"Apa kabar, istriku? I’m back, Sanaya Sastra."
Suara dingin pria dari balik telepon membuat tubuh Naya membeku.
Ilham Adinata.
Tangannya refleks menahan perut yang sedikit membuncit. Dosen muda yang dulu memaksa menikahinya, menghancurkan hidupnya, hingga membuatnya hamil… kini kembali setelah bebas dari penjara.
Padahal belum ada seumur jagung pria itu ditahan.
Naya tahu, pria itu tidak akan pernah berhenti. Ia bisa lari sejauh apa pun, tapi bayangan Ilham selalu menemukan jalannya.
Bagaimana ia melindungi dirinya… dan bayi yang belum lahir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Regazz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Jangan buat aku gila!
Bab 10 Jangan buat aku gila!
•••
Naya baru saja tiba di kampus. Ia melewati koridor kampus dengan berjalan santai. Hingga ia mendengar suara riuh para mahasiswi di belakangnya. Perasaannya mulai tak tenang. Ia menoleh ke belakang, melihat Dosen muda dengan kacamata beningnya berjalan layaknya model sembari tersenyum manis pada Mahasiswi yang menyapa dirinya.
Ilham.
Melihat itu buru-buru Naya langsung menepikan dirinya di samping beberapa mahasiswi lainnya. Berusaha untuk tidak terlihat oleh Ilham sama sekali.
Ia hanya menundukkan kepalnya. Hingga akhirnya Ilham lewat begitu mudahnya.
Naya kembali menghela napas lega sembari mengelus dada.
Aman.
Ia hanya bisa menatap punggung lebar dan postur tubuh tinggi itu yang semakin menjauh.
Naya kembali membenarkan letak kacamatanya dengan benar.
"Untung saja hari ini gak ada jadwalnya di kelasku. Aku masih bisa lega hari ini." batin Naya dalam hati.
"Tahan Naya. Tahun depan kau sudah lulus." batin Naya lagi.
•••
Jam kantin sedang berlangsung Naya memilih untuk duduk dibawah pohon rindang bersama dengan Hayu.
"Gimana kandungan kamu, Nay?" tanya Hayu sambil berbisik pelan.
"Alhamdulillah, baik." jawab Naya.
"Aku juga pengen hamil. Tapi, harus tunggu lulus dulu...kamu kuat banget sih lewatin semua ini. Bahkan, dengan suami yang jauh." nada iri Hayu membuat Naya tersenyum canggung.
" Insyaallah, tahun depan kita lulus semuanya. Dan kamu segera hamil." ujar Naya mengelus perut Hayu yang rata.
Hayu tersenyum manis dan mengaminkannya.
Tak lama Azzam datang dengan menyodorkan minuman susu kotak pada Naya.
"Baik banget sih adik aku ini~" ucap Naya pada Azzam. Azzam hanya malu-malu dan kemudian pamit pergi.
Hayu hanya tersenyum saja. Ia sudah tau siapa Azzam sebenarnya. Dari kejauhan, Ilham yang baru saja keluar dari perpustakaan melihat hal itu. Melihat Azzam yang begitu perhatiannya memberikan sesuatu pada Naya.
Rahangnya mengeras, tatapannya semakin tajam. Ia tak suka pertunjukkan itu. Ia melihat Azzam yang kebetulan berjalan bersama dengan ketiga teman disebelahnya. Wajahnya nampak bahagia sekali.
"Siapa tuh, Zam. Gebetanmu atau pacarmu?" ejek teman-temannya.
Ilham mendengar itu, hingga mereka lewat di depannya.
"Akh~ kalian mau tau saja..." Azzam berjalan lebih dulu dari teman-temannya hingga ia kaget melihat Ilham berdiri di hadapan mereka.
Mereka menunduk hormat dan menyapa, "Pak~"
Ilham hanya tersenyum manis. Dan setelah mereka berlalu, Ilham menatap punggung pria bernama Ilham itu dengan pandangan tajam dan tidak suka.
Beraninya dia mendekati milikku, batinnya.
Ia kembali menatap Naya yang sedang menikmati susu kotak pemberian Azzam.
"Kamu udah ajuin skripsi kamu, Nay?" tanya Hayu.
"Udah. Aku kerjain lebih cepat. Maklumlah...ini." lirik Naya ke perutnya.
"Semoga diterima ya. Aku masih beberapa lembar." kata Hayu.
Sesaat Naya melihat Ilham dari kejauhan. Pria itu kini sedang di kerumuni beberapa mahasiswi yang ingin bertanya. Ada yang modus dan ada yang memang berniat ingin bertanya.
"Tenar banget ya, Pak Ilham. Gak nyampek seminggu ngajar disini dia udah punya banyak fans." celetuk Hayu mengikuti arah pandang Naya.
Naya hanya diam saja mendengarkan ucapan Hayu. Matanya fokus menatap Ilham yang sepertinya sedang kewalahan menghadapi beberapa mahasiswi genit tersebut.
Ia menatap dengan intes pria tampan dengan kedua lesung pipi yang tidak pernah pudar itu.
Bukan tatapan kagum pada seseorang.
Naya sibuk dengan pikirannya.
Kenapa manusia seperti Ilham ingin menjadi seorang Dosen?
Dia aneh, gila, seenak hatinya.
Tapi, kenapa ia memilih menjadi Dosen.
Apa karna ia mengejar sesuatu?
Seperti dulu ia mengejar Calla dan menyamar jadi Dosen.
Bahkan, saat ini juga.
Tapi, terlebih dari itu semua.
Ilham memang pengajar yang berdedikasi tinggi.
Apa yang diajarkannya semuanya sesuai logis, layaknya seorang pengajar.
Bukan sosok orang gila yang terobsesi pada suatu hal dan menyamar jadi seorang Dosen.
Seperti suami Calla dulu, Kaif.
Jadi, Ustadz hanya untuk mendekati Calla.
Meski, lambat laun niat itu memang tulus.
>>> Promosi : Baca novel tamat lainnya >>> Obsesi tersembunyi dibalik sorban karya Regazz.
Naya terus menatap Ilham. Hingga akhirnya pria itu balik menatap dirinya. Begitu dalam dan fokus. Buru-buru Naya membuang muka.
'Astaga! Bisa-bisanya aku natap dia lama banget. Ntar, dia curiga. Atau emang dia udah curiga ini aku. Ahh, entahlah aku pusing.' pikir Naya.
Ia langsung bangkit, "balik kelas yuk! Bentar lagi masuk nih!" Ia melirik jam tangannya.
Hayu hanya mengikuti dengan menganggukkan kepalanya.
Ilham dari kejauhan mengikuti arah tuju Naya. Ia tersenyum menyeringai.
'Aku suka petak umpet ini, Naya. Ini seru dan menantang...sekarang isi kepalamu pasti penuh dengan diriku, 'kan?'
"Lain kali lagi, ya. Kelas mau dimulai lagi..."
"Yah, Pak Ilham~" keluh mereka semua.
•••
“Kita bahas topik Etika Komunikasi di Media Sosial. Menurut kalian, seberapa penting penerapan etika di era digital ini?” tanya seorang Dosen di kelas Naya.
Seorang mahasiswi mengenakan jilbab pashmina pendek yaitu Clara langsung angkat tangan, dengan nada percaya diri
“Menurut saya, etika itu nggak terlalu penting lagi, Bu. Orang berhak menyampaikan pendapatnya sebebas mungkin. Kalau diatur-atur, nanti kesannya jadi mengekang.”
Dosen wanita itu nampak mengangguk singkat, lalu menoleh ke Naya. Clara bisa menatap lirik mata sang Dosen. Ia benci. Semenjak mahasiswi baru itu masuk di kampus ini, hampir seluruh Dosen menyukai Naya.
Dulu dia yang unggul. Namun, sekarang?
Dan ia benci itu.
“Naya, bagaimana pendapatmu?”
Naya yang sadar dirinya dipanggil langsung enyusun kata-kata dengan tenang, tapi mantap
“Menurut saya justru sebaliknya, Bu. Etika itu sangat penting. Karena kebebasan yang tanpa batas malah bisa merugikan orang lain. Misalnya body shaming, hate speech, atau berita hoaks. Itu semua bisa berdampak buruk pada orang lain. Jadi, kebebasan tetap harus punya batas.”
beberapa mahasiswa lainnya mengangguk, ada yang bergumam ‘bener juga’
Sang Dosen suka dengan jawaban Naya. “Jawaban yang kritis, Naya. Terima kasih.”
Naya kembali duduk. Namun, tatapan kesal Clara masih tertuju pada dirinya.
Setelah kelas bubar, Clara menghampiri Naya dengan wajah sinis. Beberapa mahasiswa masih ada di sekitar mereka
“Emang ya, kamu selalu pengin kelihatan paling pintar di kelas. Jawabanmu tadi itu jelas-jelas buat bantah aku.”
Naya menatap Clara datar, tidak merasa terprovokasi
“Aku cuma jawab sesuai fakta, Clara. Kalau pendapatku beda sama kamu, bukan berarti aku mau menjatuhkan.”
Clara mulai meninggikan suaranya, berharap semua orang melihat dirinya. Tak hanya para mahasiswi, para mahasiswa juga.
“Ah, alasan! Semua orang di kelas juga tahu kok, kamu sengaja caper, kan. Sok suci, sok pintar. Dasar cari muka sama dosen.”
Beberapa mahasiswa mulai saling pandang, suasana jadi tegang. Naya menarik napas, lalu menatap Clara dengan tatapan dingin
“Kalau kamu merasa terancam sama pendapatku, mungkin yang harus kamu perbaiki bukan aku, tapi argumenmu sendiri."
Clara terdiam sesaat, wajahnya memerah karena malu disaksikan orang lain. Ia membalikkan badan dan pergi dengan langkah cepat, meninggalkan bisik-bisik mahasiswa yang mulai memperhatikan keributan kecil itu.
"Kenapa sih tuh Clara suka banget cari masalah. Dasar pick me!" cibir salah satu mahasiswa disana. Mereka juga kesal dengan tingkah Clara.
"Kebiasaan tuh cewek pick me." sahut lainnya.
"Jangan dengerin dia, Nay. Kamu memang pinter kok, dia aja yang caper di depan Dosen." ucap lainnya menenangkan Naya.
Namun, Naya tidak masalah sama sekali. Ia juga malas berdebat dengan Clara. Gadis itu seolah ingin terus cari masalah dengannya semenjak ia jadi mahasiswi baru di kampus ini.
Tak Naya ketahui sepasang tajam di balik kacamata bening melihat semua kejadian itu. Ia tersenyum miring.
"Nggak salah aku terobsesi padanya..." gumam Ilham langsung pergi dari kelas itu.
•••
Jam kampus pun berakhir. Viola mengejar Naya.
"Kak!" Panggilnya.
Naya menoleh.
"Pulang bareng, ya." tawar Viola sumringah.
"Iya. Ayo!" Naya mulai naik keatas motornya.
Namun, saat ingin menjalankan motornya. Ia kaget dengan sebuah tangan besar dan memiliki guratan yang jelas sedangan menahan kepala motornya.
Naya mengangkat kepalanya.
Ilham!
Ctarrr!
Suara petir langsung muncul di otak Naya.
"Halo, ini pulpen kamu jatuh di lorong tadi saya lihat." ujar Ilham memberikan pulpen pada Viola.
Viola pun meraihnya. Kini, Ilham malah menatap dirinya.
Naya membeku dengan sosok Ilham di hadapannya. Pria itu hanya diam. Namun, sudah mampu membuat bulu kuduk Naya berdiri.
Ia menatap sudut bibir Ilham yang sedikit terangkat.
Yah, jelas sekali.
Sejenak Naya merasa ia kesulitan untuk bernapas.
Senyuman yang paling Naya benci dalam hidupnya.
Viola masih bingung dengan pulpen yang diberikan oleh Ilham padanya.
Sejak kapan aku punya pulpen ini? Pikirnya menatap pulpen mahal ditangannya.
Namun, ia tetap menyimpannya didalam tas.
"Kalian mau pulang, ya?" sapanya ramah.
"Kamu mau camping!" jawab Naya spontan begitu lirih sekali. Ia begitu kesal. Namun, Ilham bisa mendengar dengan jelas sekali. Senyumannya terangkat menatap Naya.
"Iya, Pak. Kami duluan pak." kata Viola menyalakan mesin motornya.
Namun, tangan Ilham masih tertahan di kepala motor milik Naya.
"Saya mau pulang, Pak." cicit Naya.
"Oh iya, silahkan." senyum Ilham.
Diperjalanan pulang, Naya begitu gelisah sekali.
"Sebenarnya dia tau aku atau nggak sih? Sekarang dia udah jelas tau namaku. Tapi, kenapa dia biasa saja?atau karna aku pakai cadar?"
"Tapi, gerak geriknya. Senyumannya, tatapannya, semuanya mengatakan kalau dia sudah tau ini aku. Arrghhh! Aku bisa gila kalau terus begini."
Sejenak Naya sempat oleng membawa motor itu. Ia hampir menabrak pembatas jalan.
"Kak Nay! Fokus, kak!" teriak Viola yang berkendara di belakangnya.
Naya berhenti sejenak.
'Ya Allah, jangan buat aku gila beneran karna orang gila itu.'
To be continue...
aku tunggu up nya dari pagi maa Syaa Allah 🤭 sampai malam ini blm muncul 😁
kira-kira itu pak dosen gila ngapain krmh ibu Yanti 🤔