Aleena seorang gadis muda yang ceria dan penuh warna. Dia memiliki kepribadian yang positif dan selalu mencoba melihat sisi baik dari setiap situasi. Namun, hidupnya berubah drastis setelah ibunya meninggal. Ayahnya, yang seharusnya menjadi sandaran dan sumber kekuatan, menikah lagi dengan wanita lain, membuat Aleena merasa kehilangan, kesepian, dan tidak dihargai.
Pertemuan dengan Axel membawa perubahan besar dalam hidup Aleena. Axel adalah seorang pria yang tampaknya bisa mengerti dan memahami Aleena, membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Namun, di balik hubungan yang semakin dekat, Aleena menemukan kenyataan pahit bahwa Axel sudah menikah. Ini membuat Aleena harus menghadapi konflik batin dan memilih antara mengikuti hatinya atau menghadapi kenyataan yang tidak diinginkan.
Yuk simak kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScorpioGirls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Malam
Malam hari, Axel pulang ke rumah Kakek Wijaya dengan langkah santai dan wajah kusut, menunjukkan kurangnya semangat. Di ruang keluarga, Axel disambut oleh Kakek Wijaya dan Clara.
"Sudah pulang?" tanya Kakek dengan ramah.
"Hmm, aku mandi dulu," jawab Axel singkat, lalu meninggalkan mereka. Kakek Wijaya hanya mengangguk mengerti.
Setelah beberapa lama, mereka semua berkumpul di ruang makan. Kakek Wijaya duduk di kursi utama, di sebelah kanannya ada Axel dan Clara, di sebelah kirinya ada Marcel. Revan datang dengan senyuman lebar, menggandeng tangan Aleena.
"Malam," sapa Revan dengan ramah masuk ke ruang makan dengan menggandeng tangan Aleena.
Semua orang di ruang makan menoleh bersamaan, dan pandangan mata Axel langsung bertemu dengan Aleena. Tangan Axel terkepal dengan pemandangan menyilaukan dan menggores hati. Sedangkan Aleena tidak menyangka akan berada dalam situasi canggung seperti ini lagi, terutama karena dia melupakan kenyataan bahwa Revan memiliki kakek yang sama dengan Axel.
Axel menatap Aleena dengan mata yang penuh dengan kecemburuan, sementara Revan tersenyum dalam hati, melihat Axel yang kesal. Marcel, di sisi lain, merasa berada di tengah api membara karena dia bisa merasakan persaingan antara Axel dan Revan.
"Ayo, makan. Kenapa jadi canggung begini?" ajak Kakek Wijaya, memecah keheningan.
Kini Clara ingin mengisi piring Axel, dan Axel tidak bisa menolak. Mengingat Kakek Wijaya sedang menyaksikan mereka. Dan Aleena hanya menggigit bibir bawahnya menyaksikan momen itu.
"Xel, segini cukup?" tanya Clara dengan lembut. Dan Axel hanya mengangguk mengerti.
"Aleena, ya?" tanya Kakek. "Iya, Tuan," jawab Aleena dengan tersenyum manis.
"Panggil Kakek saja, sama seperti Revan," kata Kakek.
"Baik, Kek," jawab Aleena.
Kini mereka makan sambil mengobrol ringan. Axel terus-menerus menatap Aleena dengan mata yang penuh dengan kecemburuan. Kaki-nya di bawah meja menyenggol kaki Aleena, membuat Aleena menatap tajam ke arahnya. Namun, Axel mengisyaratkan agar Aleena menjauh dari sana.
Aleena sebenarnya mengerti apa maksud Axel, tapi dia enggan melakukannya. Axel terus menyenggol kaki Aleena, membuat Aleena tersedak. U
Uhuk-uhuk... Axel dan Revan menyodorkan air mineral bersamaan ke depan Aleena. Namun, Aleena meraih air mineral yang tersedia untuknya sendiri dan meneguknya, membuat Axel dan Revan saling menatap dengan mata yang penuh dengan persaingan.
Setelah selesai makan, Aleena meminta izin untuk ke toilet, dan Revan menjelaskan dimana letak toiletnya.
Aleena berdiri dan berjalan menuju toilet, sedangkan yang lain berdiri meninggalkan meja makan. Dan Axel diam-diam mengikuti Aleena.
Ketika Aleena masuk ke dalam toilet, dia tidak menyadari bahwa Axel ada di belakangnya. Axel menunggu sampai Aleena selesai, lalu dia memanggil nama Aleena dengan suara pelan.
"Aleena..." panggil Axel, membuat Aleena terkejut dan menoleh ke belakang.
"Ada apa, Kak Axel?" tanya Aleena, mencoba menyembunyikan kekesalannya.
Axel tidak menjawab, tapi dia mendekati Aleena dengan langkah perlahan. Aleena bisa merasakan aura kekesalan dan kecemburuan masih menguasai diri Axel.
Axel memojokkan Aleena di sudut ruangan, wajahnya penuh dengan emosi yang terpendam. "Apa kamu benar-benar memilih dia? Aku tidak akan membiarkan itu menjadi kenyataan," katanya dengan nada yang keras dan penuh kecemburuan.
Aleena menatap Axel dengan mata yang berkaca-kaca, "Kak Axel tidak punya hak atas apa yang menjadi keputusanku," jawabnya dengan suara yang bergetar.
Axel mendekati Aleena, wajahnya hanya beberapa sentimeter dari wajah Aleena. "Aku punya, karena kamu telah mengambil sesuatu dariku," katanya dengan nada yang penuh emosi.
Aleena mencoba untuk menjauh, tapi Axel tidak memberinya kesempatan. "Apa itu? Kartu yang kamu kasih? Aku tidak pernah pakai, nanti aku kembalikan,"
Axel tertawa sinis, "Bukan itu, Aleena. Sesuatu yang lebih berharga dari itu." Axel mengarahkan tangan Aleena ke dadanya, membuat Aleena mendongak tidak percaya.
"Aku...," Aleena terbata-bata, tidak tahu apa yang harus dia katakan.
Axel menatap Aleena dengan mata yang penuh dengan cinta dan kesedihan. "Apa kamu tidak merasa bersalah? Kamu telah mencuri hatiku, Aleena. Jangan kira kamu bisa kabur setelah melakukan itu,"
Aleena masih diam, tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia bimbang antara cintanya kepada Axel dan keputusannya untuk bersama Revan.
"Revan," Axel mengucapkan nama itu dengan nada yang penuh dengan kecemburuan. "Aku tidak suka kamu bersama dia. Kamu milikku, Aleena,"
Aleena menatap Axel dengan mata yang berkaca-kaca. "Kak Axel, jangan serakah. Kak Axel punya istri,"
Axel menarik Aleena ke dalam pelukannya. "Aku tidak mencintainya, Aleena. Aku hanya mencintaimu. Beri aku waktu untuk mengakhiri semuanya," nada bicara Axel sudah normal kembali.
Aleena ragu-ragu, tidak tahu apa yang harus dia putuskan. Tapi ketika dia melihat mata Axel yang penuh dengan cinta dan kesedihan, dia merasa hatinya tersentuh.
"Tapi, kak. Aku takut... Kalau kak Axel hanya ingin menjadikanku pelampiasan, pelarian, katanya dengan suara yang bergetar.
Axel memeluk Aleena lebih erat. "Tidak akan, Aleena. Kamu satu-satunya wanita yang berani mencuri hatiku. Aku tidak akan pernah melepaskanmu,"
Aleena menutup mata dan membiarkan dirinya larut dalam pelukan Axel, merasakan kehangatan dan kenyamanan yang memenuhi hatinya. Dia pun membulatkan tekad untuk tetap berada di sisi Axel, dan siap menghadapi segala tantangan yang menghalangi hubungan mereka. Dengan pelan, dia membalas pelukan Axel dan memeluknya dengan erat seolah tidak ingin melepaskannya.
Axel melepaskan pelukannya dan menatap Aleena dengan mata yang penuh dengan harapan. "Kamu bisa membuktikannya sendiri," ujarnya dengan nada yang lembut.
Aleena menatap Axel dengan mata yang masih berkaca-kaca sambil mengangguk mengiyakan. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Aleena berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Axel. Axel menatapnya dengan mata yang penuh dengan kesedihan, tidak bisa berbuat apa-apa untuk menahan Aleena.
Setelah Aleena pergi, Revan datang menghampiri Axel dengan langkah yang cepat dan emosi yang membara. "Kak Axel! Apa yang kamu lakukan padanya?" Revan menatap Axel dengan mata yang penuh dengan kemarahan.
Axel menatap Revan dengan mata yang dingin. "Bukan urusanmu," tegas Axel.
Revan mencengkram kerah baju Axel dengan keras, wajahnya merah padam karena kemarahan. "Kak Axel, jangan egois. Kak Axel sudah punya istri dan masih ingin berhubungan dengan Aleena," ucap Revan dengan lantang, suaranya yang keras membuat Axel menatapnya dengan mata tajam.
"Bocah ingusan sepertimu, tidak punya hak mengaturku," tegas Axel, nada suaranya yang dingin membuat Revan semakin marah.
"Kamu tidak pantas untuk Aleena! Kamu hanya akan menyakitinya!" Revan berteriak, kemarahannya memuncak. Namun, Axel dengan cepat menepis cengkraman Revan, membuat Revan terhuyung ke belakang.
"Jangan sentuh aku,"
"Kamu tidak akan pernah berubah, Kak Axel. Kamu selalu memikirkan diri sendiri dan tidak peduli dengan orang lain," kata Revan dengan nada yang keras.
Axel tidak menjawab, dia hanya menatap Revan dengan mata yang dingin. Revan semakin marah dan kesal, dia merasa bahwa Axel tidak akan pernah memahami perasaannya.
"Tapi Aleena tidak pantas untuk diperlakukan seperti itu olehmu. Dia pantas mendapatkan yang lebih baik dari kamu," kata Revan dengan nada yang tegas.
Axel tersenyum sinis, "Kamu pikir kamu yang lebih baik dari aku? Revan, kamu masih bocah ingusan yang tidak tahu apa-apa tentang kehidupan,"
Revan merasa bahwa Axel tidak menghargai dirinya. "Aku tidak akan pernah menyerah. Aku akan terus melawanmu sampai Aleena sadar bahwa kamu tidak pantas untuknya,"
"Aleena hanya milikku," kata Axel dengan nada yang tegas.
"Brengsek!" emosi Revan memuncak. Dia ingin melayangkan satu pukulan pada Axel. Namun, Axel menepisnya.
"Sudah cukup," kata Marcel yang tiba-tiba datang, mencoba melerai pertengkaran antara Axel dan Revan. Namun, keduanya tidak menghiraukannya, mereka terus memandang satu sama lain dengan mata tajam.
"Jangan sampai kakek melihat kalian seperti ini," tambah Marcel, mencoba mengingatkan Axel dan Revan tentang konsekuensi dari tindakan mereka. Marcel memang asisten Axel, tapi dia juga tinggal di kediaman Wijaya dan sudah bersama Axel sejak kecil, sehingga dia seperti saudara bagi Axel.
"Aku ingin kita bersaing secara sehat. Biarkan Aleena yang menentukan, siapa yang akan dia pilih," kata Revan dengan nada yang tegas.
Axel tersenyum sinis, "Aleena hanya milikku, dan kamu tidak pantas bersaing denganku," katanya sambil menepuk pundak Revan dengan keras.
"Kak Axel egois! Hanya memikirkan diri sendiri," murka Revan.
Axel tersenyum sinis lalu melangkah pergi, meninggalkan Revan yang terbelalak dan marah. Revan menatap punggung Axel dengan mata yang penuh dengan kemarahan dan kekecewaan.
Marcel yang masih berdiri di sana mencoba menenangkan Revan, "Revan, tenangkan dirimu,"
Tapi Revan tidak menjawab, dia hanya menatap punggung Axel yang semakin jauh. Dia tahu bahwa dia harus berjuang keras untuk memenangkan hati Aleena dan mengalahkan Axel. Revan mengambil napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan dirinya sendiri. Dia tidak akan menyerah, dia akan terus berjuang untuk apa yang dia inginkan.
Gaskeun 🔥🔥