Kisah gadis ekstrover bertemu dengan dokter introvert..
Awal pertemuan mereka, sang gadis tidak sengaja melukai dokter itu. Namun siapa sangka, dari insiden itu keduanya semakin dekat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Fey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
*******
Beberapa menit kemudian, keduanya sudah berada di salah satu warung bakso tempat mereka makan dulu.
Suina mengajak pria itu untuk makan bersama, sebagai permintaan maafnya atas kejadian di mini market dulu.
Walaupun Edo sudah tidak mempermasalahkannya, namun gadis itu tetap ngotot mengajaknya.
" Silahkan. " ucap pelayan yang menyajikan makanan mereka.
" Wah.. terima kasih mang. " jawab Suina yang sudah tidak sabar ingin menikmatinya.
Kemudian gadis itu mulai menambahkan beberapa bumbu tambahan lain kedalam makanannya.
Edo yang melihat itu langsung di buat kaget lagi.
" Nggak baik makan makanan terlalu pedas, nanti perutmu sakit. " ucap Edo mengingatkannya.
" Ini nggak pedas kok, aku biasa makan dengan level pedas seperti ini. " jawab Suina sambil mulai menikmati makanannya.
" Dokter sendiri, memang nggak apa apa makan makanan di tempat seperti ini? " tanya Suina penasaran, karena ia mengajak Edo ketempat warung bakso yang mereka datangi waktu itu.
" Tidak masalah. " jawab Edo yang memang suka dengan makanan itu, walaupun tidak terlalu sering menikmatinya.
" Mm.. ya udah, silahkan. " ucap Suina.
Gadis itu semakin menikmati makanannya dengan cepat.
Sementara Edo sesekali memperhatikan cara gadis itu makan.
" Kamu sedang buru buru? " tanya Edo penasaran.
" Oh! nggak kok. " jawab Suina sambil meneguk segelas air.
" Terus kenapa makan terburu buru seperti itu? " tanya Edo heran.
" Aku memang makan seperti ini, karena makanannya enak. jadi makan dengan cepat. " jawab Suina sambil terkekeh.
Edo hanya bisa terheran heran melihat keunikan dari gadis itu.
" Oh ya, ngomong ngomong. dokter bekerja di bidang apa? " tanya Suina basa basi.
" Di bidang kesehatan. " jawab Edo singkat.
Mendengar itu, Suina pun langsung tertawa lepas.
Orang orang yang ada di tempat itu, langsung kaget melihatnya.
" Maksud aku bukan itu, dokter spesialis apa gitu. Kalau di bidang kesehatan aku juga tau, kan dokter. Masa seorang dokter kerjanya di rumah makan. " ucap Suina memperjelas sambil tertawa.
" Spesialis bedah jantung. " jawab Edo.
" Waahhh.. keren banget. pekerjaan yang rumit. " ucap Suina sambil mengacungkan kedua jempolnya.
" Kamu sendiri, apa pekerjaanmu? " tanya Edo penasaran.
" Aku kerja di bidan desain grafis, tapi lebih banyak bekerja dari rumah. makanya aku sering punya waktu luang untuk keluar jalan jalan, sekaligus untuk mengenal lebih jauh kota ini. " jawab Suina.
" Memangnya sebelumnya kamu asalnya dari daerah mana? " tanya Edo yang semakin penasan dengan latar belakang gadis itu.
" Aku asalnya dari bali, ayahku kerja di sana, jadi dari kecil aku sudah hidup di bali. tapi kakek dan nenekku tinggal di kota ini, jadi aku memutuskan untuk pindah kesini agar bisa lebih dekat dengan mereka. " jawab Suina.
" Pemilik toko sembako itu? " tanya Edo memperjelas.
" Iya, dokter kenal mereka? " tanya Suina kaget.
" Tidak terlalu, hanya saja saya pernah beberapa kali belanja bahan makanan di sana. " jawab Edo.
" Ohh.. aku fikir dokter dekat dengan mereka. " ucap Suina yang lanjut menikmati makanannya.
Tidak butuh waktu lama untuk gadis itu menghabiskan makanannya.
" Aku sudah selesai. " ucap Suina sambil merapikan tempat makannya.
Kemudian ia beranjak dari tempat duduknya pergi membayar semua makanan itu.
" Saya juga sudah selesai, terima kasih untuk makanannya. " ucap Edo.
" Sama sama dok, kalau begitu saya izin duluan ya. " ucap Suina pamit.
" Em! " jawab Edo mengangguk.
" By! By! " ucap Suina melambaikan tanganya sambil tersenyum manis, keluar dari warung itu.
Edo hanya tersenyum melihat kepergian gadis itu.
Pukul 9 malam, Edo tiba di rumah.
Begitu merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tengah, tiba tiba ponselnya berdering.
" Halo buk. " jawab Edo yang langsung mengangkat panggilan itu.
" Do! gimana pertemuanmu dengan Cindi? " tanya ibunya penasaran.
" Tentang itu.. " jawab Edo ragu.
" Tadi maminya Cindi telpon ibu, katanya Cindi tidak henti hentinya membicarakanmu. maminya bilang, Cindi sangat senang karena bisa ketemu kamu hari ini." ucap Ibunya lagi yang juga terdengar sangat senang.
" Dia bilang begitu? " tanya Edo kaget.
" Iya, memangnya kenapa Do? kok kamu kayak nggak senang gitu? " tanya ibunya heran.
" Nggak kok buk. " jawab Edo yang tidak ingin memperburuk suasana.
" Oh ya, ayahmu pengen ngomong. " ucap ibunya, sambil memberikan ponselnya pada sang suami.
" Halo Do! " ucap ayahnya yang terdengar serius.
" Iya yah. " jawab Edo yang langsung berdiri dari duduknya.
" Gimana dengan Cindi? bukankan gadis itu cukup baik buat kamu? " tanya ayahnya.
Edo hanya diam, karena bingung harus menjawab apa.
" Ayah nggak salah kan? " tanya ayahnya lagi.
" Iya. " jawab Edo singkat.
" Ayah sangat senang karena kamu mau bertemu dengan gadis itu. gimana pertemuan kalian? " tanya ayahnya penasaran.
" Tidak terlalu buruk. " jawab Edo, namun bukannya mengingat pertemuannya dengan Cindi. melaikan mengingat pertemuannya dengan Suina baru saja.
" Baguslah, ayah sengaja mengatur pertemuan itu. agar kalian bisa lebih dekat lagi. " ucap ayahnya.
" Ibumu juga sudah mengundang Cindi dan ibunya untuk makan malam bersama hari minggu jam 7 di rumah. " lanjut ayahnya.
Mendengar itu, Edo langsung faham dengan maksud ayahnya.
" Edo akan pulang untuk makan malam bersama. " jawab Edo.
" Baiklah, apa kamu punya waktu di hari itu? " tanya ayahnya lagi.
" Iya, Edo akan pulang minggu malam. " jawab Edo.
" Bagus, sampai ketemu nanti malam. " ucap ayahnya senang, kemudian langsung mematikan panggilannya.
Edo langsung menyandarkan kepalanya kebelakang, sambil menghela nafas panjang.
" Hufff... " gumam Edo resah.
Keesokan harinya, pria itu mulai sibuk dengan pekerjaanya di rumah sakit.
"Pagi Yan!" seru Edo sambil mengangkat tangan begitu melihat Iyan melintas.
"Pagi, Dok," sahut Suster Mia yang kebetulan sedang bersama Edo.
"Iya, pagi Dok, pagi Sus. " balas Iyan dengan sedikit kebingungan.
"Eh, tapi kenapa tiba-tiba nyapa sih, Do? Biasanya kan kamu tuh cuek kayak bebek tiap ketemu aku di koridor?" tanyanya bingung dengan alis bertaut penasaran.
Namun Edo hanya tersenyum mendengarnya.
" Ada apa nih? apa ada hal menyenangkan yang terjadi saat kamu keluar kemarin sore? " lanjut Iyan penasaran.
" Justru kebalikan dari itu. " jawab Edo.
" Hah? " ucap Iyan kaget mendengarnya.
" Bukannya kamu sedang jatuh cinta? Ada yang salah dengan otakmu ya, Do?" tanya Iyan penasaran.
" Justru cinta tumbuh di hati bukan di otak. " jawab Edo.
" Bukanya kamu seorang dokter? " lanjut Edo mengejeknya.
" Kamu sendiri, bukanya jantungmu berdetak lebih cepat saat sedang jatuh cinta. jadi cinta bukanya tumbuh di hati, melainkan di otak. karena jantung yang memompa darah keotak saat kita merasakan sesuatu. " jawab Iyan tertawa.
Mendengar itu, Edo pun langsung teringat dengan Suina.
Bagaimana senyuman gadis itu, yang membuatnya terpaku setiap kali melihatnya.
Sementara suster Mia semakin penasaran dengan pembahasan kedua pria itu.
" Sepertinya tidak. " jawab Edo.
" Hah? kok bisa? bukanya gadis itu cantik? kok bisa jantungmu tidak berdebar melihatnya? " tanya Iyan penasaran.
" Anatominya sama juga dengan gadis lain, Yan. " jawab Edo.
" Wah! sudahlah. aku nyerah setiap kali berdebat dengan kamu, bukanya menjawab apa yang aku tanyakan malah jawab yang lain. Pake bahas anatomi tubuh manusia lagi, kamu fikir aku juga nggak tau." gumam Iyan kesal.
Sementara Edo yang tersenyum puas mendengarnya.
" Sampai jumpa Sus! dokter kesayangan sus Mia benar benar sangat membosankan. " ucap Iyan pamit sambil mengejek Edo.
" Iya dok. " jawab sus Mia mengangguk tertawa sambil melambaikan tanganya.
Tiba tiba ponsel Edo berdering, di lihatnya bagian unit UGD yang menelponnya.
" Ayo sus. " ajak Edo.
" Iya dok. " jawab Sus Mia.
Keduanya pun langsung bergegas menuju unit UGD untuk memberikan pertolongan.
***
Pukul 5 sore, Edo sudah bersiap siap untuk pulang.
Pria itu tengah mengemasi beberapa barang barangnya di ruang kerja.
" Ternyata hujan. " gumam Edo begitu melihat kearah jendela.
Dalam perjalanan pulang, Edo singgah sejenak di mini market untuk membeli beberapa kebutuhannya.
Setelah itu ia langsung menuju rumah.
Ketika sedang memperhatikan jalanan karena hujan lebat, tiba tiba Edo melihat Suina yang tengah berada di bawa pohon seperti sedang melakukan sesuatu.
Dengan cepat ia menghentikan mobilnya, kemudian turun menghampiri gadis itu.
"Suina!" teriak Edo saat melihat temannya di bawah pohon yang rindang meski sedang diguyur hujan.
"Eh, Dok," balas Suina dengan lembut, matanya tak lepas dari sesosok kucing di sampingnya.
" Kamu kok basah-basahan di sini? Ngapain?" Tanya Edo mendekat, karena penasaran.
"Nih, Dok, kucing ini. kayaknya terluka parah. Pas pulang, aku kebetulan lewat sini dan lihat dia kesakitan," jelas Suina, tangannya cekatan mencoba meraih kucing itu meskipun beberapa kali tercakar.
Edo pun memperhatikan kucing itu, dan benar saja. kaki dan wajahnya terluka seperti terkeja sesuatu benda tajam.
Tiba tiba perhatiannya teralih, begitu melihat tangan kanan Suina terluka.
" Kamu sudah gila ya?" tanya Edo dengan mata yang memicing.
" Hah? Memangnya kenapa? kok tiba-tiba dokter bilang aku gila?" Tanya Suina, kaget mendengar ucapan pria itu.
"Ikut saya, sekarang juga." Ucap Edo dengan nada mendesak.
"Loh, tapi—" ucap Suina masih terperangkap dalam kebingungannya karena kucing itu.
"Ayo, cepat!" Ucap Edo tampak serius, bahkan mungkin marah.
"Tapi, si Meong gimana? Aku nggak tega ninggalin dia kehujanan gini, apalagi sedang terluka seperti ini. " ujar Suina sambil melirik ke arah kucing yang terus di payunginya itu.
"Udahlah, kuncinya pasti ngerti. Ayo!" Jawab Edo menekan, nadanya semakin keras.
Dengan hati yang berat, Suina akhirnya meletakkan payungnya agar si Meong terlindungi dari hujan.
"Maaf ya, Meong. Aku janji bakal balik." Ucap Suina tidak tega.
"Suina! Cepat!" teriak Edo, yang sudah membuka pintu mobilnya untuk Suina.
"Iya! Iya, aku datang." sahut Suina sambil bergegas ke arah mobil.
"Masuk. " desak Edo.
"Tapi baju aku masih basah, takut ngotorin mobil dokter. " Jawab Suina masih ragu.
"Sudahlah, itu nggak penting. Yang penting sekarang kamu masuk dan kita jalan!" Jawab Edo, sembari memerintah.
Dengan ragu, Suina pun masuk kedalam mobil itu.
Setelah itu, Edo melajukan mobilnya menuju rumah.
Sesampainya di sana, ia pun turun lebih dulu. kemudian membawa Suina masuk kedalam sambil memayunginya.
Sesampainya di teras rumah, Edo langsung mendudukan Suina di kursi.
" Tunggu di sini. " ucap Edo yang hendak masuk kedalam.
" Ta-tapi dok.. " jawab Suina yang tidak enak berada di rumah pria itu.
Edo pun menatapnya datar mengisyaratkan untuk gadis itu agar menurut.
Melihat tatapan pria itu, nyali Suina langsung menciut. gadis itu duduk diam sambil sesekali meliriknya.
Edo pun masuk kedalam untuk mengambil sesuatu.
" Aduh basah. " gumam Suina yang langsung berdiri, karena melihat kursi yang ia duduki basah akibat seluruh tubuhnya basah.
Tiba tiba Edo datang kemudian langsung membungkus kepala Suina dengan handuk.
"Ouch, Dok!" seru Suina tiba-tiba.
Rasa kaget terlukis jelas di wajahnya saat Edo mengeringkat rambutnya tanpa peringatan.
"Stt, diam." jawab Edo dengan nada tenang namun tetap tegas.
"Iya, tapi pelan-pelan aja, nggak usah kasar gitu," sahut Suina, mencoba menahan rasa sakit yang muncul seiring tarikan di kepalanya.
Namun pria itu tidak memperdulikannya, ia terus saja mengeringkan rambut Suina dengan sedikit cepat.
" Dok! " ucap Suina yang langsung berbalik menatapnya.
Pria itu langsung terpaku mendapatkan tatapan kesal dari gadis itu.
" Bisa pelan pelan nggak sih, dok? " ucap Suina.
" Nggak bisa, atau kamu mungkin akan terkena pneumonia karena kucing liar itu. " jawab Edo yang terus mengeringkan rambutnya.
" Hah? apaan tuh? " tanya Suina kaget.
" Lihat ini. " jawab Edo yang langsung menyambar tangan gadis itu, sambil memperlihatkan lukanya.
" Kamu ngapain sih terus mencoba untuk menyentuh kucing itu? itu kan kucing liar. untung kamu cuma kena cakarnya aja, coba kalau sampai di gigit. bisa bisa kamu kena virus yang ada pada kucing itu. " omel Edo.
Suina pun kaget mendengarnya.
" Tapi! tapi kan, aku kasihan. kucing itu terluka. " jawab Suina.
" Dokter juga! masah sebagai dokter berat tangan gitu? apa pasienmu tidak akan mengeluh? " tanya Suina heran.
" Nggak! semua pasien saya, dalam pengaruh obat bius. " jawab Edo.
Suina pun kaget mendengarkan jawab pria itu, ia seperti tidak percaya jika Edo adalah seorang dokter.
" Dari pada kamu banyak protes, lebih baik sekarang ganti pakaianmu. saya sudah menyiapkan pakaian kering untukmu di rak yang ada di kamar mandi. " ucap Edo.
" Bersihkan tubuhmu, terus ganti pakaianmu. " lanjutnya lagi.
" Ta-tapi kucingnya. " jawab Suina yang masih saja kepikiran dengan kucing liar itu.
" Bersihkan dulu dirimu, baru fikir kucing itu. kamar mandinya ada di dekat tangga, pintu abu abu. " ucap Edo.
" Atau gini aja dok, aku pergi bawa kucing itu dulu, setelah itu baru bersih bersih. sekalian kan masih basah gini. " tawar Suina yang tetap kekeh untuk menyelamatkan kucing itu.
" Nggak! nggak! " jawab Edo yang langsung menahannya.
" Bersihkan tubuhmu dulu, terus keringkan rambut. kau bisa demam. " lanjut Edo.
" Tapi dok! " jawab Suina yang sangat keras kepala.
" Oke! Oke! Saya akan membawa kucing itu kesini, bersikan tubuhmu sekarang. saya janji setelah kamu selesai, kucing itu sudah ada di sini. " ucap Edo yang juga mulai kesal.
" Benarkan? " tanya Suina yang langsung terlihat senang.
" Pergilah mandi! " jawab Edo.
" Em! maaf dok. " jawab Suina tersenyum kemudian yang langsung masuk kedalam menuju kamar mandi.
" Huuff.. " gumam Edo mengela nafas panjang sambil menggeleng, karena heran dengan keras kepala gadis itu.
Ia pun langsung mengambil payung, kemudian pergi menuju ketempat kucing itu berada.
Di dalam kamar mandi, Suina selesai membersihkan tubuhnya. kini gadis itu tengah mengeringkan rambutnya.
" Susah banget sih punya rambut keriting kek gini, basah dikit aja langsung ngembang. " gumam Suina kesal.
Kemudian ia melihat pakaian yang sudah Edo sediakan untuknya.
" Ini baru ya? " gumam Suina sambil mengendus aroma pakaian itu.
" Iya baru, mana mereknya belum di lepas lagi. " ucap Suina tertawa.
Kemudian dengan cepat gadis itu memakainya.
Edo sengaja memberikan pakaian baru untuknya, karena tidak ingin gadis itu merasa risih jika harus menggunakan pakaiannya.
Setelah selesai, Suina pun keluar menghampirinya keruang tengah.
Di lihatnya Edo tengah memberikan kucing itu makanan.
" Wah! kucingnya nggak galak dok? kok bisa dia ikut dokter kesini? " tanya Suina heran.
" Nggak, saya pegang dia menggunakan handuk. " jawab Edo.
" Iih.. dasar kucing aneh, masa sama aku kamu galak banget sih? giliran sama dokter nurut aja. aku rela mayungin kamu sampai sejam lebih, kayak nggak ada arti apa apa aja. " ucap Suina kesal.
" Sepertinya kucing ini sedang hamil, makannya dia sensitif setiap kali ada yang ingin menyentuhnya. " ucap Edo.
" Oh ya! wah.. " ucap Suina kaget sekaligus senang mendengarnya.
Kemudian ia mendekat dan ingin menyentuh kucing itu.
" Ssstt!! " ucap Edo yang langsung memarahinya.
" Ke-kenapa? " tanya Suina heran.
Edo tidak menjawabnya hanya menatapnya tajam, kemudian menunjuk luka yang ada di tanganya.
" Ouw! maaf. " jawab Suina faham kemudian langsung menjauh.
Edo pun merapikan kembali obat obat yang ia gunakan untuk mengobati luka kucing itu.
" Oh ya dok, kenapa dokter tidak mengadopsi kucing ini saja? kelihatannya dia nurut dan suka sama dokter? " tanya Suina.
" Adopsi? " tanya Edo kaget.
" Em! kucingnya juga manis, sayang aja kalau di biarkan hidup di jalanan. " jawab Suina.
" Sebenarnya aku pengen bawa dia pulang dan memeliharanya, cuma bibi nggak akan setuju. karena aku terlalu sering bawa kucing ataupun anjing liar yang terluka seperti ini dulu kerumah, makanya bibiku sekarang ngelarang karena pengen hidup tenang di rumah baru. " lanjut Suina.
" Memangnya nggak apa apa kalau saya adopsi kucing ini? " tanya Edo ragu.
" Nggak apa apa dong, justru bagus kalau dokter mau mengadopsinya, jadi kucing ini nggak terlantar lagi, apalagi dokter bilang dia sedang hamil. " jawab Suina.
Edo pun memikirkan perkataan gadis itu, karena memang sedari kecil ia ingin punya seekor kucing untuk menemaninya.
Namun karena peraturan ayahnya yang terlalu keras, Edo memilih untuk mengurungkan keinginannya itu.
###NEXT###