 
                            Vania dan Basir terpaksa harus meninggalkan kampung tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan. Kampung itu sudah tidak beres, bahkan hal-hal aneh sudah mulai terlihat. 
Basir pun mengajak adiknya untuk pindah ke kota dan menjalankan kehidupan baru di kota. Tapi, siapa sangka justru itu awal dari perjalanan mereka. Terlahir dengan keistimewaan masing-masing, Vania dan Basir harus menghadapi berbagai macam arwah gentayangan yang meminta tolong kepada mereka. 
Akankah Vania dan Basir bisa menolong para arwah penasaran itu? Lantas, ada keistimewaan apa, sehingga membuat para makhluk astral sangat menyukai Vania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19 Akhir Yang Tragis
Basir mulai memperhatikan setiap sudut rumah Wiguna. Dia segera pergi ke dapur, tapi pada saat ke dapur Basir melihat Rina ingin kabur. Basir dengan cepat menangkap Rina.
"Mau ke mana kamu?" seru Kang Basir.
"Lepaskan saya!" ucap Bi Rina dengan terus berusaha melepaskan tangannya.
"Pak, orang ini juga yang menjadi perantara santet itu. Orang ini juga ikut menyantet keluarga Bapak," ucap Kang Basir.
"Apa! keterlaluan sekali kamu Rina, padahal dulu saya sudah berusaha memaafkan kamu tapi balasan kamu malah seperti ini!" bentak Papa Wiguna.
Wiguna mengeluarkan ponselnya dan menghubungi polisi untuk menangkap Rina. Rina sudah pasrah, memang ini semua kesalahan dia bahkan jika untuk membela diri pun rasanya percuma. "Siapa dalang yang sudah menyantet keluarga ini?" tanya Kang Basir.
"Amanda," sahut Bi Rina.
"Benar 'kan apa kata saya, pasti dia yang sudah melakukan semua ini. Tolong sembuhkan Andri dan istri saya Kang," ucap Papa wiguna memohon.
"Insya Allah Pak, saya akan berusaha sekeras mungkin," sahut Kang Basir.
"Tunjukan di mana letak buhul yang kamu tanam di rumah ini," ucap Kang Basir kepada Rina.
Rina pun menunjukan tiga buhul yang dia tanam di belakang rumah, samping rumah, dan depan rumah. Tidak lama kemudian, polisi pun datang dan membawa Rina. Sedangkan Basir segera menggali tanah untuk mengambil buhul yang Rina tanam.
Vania disuruh Basir untuk menjaga Andri bersama satpam. Sedangkan Basir dan Wiguna mencari buhul itu. Setelah menemukan ketiga buhul itu, lalu Basir menyuruh Wiguna untuk membakarnya.
"Bakar sampai habis, Pak," ucap Kang Basir.
Basir mulai menyipratkan air ke seluru penjuru rumah Wiguna sembari dia tidak henti-hentinya berdo'a memohon perlindungan kepada Allah. Surat ruqyah pun dibacanya dengan lantang membuat Amanda yang jauh disana merasakan panas sekujur tubuhnya. "Ahhhh.... panaaaaasssss!" teriak Amanda.
Amanda keluar dari ruangan pemujaannya, tubuh Amanda seperti terbakar panas sekali. "Kurang ajar, siapa yang sudah menghancurkan rencana aku!" teriak Amanda penuh emosi.
Amanda berguling-guling di lantai, tubuhnya benar-benat seperti dibakar. "Aaaaa.... panaaaassss!" teriak Amanda.
Di rumah megah itu hanya dia sendiri yang tinggal karena semua keluarganya sudah meninggal akibat dijadikan tumbal olehnya. Amanda begitu sangat serakah sampai-sampai dia tega menjadikan semua keluarganya sebagai tumbal. Dan Andri merupakan tumbal terakhir yang mampu membuat Amanda kaya selamanya.
Setelah selesai meruqyah rumah Wiguna, Basir meminta Wiguna untuk menemui istrinya. Pada saat naik ke lantai dua, Andri dan Vania pun keluar dari dalam kamar Andri. Vania menggandeng Andri karena Andri masih terlihat lemas.
"Bagaimana Kang?" tanya Andri.
"Sedikit lagi," sahut Kang Basir.
Mereka pun masuk ke dalam kamar Wiguna. Basir dan Vania kaget melihat kondisi Prita yang sangat mengenaskan. Tubuhnya kurus kering, dan tidak bisa bergerak sama sekali.
"Astaghfirullah," gumam Vania.
Basir mulai membaca ayat-ayat untuk pengusir jin. Tubuh Prita mulai bergerak, Prita meringis kesakitan begitu juga dengan Amanda yang semakin teriak-teriak. Amanda kaget, kedua kakinya mulai gosong seperti terbakar. Amanda semakin histeris melihat kondisi dirinya dan rasa sakit serta panas yang dia rasakan.
"Tolooooooonnnnggggg!"
Amanda berusaha berdiri dan berlari ke luar rumah, berharap ada yang menolong. Sesajen di dalam kamar langsung meledak dan membakar ruangan itu secara perlahan.
"Tolooonggg....tolooonnngggg!" suara Amanda sudah mulai pelan.
Dia lemas dan terjatuh di jalan, lagi-lagi dia berguling-guling merasakan tubuhnya yang panas. Semua orang mulai berdatangan, tapi bukannya menolong mereka malah mengeluarkan sumpah serapah mereka. Warga di sana memang sudah geram dengan kelakuan Amanda dan keluarganya.
"Tolong aku," rengek Amanda dengan deraian air matanya.
Tubuh Amanda mulai menghitam dan semua orang merasa takut bahkan ngeri. Sementara itu asap pun membumbung dari dalam rumah Amanda. Warga mulai panik, mereka berusaha menghubungi pemadam kebakaran bahkan sebagian warga sudah berhamburan membawa air.
Mereka bukannya ingin menyelamatkan rumah Amanda, tapi mereka takut kebakaran itu merembet ke rumah mereka. Tidak ada satu pun yang menolong Amanda, hingga akhirnya Amanda mun meninggal di sana dengan tubuh gosong.
Prita sudah mulai tenang, air matanya mengalir. "Mas, Andri," lirih Mama Prita.
"Iya, Ma. Tahan ya, Ma, Kang Basir akan berusaha menyembuhkan Mama," ucap Papa Wiguna.
"Tidak, sepertinya Mama sudah tidak kuat lagi. Maafkan Mama ya, tolong jaga Andri," ucap Mama Prita lemah.
"Kang, bagaimana ini? kenapa Mama tidak bisa sembuh?" tanya Andri panik.
"Efek santet itu sudah sangat parah, santetnya memang sudah menghilang tapi kondisi tubuh dan kesehatan Bu Prita sepertinya sudah lemah," sahut Kang Basir.
"Ma, jangan tinggalkan Papa dulu," ucap Papa Wiguna dengan deraian air matanya.
Prita mulai menutup mata, dan akhirnya Prita pun menghembuskan napas terakhirnya. Wiguna dan Andri berteriak histeris, membuat Basir dan Vania ikut merasakan sedih juga. Bahkan Vania sudah ikut meneteskan air matanya dan Basir pun merangkul pundak adiknya.
"Ya, Allah Kang kenapa akhirnya tragis seperti ini?" lirih Vania.
"Takdir Allah, Dek. Kita dipertemukan telat, sudah 1 tahun lamanya Bu Prita menderita tidak mungkin beliau bisa sembuh seperti sedia kala," sahut Kang Basir.
Akhirnya siang itu menjadi hari paling menyedihkan untuk Andri dan Wiguna. Mereka tidak mau menunggu lama, setelah dimandikan dan disholatkan, jasad Prita pun langsung dimakamkan. Basir dan Vania pun mengikuti semuanya sampai akhir karena tidak merasa enak kalau mereka harus pulang.
Malam itu setelah selesai pengajian, Basir dan Vania pun pamit pulang. "Terima kasih Kang, Vania, karena sudah membantu keluarga aku," ucap Andri.
"Sama-sama," sahut Kang Basir.
"Bapak yang sabar ya, ini semua sudah takdir Allah," ucap Vania sembari menyentuh lengan Andri.
Andri menoleh tangannya yang disentuh Vania, lalu Andri pun tersenyum sembari mengangguk. Basir dan Vania pun pamit pulang, mereka pulang menggunakan grab. Tidak membutuhkan waktu lama, keduanya sampai di kontrakan.
"Dek, kamu duluan sana yang mandi nanti giliran Akang," seru Kang Basir.
"Baiklah."
Vania masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan Basir duduk selonjoran di teras kontrakan. Lagi-lagi suara cekikikan kuntilanak terdengar, Basir yang merasa capek tidak menghiraukan si kuntilanak itu. Tiba-tiba, seorang penghuni kontrakan sebelah keluar.
"Kang, kirain siapa duduk di teras malam-malam," seru Jamal.
"Baru pulang Bang, masih gerah," sahut Kang Basir.
"Kang, Akang dengar suara cekikikan gak? sudah beberapa hari ini suara itu selalu muncul," ucap Jamal.
"Gak ada, saya gak dengar apa-apa," dusta Kang Basir.
"Masa sih, padahal barusan juga saya dengar suara itu. Semenjak penemuan mayat Fitri saya jadi sering dengar cekikan kuntilanak," sahut Jamal.
"Gak usah takut, Bang Jamal banyak-banyak saja berdo'a dan shalat. Mereka akan takut jika kitanya rajin ibadah," ucap Kang Basir.
"Iya, tapi kadang-kadang suka merinding saja mendengarnya."
"Ya, sudah lebih baik Bang Jamal kembali tidur nanti kalau ada yang cekikikan lagi biar saya marahin," canda Kang Basir.
"Ah, si Akang malah bercanda. Kalau begitu saya masuk dulu Kang, hati-hati nanti kuntilanaknya datang," seru Jamal.
Basir hanya tersenyum mendengar kata-kata Jamal. Padahal si kuntilanak dari tadi ada di atas pohon waru hanya saja Jamal tidak bisa melihatnya. Basir pun bangkit dari duduknya lalu masuk ke dalam untuk membersihkan tubuhnya.
jangan2 pake penglaris tuh baso bisa rame banget