NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Sang Kapten

Jerat Cinta Sang Kapten

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikahi tentara / Duda / Cintapertama
Popularitas:19.9k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Jhonatan Wijaya, seorang Kapten TNI yang dikenal kaku dan dingin, menyimpan rahasia tentang cinta pandangan pertamanya. Sembilan tahun lalu, ia bertemu dengan seorang gadis di sebuah acara Akmil dan langsung jatuh cinta, namun kehilangan jejaknya. Pencariannya selama bertahun-tahun sia-sia, dan ia pasrah.

Hidup Jhonatan kembali bergejolak saat ia bertemu kembali dengan gadis itu di rumah sahabatnya, Alvino Alfarisi, di sebuah batalyon di Jakarta. Gadis itu adalah Aresa, sepupu Alvino, seorang ahli telemetri dengan bayaran puluhan miliar yang kini ingin membangun bisnis kafe. Aresa, yang sama sekali tidak mengenal Jhonatan, terkejut dengan tatapan intensnya dan berusaha menghindar.

Jhonatan, yang telah menemukan takdirnya, tidak menyerah. Ia menggunakan dalih bisnis kafe untuk mendekati Aresa. Ketegangan memuncak saat mereka bertemu kembali. Aresa yang profesional dan dingin, berhadapan dengan Jhonatan yang tenang namun penuh dominasi. Dan kisah mereka berlanjut secara tak terduga

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

Subuh baru saja lewat ketika Arian mengetuk kamar adiknya. Aresa tengah duduk di tepi kasur, wajahnya tenang tapi matanya menyimpan sesuatu yang berat. Begitu melihat sang kakak, ia tersenyum kecil.

“Dek, hati-hati ya,” ujar Arian lembut, nada suaranya mengandung kekhawatiran yang jarang ia tunjukkan.

“Iya, Mas. Tenang aja,” balas Aresa pelan sambil menatap kakaknya.

“Mas nggak bisa tenang, Dek,” aku Arian jujur.

“Kenapa?” tanya Aresa dengan dahi berkerut.

“Mas takut wanita licik itu masih mengirim mata-mata buat kamu. Mas nggak suka kamu jadi target,” kata Arian, menatap lurus pada adiknya.

Aresa tersenyum tipis, berusaha menenangkan. “Sudahlah, biarin aja, Mas. Aku enggak salah. Aku juga enggak punya hubungan apa-apa sama Kapten Jhonatan. Dia aja yang terlalu bereaksi. Tapi aku akan tetap mainkan peranku dengan benar,” ujarnya mantap.

Arian menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, “Iya, tapi tetap hati-hati. Jangan gampang percaya sama siapa pun.”

“Iya, Mas,” jawab Aresa lembut.

Mereka saling berpelukan — hangat, singkat, tapi penuh arti. Setelah melepas pelukan, Arian mengajak sarapan.

“Yuk, sarapan dulu,” ajak Arian.

“Ayok,” sahut Aresa sambil tersenyum.

Di meja makan hanya ada roti tawar, selai cokelat, dan dua gelas susu. Sunyi, hanya suara sendok dan detak waktu yang berjalan pelan.

“Mas nanti mau balik ke apartemen juga,” ujar Arian setelah meneguk susunya.

“Oh iya, Mas. Terus Vero kapan balik?” tanya Aresa penasaran.

“Mungkin beberapa hari lagi, nunggu urusan di sana kelar,” jawab Arian datar.

Aresa mengangguk.

“Sana siap-siap. Nanti Mas antar ke terminal,” tawar Arian.

“Nggak usah, Mas. Aku udah pesan ojek, biar cepat,” tolak Aresa halus.

“Ya sudah,” kata Arian sambil berdiri. “Mas ke kamar dulu.”

Di meja makan, Aresa merapikan bekas makannya dahulu baru pergi ke kamar untuk bersiap.

Tak lama kemudian, Aresa keluar dari kamar dengan ransel di punggung. Pakaiannya sederhana, tapi wajahnya segar. Ia menghampiri Arian yang sudah siap di ruang tengah, mencium tangan kakaknya.

"Pergi dulu, Mas. Assalamualaikum," pamit Aresa.

"Iya, Waalaikumsalam. Hati-hati," balas Arian.

Pintu tertutup pelan, meninggalkan Arian yang masih berdiri lama di ruang tamu, menatap arah kepergian adiknya.

****

Di tempat lain, Jhonatan sudah siap sejak matahari belum tinggi. Ia memeriksa mobilnya sekali lagi. Bus yang ditumpangi Aresa dijadwalkan berangkat pukul tujuh, dan entah kenapa, pikirannya sejak tadi tertuju ke sana.

Ia sebenarnya ingin menjemput Aresa langsung, tapi tahu gadis itu akan risih. Maka ia memilih cara lain: cukup memastikan Aresa aman, dari jauh.

“Vin, gue berangkat dulu,” kata Jhonatan saat berpamitan.

"Iya, hati-hati, Jo. Gue berangkat agak siangan. Lo harus sabar ngikutin bus," ujar Alvino mengingatkan.

"Pasti. Gue pergi Vin."

Jhonatan mengemudikan mobilnya cukup santai ke terminal. Ia ingin berangkat bersamaan dengan bus Aresa. Saat sampai di area terminal, ia tidak keluar dari mobilnya. Tapi ia berharap bisa melihat Aresa sebelum naik kedalam bus. dan keberuntungan berpihak padanya— Aresa muncul.

Datang dengan ojek, memakai kaus longgar, celana kain, dan jilbab senada. Sederhana, tapi tetap punya pesona yang anehnya sulit dijelaskan. Jhonatan terdiam sesaat, senyum tipis terukir di bibirnya.

“Kamu cantik, Res,” bisiknya nyaris tanpa suara, Senyum tipis yang sangat jarang ia tunjukkan terukir di wajahnya.

****

Sementara itu, Aresa yang baru turun dari ojek sempat melihat mobil yang tak asing.

“Itu... mobil Kapten Jhonatan! Kenapa ada di sini?” batinnya waspada.

Ia sempat merasa seperti ada yang mengawasinya, tapi ia memilih tak peduli. Ia naik ke bus, duduk di kursi dekat jendela, dan menghela napas panjang. Tak lama kemudian, bus mulai berjalan.

Aresa bersandar, menatap jalanan yang mulai ramai. Di kepalanya, bayangan tentang Liam muncul lagi.

“Liam benar-benar nggak ada kabar. Bahkan teman-temannya juga nggak tahu dia di mana. Mungkin sudah saatnya aku melepaskanya,” batinnya lirih. Pandangannya mulai kabur, hingga akhirnya ia terlelap.

Ia baru terbangun beberapa jam kemudian. Ponselnya menunjukkan baru setengah perjalanan—masih jauh. Perjalanan Jakarta ke kampungnya bisa memakan waktu dua belas jam.

****

Beberapa jam kemudian, bus berhenti di rest area. Aresa turun untuk ke toilet dan membeli makanan ringan. Di saat yang sama, Jhonatan — yang masih mengikuti dari jarak aman — juga berhenti.

Takdir mempertemukan mereka di depan toilet.

“Loh, Res? Kamu kok di sini?” tanya Jhonatan pura-pura kaget.

“Eh, Kapten Jhonatan. Iya, saya mau pulang kampung,” jawab Aresa dingin.

“Sendirian?” tanya Jhonatan lagi.

“Iya, Kapten. Saya permisi.” Aresa segera beranjak pergi.

“Res, tunggu!” panggil Jhonatan.

Aresa menoleh, menatapnya datar.

“Ayo ikut saya aja naik mobil. Lebih cepat dan nyaman. Nanti saya antar sampai rumah,” bujuk Jhonatan.

“Tidak, terima kasih, Kapten,” tolak Aresa tegas lalu melangkah pergi tanpa menoleh lagi.

Jhonatan menghela napas dan tak memaksa. Ia tahu gadis itu keras kepala, dan justru itu yang membuatnya semakin tertarik.

****

Di apartemen Arian, suasana berbeda. Sudah ada Azzam yang duduk cemberut dan Alvino yang sengaja mampir sebelum berangkat.

“Jhonatan udah berangkat tadi pagi,” lapor Alvino.

“Oke, Mas,” jawab Arian. Ia menoleh ke Azzam. “Gimana, Zam? Orang suruhan lo udah ada di bus yang sama dengan Aresa, kan?”

“Aman, Yan. Mereka udah standby di sana. Orang suruhan Sella juga kelihatan ngikutin ke terminal,” lapor Azzam. “Tapi Aresa pinter banget. Dari kemarin kalo pergi, dia naik ojek dari kos depan pabrik. Jadi orang Sella ngiranya dia tinggal di sana.”

Arian tersenyum bangga. “Adik gue memang jenius.”

Alvino tertawa kecil. “Terus rencana kalian gimana?”

“Kita mau nguntit Sella,” jawab Arian mantap.

Azzam langsung mendengus. “Arian, please! Udah tahu weekend, malah ngajak main mata-mata.”

Alvino terkekeh. “Yang penting bayaran double, Zam. Jangan ngeluh.”

“Gue nurut cuma karena duit, Mas. Kalau nggak, udah gue smack si Arian ini,” gerutu Azzam.

“Coba aja,” ledek Arian.

Alvino melirik jam tangannya. “Gue pamit. Udah waktunya nyusul Resa. Hati-hati, kalian.”

****

Pukul sembilan pagi, Arian dan Azzam mulai bergerak. Mereka meluncur menuju rumah Sella—alamat yang mereka dapat dari orang suruhan sebelumnya.

Udara pagi terasa ringan, tapi suasana di dalam mobil justru dipenuhi ketegangan halus. Arian duduk tegak di kursi depan, matanya tajam menatap jalan, sementara Azzam sibuk memainkan jari di setir, menahan rasa penasaran yang makin membuncah.

Rumah Sella tampak megah dengan pagar tinggi dan halaman yang luas. Mobil-mobil mewah berjajar rapi di depan garasi, memantulkan cahaya matahari pagi.

Azzam bersiul pelan. “Rumahnya gede banget, Yan. Duit dari mana segitu banyak, ya?”

“Udah, jangan ribut. Fokus aja,” jawab Arian tenang, tapi matanya tak lepas dari halaman rumah itu.

Tak lama, pagar otomatis terbuka. Sella keluar dari rumah dengan penampilan yang seperti biasa menonjol—rambut tertata rapi, kacamata hitam, tas branded menggantung di lengannya. Ia melangkah masuk ke mobil yang sudah menunggu di depan.

“Gerak,” ucap Arian cepat.

Azzam segera menyalakan mesin dan mengikuti dari jarak aman. Jalanan mulai ramai, tapi mobil mereka tetap menjaga posisi. Beberapa menit kemudian, kendaraan Sella berhenti di sebuah restoran mewah di kawasan elit.

“Mau ke mana juga itu orang?” tanya Azzam penasaran, suaranya pelan tapi terdengar jelas.

“Udah, ikuti aja. Nanti juga ketahuan,” sahut Arian tanpa menoleh.

Begitu Sella turun, Arian dan Azzam ikut masuk ke restoran. Mereka memilih duduk agak di belakang, cukup jauh agar tak mencolok, tapi masih bisa mendengar percakapan di meja Sella.

Di sana, Sella tampak duduk berhadapan dengan seorang wanita paruh baya berpakaian elegan—tampak seperti sosialita dengan perhiasan berkilau di pergelangan tangan.

“Maaf, Tante, nungguin lama ya,” kata Sella sopan, menunduk sedikit.

“Enggak, Sayang. Baru sebentar kok,” jawab wanita itu ramah.

Sella membuka tas kecilnya, mengeluarkan ponsel, lalu memperlihatkan sebuah foto di layar. “Ini, Tante, perempuan yang membuat Jhonatan menolak aku. Penampilannya… kampungan banget, kan?”

Wanita itu menatap layar ponsel dengan ekspresi jijik yang tak ditutupi. “Astaga, seperti gembel! Sangat tidak cocok dengan Jhonatan,” katanya dengan nada sinis.

Sella tersenyum puas. Arian dan Azzam saling pandang, dan tanpa perlu berkata, mereka tahu: wanita itu kemungkinan besar ibu Jhonatan.

Percakapan antara Sella dan wanita itu berlanjut dengan nada merendahkan, diselingi tawa kecil dan pandangan congkak.

Azzam mencondongkan tubuh sedikit, lalu berbisik pelan, “Adik lo emang kelihatan sederhana, tapi gajinya lebih gede dari gue, Yan,” ujarnya terkekeh.

Arian tertawa kecil. “Iya, gue juga heran. Aresa gajinya gede, tapi penampilannya biasa aja. Jangan salah, bajunya mahal-mahal, cuma modelnya aja sederhana.”

Azzam mengangguk. “Sederhana tapi elegan.”

“Iya. Gue nggak peduli dia kaya atau nggak. Yang penting dia bahagia,” ujar Arian tulus, menatap arah Sella pergi.

“Mau lanjut apa gimana?” tanya Azzam.

Arian berpikir sejenak, lalu menghela napas pelan. “Udah, lah. Kita udah dapet yang kita mau. Pulang aja.”

Mereka berdiri dari kursinya. Di luar, mobil Sella sudah melaju meninggalkan restoran. Arian menatap arah kepergian itu beberapa detik—tanpa ekspresi, tapi sorot matanya tajam.

Sebuah senyum samar muncul di wajahnya. “Permainannya baru dimulai,” gumamnya lirih.

Azzam menatapnya bingung. “Hah? Lo ngomong apa?”

“Nggak,” jawab Arian singkat, lalu berjalan lebih dulu menuju pintu keluar.

Azzam hanya mengangkat bahu, tapi langkahnya mengikuti.

Di belakang mereka, sisa percakapan di restoran masih menggantung samar di udara—meninggalkan tanda tanya besar tentang rencana apa yang sebenarnya sedang dipersiapkan Sella dan wanita itu.

1
Mutia Kim🍑
Aduhh yang khawatirkan Aresa🤭
Mutia Kim🍑
Apa mereka suruhan Sella atau Jhonatan?
rokhatii: Orang suruhan sella & Jhonatan
total 1 replies
Shin Himawari
mau makin tanggung jawab Jo? nikahin aja Aresa nya langsung🤣
rokhatii: belum berani kak🤭🤭
total 1 replies
Shin Himawari
hayoo mas kapten ujian restu pertama harus kamu selesaikan nii🤭
rokhatii: bentengnya banyak ini kak sulit
total 1 replies
Wida_Ast Jcy
waduh.... gawat donk. kabur aja lah kamu joe
rokhatii: seorang pria sejati tidak akan kabur 🤣🤣🤣
total 1 replies
Wida_Ast Jcy
nah siap siap dech kamu dpt masalah besar
rokhatii: masalah kecil kok kak🤣🤣🤣
total 1 replies
Nurika Hikmawati
lgsg pgn dibawa pulang aja /Facepalm/
Nurika Hikmawati
jadi jonathan ini duda ya?
rokhatii: duren sawit lebih tepatnya kak🤣🤣🤣
total 1 replies
Nurika Hikmawati
Jonathan jatuh hati pada pandangan pertama
sunflow
pemanasan dlu bang
rokhatii: biar nggak sakit badan🤣🤣
total 1 replies
sunflow
lindungi aresa dari belatung nangka bang..
rokhatii: aduh gawa kok bisa ada belatung nangka🤣🤣🤣
total 1 replies
sunflow
iya tahanan rumah tp ga perlu lapor
sunflow
duda to bang jho
rokhatii: duren sawit ini boss 🤣🤣
total 1 replies
mama Al
wah cocok camer dan cantu
mama Al
wkwkwkw... Kena jebakan Batman
mama Al
koreksi diri apa yang membuat kamu di tolak.
mama Al
susah juga ya, pengen yang enak-enak
kim elly
baru kenal udah curhat
rokhatii: aku pun kadang memang Suka gitu akk
total 1 replies
kim elly
ayo gass klo di traktir mah
Mutia Kim🍑
Tuh dengerin kata-katanya Aresa. Yang ada nanti kasihan yg jdi istrinya Jhonatan karena dijadikan pelarian
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!