario.
Mario datang dengan pakaian santai, tapi tidak mengurangi kesan tampan pada dirinya. Dia tidak datang dengan tangan kosong. Di tangannya sudah ada buket mawar putih dan kotak kado berukuran sedang. Bungkus kadonya begitu unik, dengan balutan pita bermotif hati.
Mario langsung memberikan bunga dan kotak kadonya kepada Anjani. Hal itu membuat Juno, Meli, dan Dika terkejut. Bagaimana dengan Ken? Ken terlihat biasa saja, bahkan dia kini beralih memakan roti bakar keju.
"Selamat bertambah usia, Anjani. Doa terbaik untukmu," kata Mario.
Anjani menerima bunga dan kadonya. Dia benar-benar tidak menyangka ada yang ingat dengan hari lahirnya. Senyum pun tiada henti menghiasi wajah manisnya.
"Terima kasih, Kak Mario. Ini sungguh berkesan. Apakah Kak Mario yang merencanakan pertemuan hari ini?" tanya Anjani.
"Tidak!" jawab Mario singkat, dan sukses membuat tanda tanya bagi Anjani. Pandangan Mario kini tertuju pada Juno. "Juno, 150 ribu plus ongkos kirim 25 ribu. Totalnya 175 ribu," kata Mario terus terang.
Mendengar itu membuat Juno bergegas menghampiri Mario, kemudian sedikit melontarkan protes karena bunga dan kadonya diberikan oleh Mario lebih dulu. Harusnya bunga dan kado pesanan itu Juno yang memberikan. Namun, protes itu sepertinya akan menjadi sebuah protes belaka tanpa ada balasan. Buktinya Mario bersikap biasa saja, seolah memang tak bersalah.
"Hehehe, rupanya Kak Mario alih kerjaan jadi ojol pengantar barang, ya." Anjani tertawa kecil dan tanpa basa-basi melontarkan argumennya lagi.
"Iya," jawab Mario singkat menanggapi pernyataan Anjani.
"What? Oh oh oh. Sepertinya aku butuh liburan." Ken tidak percaya dengan yang didengarnya, hingga berakhir dengan kata-kata pengalihan.
"Sudah-sudah. Oke, kalau begitu selamat ulang tahun Anjani. Semoga panjang umur dan makin cantik ke depannya." Meli memberi ucapan sambil mencubit gemas pipi Anjani.
Kejutan dari Juno untuk Anjani tidak sesuai rencananya. Akan tetapi, kejutan itu tidak sepenuhnya gagal. Buktinya Anjani terkejut dengan kadonya, meski yang memberikan bukan Juno. Ditambah lagi, Juno juga terkejut karena kejutannya diwakilkan oleh Mario. Ya, dapat disimpulkan bahwa kejutannya tetap berkesan.
"Anjani, kado dariku nyusul ya." Dika menegaskan, diikuti oleh Meli yang memang baru saja tahu kalau Anjani ulang tahun.
"Ini kado dariku dan Ken. Terimalah!" kata Mario sambil memberikan kotak kado berukuran kecil.
"What?" Ken kaget dengan ucapan Mario, tapi segera dia mengiyakan setelah mendapat lirikan tajam dari Mario.
"Anjani, jangan lupa kado dan bunga tadi dariku. Aku ingat hari ulang tahunmu sejak SMA." Juno tersenyum manis, kemudian sedikit membanggakan dirinya.
"Iya, Juno. Terima kasih, ya!" Melilah yang menanggapi perkataan Juno dengan nada tegas.
Setelahnya, semua larut dalam kebersamaan. Seperti biasa, Dika tetap logis dengan pemikirannya. Meli dengan nada cerewetnya. Ken dengan kebanggaan terhadap dirinya. Juno dengan rayuan-rayuannya. Anjani dengan sikap manisnya, tapi tetap bersedia jika ada yang ingin adu argumen dengannya. Dan ... Mario dengan sikap misteriusnya.
***
Pukul 7 malam, di rumah Paman Sam
Anjani duduk santai di kursi teras depan. Sementara itu, Paman Sam tengah asyik mengobrol dengan salah satu pembeli di warungnya. Anjani tersenyum mengamati kotak kado kecil di tangannya. Kotak kado sederhana dengan motif garis di bagian bungkusnya.
Perlahan, Anjani membuka kado yang menurut Mario itu adalah kado darinya dan Ken. Kado tersebut berisi sebuah bros perak berbentuk bunga. Juga, terdapat hiasan mata biru di tengahnya, tentu semakin memberi kesan manis pada bros tersebut.
"Misterius. Membuatku semakin ingin tahu siapa sebenarnya dirimu." Anjani berkata lirih. Dan ... untuk beberapa lama dia tetap dalam pemikirannya, ingin mengenal sosok Mario lebih jauh. Akan tetapi, pemikiran itu begitu cepat berganti dengan pemikiran lainnya. "Tidak, tidak, tidak! Tidak boleh, Anjani. Tetap fokus!" kata Anjani kemudian.
Demi mengusir pikiran-pikirannya tentang Mario, Anjani kemudian pergi ke kamarnya. Dia mengambil smartphone, kemudian mengetikkan sebuah pesan di grup chat "Geng Betulan".
Teman .... Liburan semester ini ke desaku, yuk!
Meli yang pertama kali menanggapi pesan tersebut. Dia setuju. Juno juga tidak kalah semangat, dia setuju. Disusul Dika yang juga penasaran dengan suasana desa tempat tinggal temannya, dia juga setuju. Akankah liburan semester mereka terlaksana? Bagaimana dengan Mario dan Ken, apakah mereka berdua juga akan bergabung?
***
❤like, vote, dan jejak komentarnya ya. Boleh juga kasih saran buat author. See You ❤
FB : Bintang Aeri
IG : bintang_aeri
Dukung karya author di sana ya 💙
Eh, aku juga punya cerita nih guys.
Nggak usah penasaran ya, karena bikin nagih cerita nya🥺
jgn lupa mampir juga di novelku dg judul "My Annoying wife" 🔥🔥🔥
kisah cewe bar bar yang jatuh cinta sama cowo polos 🌸🌸🌸
tinggalkan like and comment ya 🙏🙏
salam dari Junio Sandreas, jangan lupa mampir ya
salam hangat juga dari "Aster Veren". 😊