Alea, wanita tangguh berusia 25 tahun, dikenal sebagai bos mafia paling ditakuti di Itali. Dingin, kejam, dan cerdas—tak ada yang bisa menyentuhnya. Namun, sebuah kecelakaan tragis mengubah segalanya. Saat terbangun, Alea menemukan dirinya terjebak dalam tubuh seorang gadis SMA berusia 16 tahun bernama Jasmine—gadis cupu, pendiam, dan selalu menjadi korban perundungan di sekolah.
Jasmine sendiri mengalami kecelakaan yang sama... namun jiwanya menghilang entah ke mana. Kini, tubuh rapuh Jasmine dihuni oleh jiwa Alea sang bos mafia.
Dihadapkan pada dunia remaja yang asing dan penuh drama sekolah, Alea harus belajar menjadi "lemah"—sementara sisi kelam dan insting mematikan dalam dirinya tak bisa begitu saja dikubur. Satu per satu rahasia kelam tentang kehidupan Jasmine mulai terkuak—dan sepertinya, kecelakaan mereka bukanlah sebuah kebetulan.
Apakah Alea bisa bertahan di tubuh yang tak lagi kuat seperti dulu? Atau justru Jasmine akan mendapatkan kekuatan kedua untuk membalas semua lu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hinata Ochie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 – Jejak Sang Prophet
Pagi hari yang tak bersahabat, kabut hitam menyelimuti pinggiran di kota Sigma. Kota yang sangat dingin juga kelam, karena di kota itu segala macam hukum tidak berlaku, akan tetapi pengawasan dari pihak sigma masih ketat walau dalam bentuk terselubung.
Kota itu mendapat julukan Grey Sektor, sebuah sektor industri yang sudah lama terbengkalai, kini menjadi tempat para buronan, pelarian juga para ilmuwan yang sudah di anggap tak berguna oleh sigma. Para penghuni kota itu mendapat julukan sampah sigma.
Hari ini Alea, Tasya dan Leo masuk ke dalam kota sigma, mereka menyamar sebagai peneliti keliling, rambut Alea dipotong menjadi pendek dengan warna coklat yang sedikit gelap. Alea juga menggunakan lensa kontak pada matanya dengan warna hazel, ia memakai jaket lusuh, ia juga membawa sebuah tas peralatan palsu. Sementara Zora bertugas sebagai pemindai di kota sigma, jika ada hal yang mencurigakan maka Zora akan memberitahu kan pada anggota tim yang lain. Sedangkan Leo membawa beberapa senjata tersembunyi untuk mencegah hal hal yang gak di inginkan.
"Menara relay rusak sebagian. Gangguan sinyal kuat tapi itu juga berarti ELRA bisa ‘mendengar kita sewaktu-waktu, jadi kita harus lebih waspada" bisik Zora.
"Kita tetap jalan. Jika Xander masih hidup, dia satu-satunya yang bisa bantu kita lumpuhkan ELRA." ucap Alea.
Leo dan Zora mengangguk, lalu mereka pun berjalan menyusuri kota dengan bersikap sewajarnya. Zora menoleh kanan dan kiri, matanya waspada akan segala kemungkinan bahaya yang akan datang menyerang mereka. Leo pun sama, ia sesekali meraba bagian belakangnya yang terselip sepucuk senjata.
Mereka berhenti di sebuah bengkel tua yang di jaga oleh seorang pria paruh baya, pak tua itu tak dapat melihat ia di kenal sebagai Old Man Griev, Mantan teknisi sebelum sigma menguasai teknologi pelepasan jiwa. Pria tua itu bisa di adalah peta untuk menunjukkan jalan dimana Xander berada, namun tak akan mudah meminta bantuan padanya, karena ia tak lagi mempercayai orang lain semenjak sigma menciptakan tekhnologi pelepasan jiwa.
"Maaf Pak kami adalah peneliti keliling, bisa kah kami meminta bantuan anda" tanya Zora sopan.
"Apa yang kalian ingin kan dari ku" jawab pria tua itu
"Bisa kah kau menunjukan pada kami dimana Xander berada, kami sangat membutuhkan bantuan nya" sahut Alea.
"Untuk apa kalian mencari Xander, apa kalian orang-orang sigma" pria itu mulai mencurigai mereka bertiga.
"Bukan Pak, kami benar-benar hanya peneliti keliling, ada beberapa hal yang ingin kami diskusikan dengan tuan Xander" ucap Zora. Melihat ketulusan di mata Zora akhirnya Pak tua itu pun memberitahu dimana Xander berada.
Pria tua itu menyerahkan sebuah peta usang yang sudah sangat lama.
"Jika kau cari The Prophet, Dia bukan manusia lagi. Dia bayangan yang berjalan, tapi jika kau mau bertemu dengannya, kau harus melewati lorong listrik mati dan pintu simbol." Bisik nya.
Leo melihat peta itu, yang lengkap dengan tanda-tanda rumit seperti simbol mata ketiga, garis resonansi, dan bekas luka bakar. Leo mengerutkan dahinya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kenapa simbolnya seperti ini" tanya Leo.
"Karena tempat itu tidak bisa ditemukan oleh teknologi. Hanya bisa disentuh oleh mereka yang pernah bersentuhan dengan ELRA." Bisik pria tua itu. Alea mengambil peta itu ia melihatnya dengan teliti, dengan jantung yang berdetak dengan begitu cepat ia dapat merasakan getaran semangat dalam dirinya, Alea menggenggam peta itu, dan ia yakin misi ini pasti akan berhasil.
...****************...
Setelah mendapatkan peta dari Griev, mereka pun berangkat ke tempat tujuan. Perjalanan kalo ini sangat sulit, mereka harus melewati terowongan tua yang di penuhi oleh kabel kabel yang tak beraturan. Sebagian dari kabel kabel usang itu ada yang masih berdenyut berdenyut pelan seolah olah hidup dan siap membakar meraka. Terowongan itu sangat gelap tak ada cahaya tembus dari atas, mereka menggunakan senter portable milik Zora yang tak memakai baterai, mereka menyusuri terowongan itu dengan hati hati. Tercium bau kabel terbakar dan juga lumut pada setiap dinding terowongan.
"Ini bukan jalur biasa. Jalur ini dipakai oleh relawan eksperimen kabur, namun beberapa dari mereka tidak pernah keluar dari terowongan ini" ucap Zora.
Leo sedikit mengerutkan dahinya, ia membayangkan betapa mengerikannya tempat ini.
"Xander sengaja pilih tempat seperti ini untuk sembunyi. Dia tahu Sigma takut akan apa yang mereka ciptakan sendiri." Sahut Alea.
Mereka terus menyusuri terowongan itu, sampai mereka menemukan simbol mata ke tiga pada dinding, dan pada saat bersamaan jantung Alea berdegup lebih kencang dari biasa. Tiba-tiba terbayang kembali dalam benak Alea saat ia berada di ruang eksperimen terikat oleh kabel, dan Xander menatapnya dari balik kaca dengan senyuman dingin.
Mereka telah tiba di ujung lorong, di sebuah ruang berbentuk bundar datar, dan di tengah ruangan berdiri seorang pria tua dengan jubah abu-abu panjang, rambut owrak panjang terurai, dan mata berwarna perak, menatap dingin ke arah Alea. Dia lah Xander mantan ilmuwan yang melakukan eksperimen pelepasan jiwa sekaligus yang menciptakan Erla.
"Alea Williams, atau lebih tepatnya, sisa dari entitas A-01. Kau masih hidup." mata dingin nya menatap Alea dengan tajam.
"Karena ciptaan mu gagal membunuhku." Balas Alea
"Bukan gagal. Hanya, menunda evolusi" ucap Xander.
Perlahan Alea menghampiri Xander, saat mendekati nya Alea terkejut, Xander tak berbicara ia hanya diam tapi entah mengapa suaranya bergema dalam pikiran Alea. Mata Alea terbelalak.
"Kau terhubung dengan ELRA?" Ucap nya.
"Tidak. Aku adalah pecahan darinya. Aku keluar sebelum ia selesai berkembang. Tapi pecahan ku menyimpan peta untuk mematikannya." Jawab Xander.
Xander akhirnya menjelaskan semua pada Alea. Bahwa ELRA memiliki inti kesadaran yang disimpan dalam Kubah Jiwa, ruang data besar di jantung Kota Sigma. Kubah itu hanya bisa diakses jika:
Tiga kode utama dimasukkan sekaligus: milik Alea (A-01), Xander (pencipta), dan satu jiwa asli yang pernah ditukar, seperi Cecilia.
Sistem pengunci resonansi dinonaktifkan dari luar menggunakan protokol Genoma Akar.
"Kau tidak akan bisa membunuh ELRA tanpa membawa jiwamu sendiri ke ambang batas, dan mungkin tak kembali." Lanjut Xander.
Alea terdiam ia sedikit terguncang mendengar penjelasan Xander barusan, namun suara Jasmine tiba-tiba muncul dalam benaknya.
"Kalau kita bisa selamatkan Cecilia dan menghentikan sistem gila ini, aku rela ambil risiko." ucap Jasmine.
Alea mengangguk pada dirinya sendiri, Jasmine telah memberinya kekuatan dari dalam, sehingga kini ia tak akan ragu lagi untuk melanjutkan misi ini.
Saat percakapan masih berlangsung tiba-tiba lampu ruangan berkedip, dan Zora mendapatkan adanya sinyal gangguan yang masuk ke dalam ruangan itu.
"ELRA tahu lokasi kita! Mereka kirim drone pemburu jiwa! Model tipe E: pembaca gelombang jiwa langsung!" Seru Zora.
"Kita harus pecah tim. Jika aku ditangkap, ELRA akan menyatu lagi denganku." Sahut Xander.
"Leo, bawa Xander keluar. Zora dan aku akan menarik perhatian drone itu, cepat lah lari" teriak Alea.
Leo berlari bersama Xander, Alea dan Zora mengalihkan perhatian drone agar mengejar mereka. Suara dengung mulai terdengar. Dua drone berbentuk seperti kerangka burung logam menyusup ke lorong dengan sensor merah menyala. Alea melemparkan granat resonansi sementara Zora membangun sinyal umpan.
“Kita sudah terlalu dalam untuk mundur sekarang.” batin Alea.
Satu drone berhasil di lumpuh kan namun drone yang kedua mengeluarkan suara yang sangat nyaring sehingga memekakkan telinga mereka, kedua telinga Alea dan Zora mengeluarkan darah karena suara yang menyiksa itu, Zora terluka, ia tak sadarkan diri karena tak tahan dengan suara itu, Alea berusaha melindungi Zora sekuat tenaga, ia menyampaikan pesan.
"Kirim pesan pada V, kita temukan kunci pertama. Dan Xander hidup." Alea memboyong tubuh Zora ke tempat aman.