Ye Chen, sang "Kaisar Pedang Langit", pernah berdiri di puncak dunia kultivasi. Pedangnya ditakuti oleh Iblis dan Dewa di Sembilan Langit. Namun, di saat ia mencoba menembus ranah terakhir menuju keabadian, ia dikhianati dan dibunuh oleh saudara angkat serta kekasihnya sendiri demi merebut Kitab Pedang Samsara.
Namun, takdir belum berakhir baginya.
Ye Chen tersentak bangun dan mendapati dirinya kembali ke masa lalu. Ia kembali ke tubuhnya saat masih berusia 16 tahun—masa di mana ia dikenal sebagai murid sampah yang tidak berguna di Sekte Pedang Patah.
Sekte Pedang Patah hanyalah sekte kelas tiga yang sedang di ambang kehancuran. Pusaka mereka hilang, teknik mereka tidak lengkap, dan murid-muridnya sering menjadi bulan-bulanan sekte lain.
Tapi kali ini, ada yang berbeda. Di dalam tubuh pemuda 16 tahun itu, bersemayam jiwa seorang Kaisar yang telah hidup ribuan tahun.
Dengan ingatan tentang teknik kultivasi tingkat Dewa yang hilang, lokasi harta karun yang belum ditemukan...........
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rikistory33, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Umpan manusia di gerbang kuil kuno
Ye Chen bergerak melintasi pepohonan seperti bayangan. Berkat indra spiritualnya yang tajam dan pengalaman masa lalunya, dia dengan mudah menghindari sarang-sarang monster berbahaya. Dia tidak ingin membuang waktu dan tenaga untuk pertarungan yang tidak menghasilkan keuntungan.
Targetnya jelas yaitu Sinyal pelacak di tubuh Wang Teng yang kini diam di satu titik, sekitar lima kilometer di depan.
"Dia berhenti cukup lama," gumam Ye Chen.
"Pasti dia menemukan sesuatu yang menghalangi jalannya."
Semakin dekat ke lokasi, Ye Chen semakin mencium bau amis darah manusia, bercampur dengan aroma dupa kuno.
Ye Chen memperlambat langkahnya. Dia melompat ke dahan pohon tinggi yang tertutup dedaunan lebat, lalu mengintip ke bawah.
Di hadapannya, terdapat sebuah reruntuhan Kuil Kuno yang megah namun menyeramkan.
Dindingnya terbuat dari batu abu-abu yang ditumbuhi lumut merah. Di gerbang utamanya, terdapat segel energi berwarna kuning yang berkedip-kedip.
Di depan gerbang itu, terdapat puluhan orang.
Kelompok terbesar adalah Keluarga Wang, yang dipimpin oleh Wang Teng. Mereka berjumlah sekitar 20 orang, semuanya mengenakan baju zirah emas yang mencolok.
Namun, yang membuat mata Ye Chen menjadi dingin adalah apa yang ada di depan mereka.
Sekitar sepuluh kultivator bebas (kultivator tanpa sekte atau dari sekte kecil) sedang berlutut dengan tangan terikat. Wajah mereka babak belur dan penuh ketakutan.
"Tuan Muda Wang! Ampuni kami! Kami tidak sengaja lewat sini!" teriak salah satu tawanan.
Wang Teng duduk santai di atas kursi lipat yang dibawa pelayannya, sambil memakan buah anggur. Dia menatap tawanan itu dengan jijik.
"Kalian tidak bersalah," kata Wang Teng santai.
"Kalian hanya tidak beruntung. Segel Kuil ini adalah Segel Darah. Dia butuh 'kunci' untuk terbuka. Dan kuncinya adalah nyawa kultivator."
Wang Teng menunjuk tawanan yang berteriak tadi.
"Kau. Maju ke segel itu."
"TIDAK! TIDAK MAU!"
"Maju atau aku potong kakimu dulu baru kulempar ke sana?" ancam pengawal Wang Teng, seorang pria kekar dengan kapak besar.
Dengan gemetar dan menangis, tawanan itu dipaksa berjalan mendekati gerbang kuil. Begitu tubuhnya menyentuh lapisan cahaya kuning...
ZRAAAK!
Cahaya itu berubah menjadi lidah api yang melahap daging.
"AAAAARGHHH!"
Jeritan memilukan terdengar selama tiga detik, sebelum akhirnya tawanan itu hangus menjadi abu. Abu itu kemudian diserap oleh pintu gerbang, Dan membuat cahaya segel sedikit meredup.
Wang Teng mengangguk puas. "Lihat? Berhasil. Segelnya melemah 10%. Masih butuh sembilan orang lagi. Lanjutkan!"
Para tawanan lain menangis histeris, Dan mencoba memberontak, tapi mereka langsung dipukuli oleh pengawal Keluarga Wang.
Di atas pohon, Ye Chen menatap pemandangan itu dengan ekspresi datar. Dia bukan pahlawan keadilan. Di kehidupan lalunya, dia telah melihat hal yang jauh lebih buruk. Namun, dia sangat benci pada orang yang menyia-nyiakan sumber daya.
"Menggunakan darah manusia untuk membuka segel tingkat rendah seperti itu?" Ye Chen menggelengkan kepala. "Dasar amatir. Segel itu sebenarnya bisa dibuka dengan membalikkan aliran Qi di tiga titik akupunktur pintu.
“Wang Teng benar-benar bodoh."
Ye Chen memutuskan untuk turun tangan. Bukan untuk menyelamatkan tawanan, tapi karena dia butuh Wang Teng "membuka jalan" di dalam kuil nanti, bukan membuang waktu di luar sini.
Plus, harta rampasan dari mayat pengawal Wang Teng sepertinya lumayan.
Di bawah, pengawal Keluarga Wang hendak melempar tawanan kedua seorang gadis desa yang ketakutan.
"Jangan! Tolong!" gadis itu meronta.
"Diam kau, jalang!" Pengawal itu mengangkat tangannya untuk menampar.
Sreeet!
Suara angin tajam terdengar.
Tangan pengawal yang terangkat itu tiba-tiba terlepas dari sikunya. Darah menyembur ke wajah gadis itu.
"Hah?" Pengawal itu bengong sejenak menatap lengannya yang jatuh ke tanah, sebelum rasa sakit menyerang otaknya.
"AAAAAA! TANGANKU!"
"Siapa?!" Wang Teng melompat berdiri dari kursinya.
"Siapa yang berani menyerang Keluarga Wang?!"
Dari balik bayang-bayang hutan, sesosok pria bertopi bambu dan jubah hitam berjalan keluar. Langkahnya pelan, pedang hitam di tangannya meneteskan darah segar.
Ye Chen.
"Tuan Muda Wang," suara Ye Chen yang disamarkan terdengar berat dan serak.
"Caramu membuka pintu terlalu berisik. Kau mengganggu tidur siangku."
Wang Teng menyipitkan mata. Dia tidak mengenali Ye Chen karena penyamaran itu. Tapi dia bisa merasakan bahwa orang ini hanya berada di ranah Kondensasi Qi.
"Hah? Hanya semut Kondensasi Qi?" Wang Teng tertawa meremehkan.
"Kau punya nyali mencampuri urusanku. Pengawal! Bunuh dia! Jadikan dia umpan segel berikutnya!"
Tiga pengawal elit Wang Teng semuanya Pembentukan Pondasi Tahap Awal menerjang maju.
"Mati kau, orang asing!"
Mereka meremehkan Ye Chen. Mereka tidak menggunakan teknik penuh, hanya serangan fisik biasa dengan senjata mereka adalah
Kesalahan fatal.
Ye Chen tidak berhenti berjalan. Dia mengangkat Pedang Iblis Langit-nya.
Ujung pedang itu berkilau dingin.
"Satu Langkah, Satu Nyawa."
Ye Chen menghilang dari pandangan mereka.
Cras! Cras! Cras!
Tiga suara tebasan terdengar hampir bersamaan.
Ye Chen muncul kembali di belakang ketiga pengawal itu, dalam posisi menyarungkan pedang.
Ketiga pengawal itu mematung. Senjata mereka, pedang baja, tombak besi, dan perisai, semuanya terpotong rapi menjadi dua bagian.
Dan bukan hanya senjata mereka.
Garis merah muncul di leher mereka.
Bruk. Bruk. Bruk.
Tiga kepala jatuh menggelinding ke tanah. Tubuh mereka menyusul kemudian.
Para tawanan yang melihat itu ternganga, lupa untuk bernapas. Tiga ahli Pembentukan Pondasi... mati dalam satu kedipan mata?
Wang Teng mundur selangkah, wajahnya pucat. "Ke-Kecepatan apa itu? Dan pedang itu... menembus Perisai Baja Hitam seperti kertas?"
Ye Chen berbalik perlahan menghadap Wang Teng.
"Sekarang," Ye Chen menunjuk sisa tawanan yang masih hidup.
"Lepaskan mereka."
"Kau..." Wang Teng menggertakkan gigi.
Dia baru saja menelan pil dan naik ke Pembentukan Pondasi, harga dirinya sedang tinggi-tingginya. Dia tidak terima diperintah oleh orang asing.
"Kau pikir kau siapa?! Aku adalah Wang Teng! Aku punya pusaka pelindung!"
Wang Teng merobek kalung di lehernya. Sebuah perisai cahaya emas berbentuk lonceng raksasa muncul melindungi dirinya dan sisa pasukannya. Lonceng Emas Vajra (Artefak Tingkat Tinggi).
"Hahaha! Lonceng ini bisa menahan serangan Inti Emas sekalipun! Kau tidak bisa menyentuhku!" teriak Wang Teng dari dalam kubah emas.
"Panah dia!"
Anak buah Wang Teng yang tersisa di dalam kubah mengeluarkan busur panah dan mulai menembaki Ye Chen.
Ye Chen menatap kubah emas itu dengan tatapan bosan.
"Menahan serangan Inti Emas?"
Ye Chen mengangkat pedangnya. Ujung pedang yang merupakan pecahan meteorit asli itu berdengung.
Atribut Khusus, Penetrasi Mutlak.
"Mari kita lihat apakah 'Mutlak' ini benar-benar mutlak."
Ye Chen menerjang maju, mengabaikan hujan anak panah. Dia menepis anak-anak panah itu dengan Qi Pelindung-nya, lalu melompat tinggi dan menghujamkan pedangnya lurus ke puncak kubah emas Wang Teng.
TING!
Ujung pedang bertemu dengan perisai cahaya.
Wang Teng tertawa. "Sia-sia! Kau..."
KRAK!
Tawa Wang Teng terhenti.
Di titik pertemuan pedang dan perisai, retakan muncul. Ujung hitam pedang Ye Chen mengebor masuk, merobek struktur energi lonceng itu seperti jarum memecahkan balon.
PRANG!
Kubah emas itu hancur berantakan menjadi serpihan cahaya.
Ye Chen mendarat tepat di depan wajah Wang Teng. Pedang hitamnya menempel di leher Tuan Muda yang sombong itu.
"Perisaimu sangat palsu," bisik Ye Chen.
Wang Teng gemetar hebat. Kakinya lemas dan dia jatuh terduduk. Bau pesing mulai tercium dari celananya. Kematian ada tepat di depan matanya.
"J-Jangan bunuh aku! Ayahku kaya! Aku bisa memberimu Batu Roh! Aku bisa memberimu wanita! Apapun!"
Ye Chen menatapnya dingin. Membunuh Wang Teng sekarang memang mudah, tapi... dia butuh
"penunjuk jalan". Kuil ini penuh jebakan kuno.
"Aku tidak butuh uangmu. Aku butuh jasamu," kata Ye Chen.
Dia menarik pedangnya, tapi sebelum Wang Teng sempat lega, Ye Chen menjejalkan sebuah pil hitam ke mulut Wang Teng dan memaksanya menelan.
"Uhuk! A-Apa itu?!" Wang Teng terbatuk.
"Racun Jantung Busuk. Jika dalam 24 jam kau tidak mendapatkan penawarnya dariku,
jantungmu akan membusuk dan mencair," Ye Chen berbohong (itu cuma bola lumpur yang dilapisi sedikit Qi beracun, tapi efek psikologisnya sama).
"Sekarang," Ye Chen menunjuk ke gerbang kuil.
"Jadilah anjing yang baik. Buka pintu itu, dan berjalanlah di depan untuk memicu semua jebakan bagi Tuanmu ini."
Wang Teng menangis dalam hati. Tuan Muda yang Agung dari Ibukota... kini menjadi pembersih ranjau?
"Ba-Baik, Tuan..."
Wang Teng dengan terpaksa memerintahkan sisa anak buahnya (yang masih hidup) untuk membuka gerbang, kali ini menggunakan metode normal (serangan energi gabungan) karena Ye Chen melarang pengorbanan manusia.
DUMMM!
Gerbang Kuil Kuno terbuka lebar, mengeluarkan hawa dingin yang menusuk tulang.
"Masuk," perintah Ye Chen.
Wang Teng dan sisa pasukannya berjalan masuk dengan gemetar. Ye Chen mengikuti di belakang dengan santai, setelah memberi isyarat pada para tawanan bebas untuk segera lari menyelamatkan diri.
Begitu mereka masuk ke dalam kegelapan kuil, Ye Chen tersenyum tipis di balik topinya.
Kuil Tulang Putih... Di dalamnya tersimpan 'Api Hati Teratai' jika aku tidak salah ingat. Itu akan menjadi bahan bakar kedua untuk evolusi tubuhku.
Namun, saat Ye Chen melangkah masuk, dia merasakan tatapan lain di punggungnya. Tatapan dari arah hutan, dari tempat yang sangat jauh.
Si Gagak Mata Tiga tadi masih mengikutiku? batin Ye Chen waspada. Putri Iblis itu sabar juga.
Pintu gerbang kuil perlahan menutup sendiri di belakang mereka, mengunci mereka di dalam kegelapan.
Permainan bertahan hidup yang sebenarnya baru saja dimulai.