Tidak ada rumah tangga yang berjalan mulus, semua memiliki cerita dan ujiannya masing-masing. Semuanya sedang berjuang, bertahan atau jutsru harus melepaskan.
Seperti perjalanan rumah tangga Melati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Di tengah malam pun Ibu kembali membangunkan Viola. Dengan mata sangat mengantuk menantu keduanya itu bangun dan langsung menuju kamar Ibu sambil menggerutu.
"Ibu menganggu aku tidur saja, besok aku ada praktik."
"Perut Ibu keroncongan, ambil buah yang tadi sore sudah dipotong-potong Melati."
"Kenapa Ibu tidak membangunkan Melati saja?." Viola begitu enggan membantu mertuanya.
"Melati sudah banyak membantu Ibu, kamu hanya baru satu kali membantu Ibu. Itu pun pekerjaan mudah."
"Tapi kan judulnya aku membantu Ibu."
"Cepatlah ambil potongan buahnya!."
"Aku masih mengantuk, Bu."
"Ibu lapar, Viola!."
"Iya...iya...aku ambil." Wanita itu keluar dengan mata yang memang sulit untuk dibuka. Terkadang dia menempelkan tubuhnya pada dinding karena rasa kantuknya.
"Kamu mau ke mana?," tanya Mas Kalingga yang baru tiba di lantai atas.
"Eh, Mas Kalingga sudah datang. Aku mau ambil buah untuk Ibu, katanya Ibu lapar."
"Kamu kembali ke kamar saja, biar aku yang ambil." Karena kasihan juga dengan Viola.
Kemudian Viola memeluk Mas Kalingga. "Tapi gendong aku dulu sampai kamar, Mas."
Tanpa mendebat Mas Kalingga langsung menggendong Viola. Baru juga berjalan beberapa langkah, mata Mas Kalingga dan mata Melati bertemu saat wanita itu keluar dari kamar.
Viola menggunakan kesempatan itu untuk menaruh kepalanya di dada bidang Mas Kalingga sambil tersenyum bahagia ke arah Melati.
"Mas cepat bawa aku ke kamar," manjanya kemudian mengecup pipi Mas Kalingga. Lalu Mas Kalingga melanjutkan langkahnya.
Melati pun ke dapur mengambil minum.
Mas Kalingga sudah di bawah, di dapur masih ada Melati duduk di sana.
"Mas mau teh?," tanya Melati.
"Tidak," tolak Mas Kalingga.
Hening, Mas Kalingga mengambil buah yang diinginkan Ibu dari dalam kulkas.
"Aku setuju untuk menandatangani surat pisah kita."
Seketika Melati menoleh Mas Kalingga, menatapnya sejenak lalu menundukkan kepala. Menyembunyikan luka hati yang pasti tergambar jelas di wajahnya.
"Tapi sebelum itu Mas mau minta tolong, sudah ada janji makan malam untuk beberapa kali pertemuan. Mas minta kamu menemaniku."
"Tapi Ibu bagaimana, Mas?."
"Jangan pikirkan Ibu, Ibu tanggung jawab, Mas. Yang penting kamu tidak menolak permintaan, Mas."
Melati mengangguk setuju.
"Jangan terlalu lama di sini karena kamu sudah lelah seharian ini membantu Ibu." Setelah mengatakan itu Mas Kalingga meninggalkan Melati.
Ibu sangat lahap makan buah, apalagi ada Mas Kalingga yang menemaninya. Sudah beberapa hari ini dia tidur di samping Ibu.
*
"Kita mau pergi ke mana, Papa?." Sakura sudah sangat cantik, begitu juga dengan Lili.
"Teman bisnis Papa mengajak kita makan malam, mereka juga membawa anak-anak, nanti kalian bisa main bersama."
"Wah seru tuh, Pa." Sakura begitu sangat senang.
"Kak Lili tidak senang?," tanya Sakura.
"Senang," jawabnya singkat.
Melati yang ditunggu pun keluar dari kamar, dia sangat cantik dengan pakaian serba tertutupnya. Mas Kalingga tersenyum, dia selalu jatuh dengan wanita yang telah memberinya dua orang putri. Lalu mereka berjalan menuju mobil. Sakura dan Lili langsung duduk di kursi belakang, Mama dan Papa mereka di depan.
Mobil Mas Kalingga sudah melaju di jalan raya. Sore menjelang malam itu jalanan cukup padat namun tidak sampai macet. Sakura begitu ceria sepanjang perjalanan. Bisa dikatakan ini perjalanan lengkap mereka yang pertama setelah beberapa masalah yang datang dalam hubungan mereka.
Sampai tidak terasa mereka telah sampai di tempat tujuan. Sebuah hotel milik salah satu klien Mas Kalingga menjadi tempat kumpul untuk makan malam. Terlebih mereka sudah berkeluarga dan memiliki anak-anak.
Semua orang tidak ada yang tidak mengenal Melati, istri dari Mas Kalingga. Mereka saling sapa dan berbincang hangat, berbaur menjadi satu. Begitu juga dengan anak-anak, mereka menempati area yang telah dipenuhi mainan supaya betah dan nyaman.
Makan malam yang mengasyikkan, berkumpul keluarga yang dipenuhi tawa canda kebahagiaan. Melupakan sejenak apapun masalah yang sedang mereka hadapi.
Termasuk Mas Kalingga dan Melati, mereka selalu bergandengan tangan. Tidak menujukkan kalau rumah tangga mereka akan segera berakhir.
Jamuan makan malam telah selesai, sekarang mereka semua menempati satu kamar yang sudah disediakan pihak yang menjamu.
Lili dan Sakura begitu bahagia, mereka langsung menempati kasur yang super empuk setelah mengganti pakaian.
"Mama, Papa, tidak tidur?." Tanya Sakura.
Mama dan Papa sama-sama tersenyum.
"Tidur di sini saja bersama kami," ajak Sakura.
Mas Kalingga segera bergabung di sisi Lili, menyisakan satu tempat lagi untuk Melati.
"Mama di sebalah Papa, atau nanti Papa paling ujung. Mama di sebelah Kak Lili," atur Sakura.
Melati berjalan perlahan mendekat, ini pertama kalinya dia tidur di sebelah Mas Kalingga.
Mas Kalingga tersenyum sambil menggeser tubuhnya, memberikan tempatnya kepada Melati. Melati pun segera bergabung di sana.
Lili dan Sakura tersenyum penuh kebahagiaan, mereka sangat ingin malam ini tidak berakhir supaya mereka bisa tetap bersama seperti ini.
"Aku pasti mimpi indah," celetuk Sakura memecah ketegangan antara orang tuanya.
Memang benar, rasanya seperti pertama kali mereka tidur bersama saat setelah menikah. Jantung mereka sama-sama berdetak kencang, mungkin Melati dan Mas Kalingga dapat mendengar suara jantung satu sama lain.
"Kakak juga," Lili menimpali sambil tersenyum lebar.
Sakura dan Lili sama-sama memejamkan mata. Melati yang merasa kurang nyaman berada di dekat Mas Kalingga berniat bangun dan akan tidur di sofa saja. Namun tangan Mas Kalingga keburu membelit pinggang Melati.
"Mas!," pekik Melati.
"Tidur di sini bersama kami, Mel," bisik Mas Kalingga di belakang telinga Melati.
Seketika sekujur tubuh Melati meremang, namun tangannya tetap berusaha melepaskan tangan Mas Kalingga. Tapi usahanya sia-sia, justru Mas Kalingga semakin erat membelit pinggangnya.
Kebahagiaan benar-benar menjadi miliknya saat Melati tidak lagi berontak. Bahkan sekali pun pada saat Mas Kalingga mencium rambutnya. Bukan hanya itu saja, rambutnya disingkap lalu bibir Mas Kalingga menyentuh kulit leher istrinya.
Sangat erat Melati memegangi tangan Mas Kalingga, dibalik rasa berat untuk melayani suaminya tapi hati dan tubuhnya tidak menolak sentuhan Mas Kalingga yang sekarang sedang berlangsung.
Tangan Mas Kalingga yang membelit Melati mulai perlahan bergerak naik, mencoba menyentuh yang sudah lama tidak disentuhnya. Melati hanya mampu memejamkan mata sambil menahan suaranya supaya tidak mengeluarkan suara mendayu manja.
Seolah mendapatkan angin segar dari istrinya, Mas Kalingga berpindah dari satu gunung ke gunung lain. Kali ini mata Melati terbuka, takut juga Lili dan Sakura melihat apa yang dilakukan mereka.
"Mel, boleh, ya?." Tetap saja Mas Kalingga meminta izin kepada istrinya namun tetap dengan remasan-remasan lembut pada kedua gunung kembar istrinya.
Melati diam sejenak, namun akal sehat dan hatinya bertolak belakang. Kepala Melati pun mengangguk lemah namun sangat besar artinya untuk Mas Kalingga.
Bersambung