Putri Daniella menyukai Pangeran Felix dan ingin menikah dengannya. Tapi kehadiran sopir pribadinya Erik Sebastian merubah segalanya. Pemuda desa itu diam-diam mencintai putri Daniella sejak kecil. Seiring waktu, terungkap jika Erik adalah putra mahkota yang sesungguhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunnyku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Merasa Sendirian
"Bagaimana lagi caranya aku membuktikan padamu agar kamu percaya padaku," katanya, hatinya hancur tapi tetap berusaha.
"Terserah bagaimana caranya. Tiga bulan, aku kasih kamu waktu tiga bulan untuk meyakinkanku. Itu artinya, kita break tiga bulan," katanya tegas.
"Baiklah, aku akan berusaha dan membuktikan padamu aku benar-benar sayang kamu dan Sabrina hanya teman saja," sebut Felix, mengangguk meski hatinya berat.
"Ok, jadi selama waktu itu, aku mau kita gak saling berkomunikasi dan bertemu," tambah Daniella, suaranya dingin untuk menutupi luka.
"Meski itu berat, tapi akan kulakukan demi pembuktian sayang dan cintaku padamu," janji Felix, berdiri dan menatapnya dengan mata penuh cinta.
"Oh ya, bisakah kita tidak perlu mengumumkan kepada media kalau saat ini kita memutuskan berpisah sementara?" pinta Felix, suaranya pelan, khawatir citranya rusak.
"Terserah kamu saja, mau mengumumkan atau tidak, bukan hal penting juga bagiku," jawab Daniella tak peduli, hatinya sudah mati rasa untuk saat ini.
Sebenarnya, Felix ingin menghabiskan waktu bersama Daniella hari itu, berjalan di taman, berbicara seperti dulu, memperbaiki segalanya.
Tapi Daniella menolak mentah-mentah, suaranya dingin seperti salju musim dingin.
"Kamu pulang saja sekarang. Aku harus ke kampus," katanya, berdiri dan meninggalkan ruangan tanpa menoleh.
Felix hanya bisa menatap punggungnya pergi, hatinya hancur, tapi dia tahu dia harus membuktikan diri.
Daniella bersiap ke kampus, mengenakan sweater krem sederhana dan jeans, rambutnya diikat ponytail untuk menyembunyikan kekacauan hatinya.
Saat berjalan di koridor yang panjang dan sepi, cahaya pagi memantul di dinding batu, dia melihat Alecia dan Erik di pojokan, berbicara pelan. Alecia, dengan wajah serius, membungkuk sedikit ke Erik, suaranya berbisik.
"Kamu tahu, aku mengerti betul bagaimana perasaannya Putri Ella. Jadi kalau saat ini dia belum bisa memaafkan Pangeran, aku rasa itu hal yang wajar," katanya, matanya penuh empati.
Erik mengangguk, wajahnya tenang tapi penuh perhatian.
"Aku memahami kondisi Putri Daniella saat ini. Jadi jangan khawatir, aku bisa menghadapinya," jawabnya, suaranya rendah, seperti janji diam.
Alecia melanjutkan, "Kamu tahu kan Pangeran Felix adalah pria impian Tuan Putri. Dia bertekad hanya akan menikah dengan Putra Mahkota Kerajaan Nordik itu."
"Ya, aku tahu," sahut Erik, hatinya terasa perih mendengar itu, tapi dia tak tunjukkan.
"Tapi, kalau benar Pangeran punya wanita lain di hatinya, kasian sekali kan Putri Ella harus menjalaninya," kata Alecia lagi, suaranya penuh simpati.
"Jangan sampai dia bernasib seperti Raja di suatu kerajaan, yang ternyata masih menjalin hubungan dengan cinta pertamanya, padahal dia sudah menikah dan punya anak. Dan betapa terlukanya mantan istrinya itu karena perselingkuhan mereka."
"Aku berharap Putri tidak mengalami nasib setragis itu," kata Erik, suaranya pelan, matanya menatap ke bawah, hatinya ikut sakit membayangkan Daniella menderita.
"Ya, apapun keputusan yang akan diambil, aku berharap yang terbaik untuk Putri Daniella. Dia bahagia dan terus tersenyum," harap Alecia, membisikkan sesuatu di telinga Erik dengan ekspresi serius, tanpa tawa seperti biasa.
Daniella berhenti sejenak, hatinya terasa panas melihat kedekatan mereka, ketiga kalinya dia saksikan Alecia dan Erik berbicara akrab, tertawa, atau berbisik seperti sekarang.
"Sepertinya mereka mempunyai hubungan spesial," batinnya, ada sedikit iri dan curiga yang tak bisa dijelaskan, membuat langkahnya lebih cepat meninggalkan koridor itu.
Di mobil menuju kampus, Daniella merasa hampa, kampus terasa seperti kewajiban, bukan pelarian. Dia meraih ponsel, menghubungi Julia.
"Julia, kamu dimana?" tanyanya, suaranya datar, mencoba sembunyikan kegelisahan.
"Lagi mau siap-siap ke luar kota sama Philip. Kenapa emangnya, Putri Ella ada perlu?" jawab Julia, suaranya penuh perhatian.
"Gak apa-apa kalau lagi mau jalan sama pacarmu. Aku lagi bete ga tau mau ngapain hari ini," sebut Daniella, suaranya pelan, hati terasa kosong.
"Oh gitu, ya udah aku tunda aja jalan-jalannya," kata Julia, langsung menawarkan, seperti biasa siap mengalah.
"Gak usah, lanjut aja. Aku juga jalan-jalan sama staf dan sopir aja," kata Daniella, kali ini tak memaksa, suaranya lelah.
"Sunguh, gak apa-apa aku gak temani Putri?" tanya Julia lagi, terkejut dengan sikap Daniella yang tak biasa.
"Iya beneran gak apa-apa," sahut Daniella, mengakhiri panggilan. Julia diam sejenak, hatinya curiga, biasanya Daniella bersikeras, memaksa mereka mengalah meski sudah ada janji. Tapi kali ini, dia membiarkan, seperti sedang belajar melepaskan.
Sebelumnya, Daniella sudah hubungi Lulla, yang sedang dalam perjalanan ke rumah keluarga di desa. Dia tak memaksa, hanya bilang baik-baik saja.
Untuk pertama kalinya, Putri Daniella merasa sendirian tapi tak marah, mungkin break dengan Felix membuatnya sadar, bahwa hidup tak selalu harus dipaksa.
Di jok belakang mobil, dengan Erik mengemudi diam-diam, Daniella menatap keluar jendela, hatinya penuh pertanyaan tentang masa depan, tapi juga secercah kebebasan yang baru.
*********
