"Aku tidak butuh uangmu, Pak. Aku hanya butuh tanggung jawabmu sebagai ayah dari bayi yang aku kandung!" tekan wanita itu dengan buliran air mata jatuh di kedua pipinya.
"Maaf, aku tidak bisa!" Lelaki itu tak kalah tegas dengan pendiriannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketemu sindy
"Ish, malah bengong lagi. Suapin aku Sofia!" tegur Axel demi melihat Sofia terpaku dengan tatapan tidak percaya.
"B-bapak serius minta aku suapin?" tanya Sofia masih tidak percaya.
"Aku seriuslah. Mana mungkin aku bisa makan duren sambil nyetir."
"Tapi tadi aku habis garuk-garuk. Beneran masih mau aku suapin?"
"Kamu garuk apaan sih? Ish, kamu kenapa jorok banget jadi perempuan?" intrupsi Axel menatap kesal.
Sofia tersenyum melihat ekspresi Axel. Siapa suruh bersikap manja segala. Bukan tidak mau, tetapi hanya mencoba untuk menjaga hati agar tak menjadi baper. Karena ia sangat yakin sikap Axel seperti ini tidak sungguh-sungguh. Bisa jadi memang bawaan bayi, seperti yang pernah di katakan oleh dokter Seno.
"Namanya gatel, ya tentu di garuklah," jawab Sofia acuh.
"Gimana, jadi nggak aku suapin?" tawar Sofia masih dengan senyuman.
"Nggak jadi!" tolak Axel seraya menambah sedikit kecepatan kendaraannya.
Tak berselang lama, kini mobil Axel sudah sampai di RS. Setelah memarkirkan mobil, Pasangan itu segera masuk. Tapi sebelum menuju poli masing-masing, Axel terlebih dahulu menghubungi mama. Karena mama yang telah mengambil nomor antrian untuk mereka.
"Ma, aku dan Sofia sudah di lobby," ucap Axel di telpon
"Tunggu mama di sana. Mama akan kesana sekarang," jawab mama.
"Baiklah."
"Nggak telpon dokter Seno juga?" tanya Sofia.
"Ngapain nelpon dokter Seno?" Axel balik tanya.
"Ya nggak ngapa-ngapain, kan dia dokter aku," jawab Sofia acuh.
Axel menatap penuh selidik. "Kamu benaran suka sama Seno?"
Sofia menatap malas. "Nggak usah mulai ya, Pak. Aku lagi malas berdebat disini."
"Biasa aja kali, nggak perlu marah begitu. Biasanya kalau marah itu tandanya iya."
"Iya apa? Nggak usah nuduh sembarangan!"
"Ya Allah, volume suaramu itu bisa di kecil sedikit nggak sih? Ini di RS!" geram Axel.
"Makanya nggak usah mulai lagi."
"Kalian kenapa? bertengkar lagi?" seru mama yang baru saja datang.
"Tahu nih orang. Bawaannya sensi Mulu," jawab Axel menatap kesal pada Sofia.
"Bu maaf, tapi tadi pak Axel ngomongnya selalu menyakitkan," jawab Sofia mencoba meluruskan.
Mama menatap tajam pada Axel. Kenapa susah sekali memberi tahu putranya yang satu ini. Ia juga heran, kenapa Axel dan Sofia seperti menyimpan masalah terpendam. Apakah sebelumnya mereka pernah bertemu?
"Aku minta maaf," jawab Axel mencoba untuk menekan egonya. Apalagi di hadapan mama.
"Yasudah, ayo sekarang kalian ikut mama!" Mama menuju sebuah pendaftaran. Lalu membawa dua kertas yang di berikan kepada Axel dan Sofia.
"Ini nanti kalian berikan pada perawat yang ada di poli masing-masing. Tapi dokter penyakit dalamnya masih tiga puluh menit lagi, kamu temani Sofia dulu ya di poli kandungan. Kasihan kalau duduk sendirian nggak ada teman ngobrol," titah mama
"Ck, kok aku yang temani Ma?" protes Axel. Jika ia menemani Sofia, pastinya orang akan berpikir Sofia adalah istrinya.
"Emangnya kenapa? Kamu cuma Nemani saja tidak mau? Sementara Seno banyak membantu, bahkan dia menunda keberangkatannya keluar kota demi Sofia. Bukankah mama sudah katakan kalian anggap Sofia ini sebagai adik sendiri?" intrusi mama.
"Ya baiklah. Nggak perlu pake urat juga kali ma."
"Ayo aku temani kamu!" Axel membawa Sofia menuju poli kandungan
Sofia hanya menurut saja. Tak ingin bawa perasaan. Meskipun ia tahu dari nada bicara Axel sangat tidak menyukai dirinya. Tetapi tidak apa-apa, untuk kali ini saja axel mau menemaninya. Setidaknya orang tidak menganggap dirinya hamil di luar nikah.
Pasangan itu menuju poli kandungan. Mereka duduk di barisan wanita hamil lainnya yang tengah menunggu antrian juga. Tentunya mereka juga di temani oleh pasangan mereka.
"Nanti kalau ada yang tanya, jangan terlalu jujur," ucap Axel setengah berbisik di samping Sofia.
"Maksudnya, aku harus bilang kalau bapak suami aku?" tanya Sofia tidak paham.
"Iyalah, emangnya kamu mau ngomong kalau aku bukan suami kamu, tetapi akulah lelaki yang menghamili kamu, begitu?"
"Ya kan memang begitu kenyataannya," jawab Sofia acuh.
"Kamu nggak usah mulai lagi, Sofia. Kamu tahu tempat nggak sih?" intrupsi Axel menatap kesal.
"Makanya nggak usah mancing duluan. Pintarnya cuma ngajarin aku berbohong. Semoga nanti anakku tidak ketularan kamu," jawab Sofia membuat Axel membuang nafas kasar.
"Hamil anak ke berapa, Mbak?" tanya seorang ibu muda yang duduk di samping Sofia.
"Ah, anak pertama. Mbaknya anak ke berapa?" tanya Sofia dengan senyum hangat.
"Saya anak kedua. Mbaknya cantik banget, pasti nanti anaknya cowok," timpal wanita itu tak kalah ramah.
"Serejekinya saja mbak, cowok cewek sama saja. Mbak juga cantik sekali. Suaminya juga tampan, pasti nanti baby-nya tampan atau cantik. karena ayah ibunya bibit unggul," imbuh Sofia membuat lelaki yang ada di sampingnya menggeleng kecil.
"Ah, mbak bisa saja. Mbak dan suaminya juga cantik dan tampan."
"Ah, ini bukan sua...."
"Terimakasih untuk pujiannya mbak," potong Axel menatap tajam pada Sofia.
Saat mereka sedang ngobrol, terdengar suara pintu ruangan dokter terbuka. Terlihat seorang wanita muda keluar dari ruangan tersebut. Namun, netranya seketika mendapati sosok lelaki yang sengaja menghindarinya.
"Mas Axel!" panggil sindy seraya menghampiri Axel yang masih duduk di samping Sofia.
"Sindy! Kamu ngapain ada di sini?" tanya Axel seraya berdiri dari duduknya.
"Itu tidak penting Mas. Aku yang tanya kenapa kamu ada disini?" Tatapan sindy beralih pada Sofia. "Jadi ini alasan kamu mengakhiri hubungan kita secara mendadak, Mas? Rupanya kamu sudah menikah?"
"Sin, tolong jangan buat keributan disini. Nanti akan aku jelaskan yang sebenar. sekarang kamu pergi dulu ya."
"Aku tidak mau, Mas. Kamu harus menjelaskan siapa dia?"
"Dia bukan siapa-siapa...."
Sofia tersenyum miris mendengar pernyataan Axel. Untuk apa lelaki ini memintanya berbohong, terapinya nyatanya dia sendiri yang mengatakan yang sebenarnya.
"Ibu Sofia Alena!" panggil suster.
"Saya, Sus!" jawab Sofia seraya berlalu dari hadapan Axel dan sindy. Ia tidak ingin lagi ada di sana.
Sofia memasuki ruang dokter tampan itu. Terlihat pak dokter tengah fokus menatap layar laptop yang ada di hadapannya. Kedatangan Sofia mengalihkan atensinya.
"Hei, ternyata bumil sudah datang," sambut Seno tersenyum lembut.
Sofia hanya mengangguk dan membalas dengan senyuman. Sikap Seno sangat berbeda dengan Axel. Boleh nggak sih takdir di rubah saja.
"Gimana tadi, udah keturutin ngidamnya?" tanya Seno seraya mempersilahkan Sofia untuk berbaring di bed pasien.
"Sudah dok," jawab Sofia singkat seraya berbaring.
"Tapi nggak banyak-banyak makan durennya kan?"
"Nggak dok, cuma dua buah daging duren saja," jawab Sofia jujur.
"Bagus kalau begitu. Maaf, aku periksa dulu ya," ucap Seno meminta izin terlebih dahulu.
Untuk pasien yang satu ini, Seno langsung yang turun tangan, dari mulai cek tensi, berat badan, cek detak jantung bayi, hingga tinggi fundus. Tentu saja hal itu membuat suster merasa heran, siapakah wanita hamil ini, kenapa dokter Seno terlihat sangat peduli?
"Alhamdulillah semuanya normal dan bagus. Sekarang kita USG dulu ya. Ayo berbaring di bed yang di sana. Tolong di bantu ya sus!" titah sang dokter.
"Baik Dok. Ayo Bu!" suster membantu Sofia untuk menuju bed pasien yang ada di dekat alat usg.
Seno masih mengamati file yang ada di tangannya. Pintu ruangannya terbuka sehingga membuatnya mengalihkan tatapannya.
"Eh Bang, mau ngapain kesini?" tanya Seno saat Axel masuk ke ruangannya.
"Nggak, aku cuma mau lihat perkembangan bayinya Sofia," jawab Axel membuat Seno menatap heran.
"Kamu kenapa menatapku seperti itu? Aku nggak boleh tahu?" protes Axel.
"Bukan nggak boleh, tapi tumben sekali. Jangan bilang Abang udah mulai menyukai Sofia?" bisik Seno.
"Ish, apaan sih pikiran kamu. Bukannya mama meminta kita untuk bersikap baik dan peduli pada Sofia bagaikan adik sendiri?" jawab Axel masih saja dengan seribu kebohongan demi menutupi kebohongan yang sesungguhnya.
"Ah, syukurlah jika memang begitu." Seno merasa lega.
"Sen, aku boleh tanya sesuatu sama kamu?" ucap Axel tampak wajahnya sedikit tegang.
"Abang mau tanya apa?"
"Wanita yang tadi keluar dari sini, dia sakit apa?" tanya Axel memberanikan diri. Ia merasa penasaran untuk apa sindy ke poli kandungan.
"Yang mana? Perasaan pasien aku wanita semua?" jawab Seno mengerutkan keningnya.
"Itu pasien kamu yang keluar sebelum Sofia."
Seno mencoba mengingat siapa wanita yang di maksud oleh abangnya.
"Maksud Abang, wanita yang bernama sindy anggriani?" tanya Seno seraya membuka file wanita itu.
"Ya benar. Dia sakit apa?"
"Ntar dulu, Abang kenal sama tuh cewek?" tanya Seno curiga.
"Y-ya, dia teman Abang waktu kuliah dulu."
"Oh teman, kalau begitu aku nggak boleh memberitahu. Karena aku harus menjaga kode etik sebagai seorang dokter."
"Sen, kamu kok gitu sih? Kamu nggak percaya sama aku?" Axel memaksa Seno untuk memberitahu penyakit sindy. Untungnya Seno tidak ngeh bahwa sindy pasiennya itu adalah wanita yang membuat otak abangnya error.
"Abang apaan sih. Aku nggak bisa bang, karena wanita itu...." Seno tak meneruskan ucapannya. Ia menatap Axel dengan mulut sedikit ternganga.
"Apakah dia sindy pacar Abang?" tanya Seno benar sekali.
Bersambung.....